Wednesday, 23 September 2020
teka teki kata
SAJAK-SAJAK M. RAUDAH JAMBAK
SEBAB AKU PEREMPUAN
Gerai rambutku
Binar mataku
Mancung hidungku
Tipis bibirku
Maka,
Membara kelelakianmu
Tunduk kepalaku
Terbungkus tubuhku
Terbata mulutku
Perlahan langkahku
Maka,
Surut perasaanmu
Selalu Hawa yang dipersalahkan
Ketika Adam mencicipi buah keabadian
Sebagai penyebab sebuah ketelanjangan
Bibit huruhara persengketaan
Yang memabukkan
Selalu Cleopatra menjadi cibiran
Ketika lelaki harus menghunus senjata
Membunuh saudara sendiri
Demi sebuah pengakuan
Dan cinta
Selalu aku merelakan pengorbanan
Untuk sebuah ketidakpastian
Dari janjijanji bersayap cumbu
Bagi kumbang
Penghisap madu
Sebab aku perempuan
Maka, perasaanku
Kau permainkan
BUKAN KARENA, TETAPI
Bukan karena hiba
Dan tetes air mata
melukis pilu segala warna duka
Menggores di kanvas segala luka
penuh amarah yang memerah
atau pedih segala perih
memudarkan rona
memudarkan rasa
Bukan karena apatis
hingga hasrat harus teriris
Meninggalkan catatan
Sebuah kenangan
Di buku harian
Pada halaman-halaman tertinggal
Tetapi, karena aku perempuan
Yang merawat segala cinta
Dan kasih sayang
Di hatimu
MEMBACA POTRET KARTINI
Membacamu adalah menerjemahkan makna
Alis yang bertengger di atas bening binar matamu
Yang mengisyaratkan cita-cita
Dan cinta
Membacamu adalah mencatat patahan
Pada sketsa hidungmu yang membaui
Aroma segar nurani
Murni
Membacamu adalah menafsirkan hakikat
Keperempuanan yang disalahartikan
Tentang kesamaan
Dan kesetaraan
PORTIBI
sesekali kutelusuri bilik sempit
sudut kusam, cagar sejarah
dan relief dingin memaknai kediamanmu
yang berdebu dan gosong pengetahuan
tak ada catatan yang tertinggal
selain kegalauan merubung dada
dan kanak berebut benang putus layang
serta sorak kegembiraan yang menyusup
di dinding-dinding senyap
komunitas home poetry, 2012
MENGHITUNG LANGKAH
sepanjang trotoar usang peradaban
kuhitung langkahmu sampai ke ujung jalan
kuhirup aroma tubuhmu yang melayang
dan terbang bersama debu jalanan
komunitas home poetry, 2012
SAJAK KEDIAMAN
rasuk aku pada kata-kata usang
pada baris-baris puisimu yang sungsang
goresan rindu dendam telah kusyairkan
pada lirik-lirik kalimat lantam
ia menyelinap disela-sela pesan
baris syair tentang matahari dan bulan
membawa ingatan pada catatan-catatan
terakhir tentang siang dan malam
komunitas home poetry, 2012
MEMBACA BIAS SILAU MATAHARI
membaca bias silau matahari
seperti melangkah di gurun padang pasir
tetabuh kegalauan meraung di pucuk gunung
menancapkan tegak siang yang gersang
komunitas home poetry, 2012
MEMBACA SERIMBUNAN AKAR
membaca serimbunan akar
yang menembus kedalaman bumi
menusuk di jengah ceruk-ceruk tanah
mengundang sedak dan terdesak
komunitas home poetry, 2012
MEMBACA ASPAL
Mungkin banyak yang belum mengerti
Mengapa aspal selalu memaknai kerebahannya
Ada yang datang dan pergi
Ada yang disambang dan terbuang
Ada yang menjelang dan menghilang
Ah, andai saja ia bercerita tentang kita, tentu
Kau dapat menebak ke mana arahnya
Tetapi, ia lebih memilih kebungkaman
Baginya hal itu lebih indah ketika menikmati
Segala kebisingan dan kecemasan kita
Serta kerahasiaan yang sampai saat ini
Belum dapat kita pecahkan, walaupun
Sesekali waktu kita mencoba membongkarnya
Lalu menutupnya kembali sambil membawa
Rasa kecewa sekaligus rasa lega dan bagi kita
Pun tidak faham ke mana muaranya
(tentang sebuah kelemahan adalah kekuatan)
MEMBACA USIA
mungkin aku yang terlalu bernafsu
mencumbui waktu
padahal jalanan ini masih seperti
yang kemarin, tempat kita selalu
menghitung jumlah tapak kaki yang
kita jejakkan
dan cuaca selalu bercanda dengan kita
membiarkan kita blingsatan membaca usia, lalu
ia tertawa diam-diam sambil melangkah pergi
tapi, hari ini aku hanya bisa mengutuki uban
yang tak pernah pergi walaupun
sesaat
PIRING
Bukan karena piring itu kosong atau berisi lalu kau merasa bahagia atau sedih. Tetapi, ia juga mampu menjerumuskanmu ke penjara. Bersebab karena perutmu yang kosong, atau malah kekenyangan.
“Jangan buang. Jual saja,” ujar istrimu yang tengah hamil tua. Entah mengapa, ia tak pernah berhenti mengidam. Padahal niatmu hendak memberikan piring usang itu ke tetangga dan ingin menggantikannya dengan yang baru.
Dan ketika makan malam bersama wajah istri dan anakmu berbunga-bunga melihat kilau piring baru. Mereka bersorak persis disaat siaran televisi menyiarkan sekumpulan bocah di penampungan mengangkat tinggi-tinggi piring kaleng di tangannya.
....perutmu mual bersama suara sirene di kepalamu.
MEJA MAKAN
Betapa luka perasaannya, seandainya kau tahu tidak ada apa-apa yang terhidang di sana. Pun, termasuk ketika kau selesai menikmati hidangan penuh selera. Tetesan sambal, serpihan tulang-tulang, ataupun tumpahan jus anggur yang tak kau sadari memerihkan hatinya. Walau kau lapis wajahnya dengan beludru merah jambu.
Untung saja pembantu setiamu segera menyadari itu, sambil sesekali mengutil rimah-rimah semur kambing kemudian diam-diam dibungkusnya dalam kantong plastik yang memang sudah dipersiapkan dari rumah, untuk suami dan anak-anaknya. Dan menghidangkannya kembali di atas meja makan dengan keropos-lapuk di kakinya.
TELUR REBUS
Anak-anakmu berebut telur rebus terakhir yang sebenarnya sengaja kau sisakan untuk sarapan pembantu setiamu. Padahal sebelumnya pembantumu sengaja menghadiahkan untukmu karena rasa bahagia, sebab seekor ayam betina yang tersesat di dapurnya diam-diam bertelur di atas bantal tempat tidurnya yang beralaskan jerami penuh rayap.
Entah mengapa kau begitu murka, begitu tahu ada setengah kehidupan yang menyembul di serpihan telur rebus yang jatuh berantakan dari tangan anak-anakmu.
SAMBAL TERASI
Pembantumu begitu gembira begitu sambal terasi asli buatannya kau lahap begitu saja. Padahal bau busuk yang enggan singgah dari mulut dan tanganmu membuat anak-anakmu kehilangan selera.
Sayang kau tak menyadari makna hakiki sebenarnya dari bau busuk dan pedasnya.
LOTUS
Mungkin setelah lotus bertunas pada hati kita
Tak ada ketakutan selain cinta berwarna merah muda
Yang terus membawa harumnya kemana-mana
Ia menjadi sebuah kekuatan yang mengagumkan
Ia menjadi keberuntungan yang menyadarkan
Dan ia menjadi hidup di setiap kematian kita
Maka, setelah lotus lahir dari hati kita
Kemanapun melangkah tak ada lagi jarak
Ruang maupun waktu yang berdetak
Sedegup jantung. Selalu berbinar
Seterang matahari, seindah bulan
TERATAI MERAH
Lalu, apa arti cinta sesungguhnya bagimu
Apakah ia laksana kuda jantan yang terengah-engah,
Ataukah ia seindah kelopak teratai merah yang terbuka?
MAWAR MERAH
Dengan segenap keyakinan, aku bertandang
Kuharap kau sedang menungguku di ruang tamu
Tempat biasa kita berbagi cerita dan cinta
Jangan lagi kau sulam amarah, dari sisa kebencian
Sehabis hujan deras semalam. Sebab, aku sendiri
Gamang apakah itu yang dinamakan cinta
Aduh. Getar dada ini semakin debar. Tetapi,
Dengan setangkai mawar ini kita akan raup
Aroma rindu di taman hatimu yang penuh warna
SYAIR SAJADAH
Mungkin zikirku zikir kayu hanyut yang terombang-ambing
Di permainkan laut. Kadang terdampar di pasir, kadang tenggelam dalam air.
Tak seperti perahu walau senantiasa basah, senantiasa pula ia belayar
Tapi tahu kemana harus terdampar mengenyahkan segala gigil
Menghalau segala debar
Amboi, adakah do’a ku kan sampai padamu Tuhanku
Seperti Nuh yang memutuskan tali-tali kufur dari tonggak-tonggak rapuh
Seperti Ibrahim yang mendinginkan bara-bara angkara api
Seperti Muhammad yang menebar maklumat sepenuh hikmat
Mungkin zikirku zikir debu dari rapuh kayu-kayu yang dihembuskan
Angin bisu. Semacam lagu-lagu rindu, semacam pilu kelu
Dan kemudian tersangkut entah kemana, entah dimana pula berimba.
Padahal syair-syairku adalah syair-syair sajadah
Syair-syair basah
Amboi, adakah zikirku zikir rindu atau zikir-zikir ragu padamu Tuhanku
Seperti kabil yang menghilangkan jejak-jejak habil
Seperti zulaikha yang menyusupkan syahwat di dada Yusuf
Seperti Syekh Sibli yang merampungkan cinta Al-Halaj dengan bunga
Mungkin zikirku zikir airmata yang mengalirkan
Syair-syair sajadah basah yang bermuara pada entah
KOMUNITAS HOME POETRY, 2012
M. Raudah Jambak, S. Pd, lahir di Medan, 5 Januari 1972. Pernah bersinggungan di Komunitas Forum Kreasi Sastra, Komunitas Seni Medan, Komunitas Garis Lurus, Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia, Komunitas Sastra Indonesia, Seniman Indonesia Anti Narkoba,dll. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMK, Dosen Ilmu Komunikasi Filsafat Panca Budi Medan. Alamat tugas : Jalan Jenderal Gatot Subroto km 4,5 Medan, Sumatera Utara. Alamat Rumah: Jalan Murai Batu Kompleks Rajawali Indah E-10 Medan, Sumatera Utara. Hp. 085830805157. Kontak Person TBSU- Jl. Perintis Kemerdekaan, no. 33 Medan. Saat ini sebagai Direktur Komunitas Home Poetry. Kegiatan terakhir mengikuti Temu Sastrawan III di Tanjung Pinang. Cukup banyak kegiatan yang digeluti sejak SD yang berkaitan dengan seni, sastra dan budaya. Lokal, nasional, maupun Asia Tenggara. Secara nasional dimulai pada event PEKSIMINAS di Jakarta (Teater, 1995), LMCP_LMKS di Bogor (sampai 2008), MMAS Guru-guru se-Indonesia di Bogor (200&), work shop cerpen MASTERA, di Bogor (2003), Festival Teater Alternatif GKJ Awards, di Jakarta , TSI 1-3, Juara Unggulan 1 Tarung Penyair Se-Asia Tenggara di Tanjung Pinang, Nominasi cipta Puisi nasional Bentara, Bali, dll.email: mraudahjambak@yahoo.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment