Wednesday, 23 September 2020
KUTAK KATIK KATA KATA
MENYEMAI BERKAH DI LADANG DAKWAH
M. RAUDAH JAMBAK
Sastra adalah bangunan besar bagi puisi, prosa dan naskah drama. Sebagai sebuah bangunan tentu ia harus memiliki fondasi yang terukur dan kuat. Jika fondasinya tidak terukur dan kuat, maka tentu karya sastra sebagai sebuah bangunan yang kuat itu akan rubuh, bahkan hancur.
Struktur atau fondasi dari bangunan sastra itu tentunya adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Mungkin juga kita mengenalnya sebagai struktur batin dan fisik di dalamnya. Effendi mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sunguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Aminuddin, 2004:35). Cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan, (2) unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai renungan keagamaan, filsafat, politik, serta berbagai kompleksitas permasalahan kehidupan; (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, serta (4) unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra itu sendiri sebagai suatu teks (Aminuddin, 2004: 38).
Puisi misalnya, ia memiliki keambiguitasan yang luar biasa. Tidak semua orang dapat memahaminya dengan cara pandang yang sama. Maka unsur intrinsik (struktur batin) dan unsur ekstrinsik (struktur fisik) perlu dipahami lebih mendalam. Pradopo (1987:7) mengatakan bahwa puisi itu adalah karya sastra yang mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.
Waluyo (1987:25) mengatakan Jika dipaksa untuk memberikan definisi puisi yang sangat sukar dirumuskan, kira-kira seperti berikut. Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa melalui pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Struktur adalah sesuatu yang disusun dengan cara atau pola tertentu untuk menjadikan suatu bentuk. Struktur puisi adalah sesuatu unsur yang disusun dengan cara tertentu sehingga menjadi sebuah puisi. Struktur fisik puisi adalah unsur-unsur yang disusun dengan sehingga membentuk puisi secara fisik atau yang dapat dilihat oleh mata.
Selanjutnya (Naskah) drama. Untuk yang satu ini kita harus mampu membedakan drama sebagai sebuah pertunjukan dengan teks-teks drama yang tertulis. Sebagai sebuah pertunjukan kita masih dapat meninjau dari segi artisktik dan non-artisitiknya. Sementara tinjauan teks ia memiliki wilayah yang berbeda.
Karya sastra prosa dan drama memiliki unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik yang diperlukan untuk membangun ceritanya. Unsur intrinsik drama terdiri dari tema, plot, tokoh, dialog, karakter, serta latar.
Akhirnya, kita sebelum bergelut dan menentukan pilihan harus memahami secara kuat tentang pemahaman kita terhadap fondasi bangunan sastra ini. Mungkin kita akan lebih memilih puisi tinimbang prosa, atau malah lebih asyik menulis naskah drama. Lantas bagaimna dengan sastra Islam?
Firman Allah dalam Surah Al-Shu'araa:224
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ
“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.” (Q.S. al-Syu'ara' : 224) Allah Berfirman dalam Surah Al-Shu'araa:227
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا وَانتَصَرُوا مِن بَعْدِ مَا ظُلِمُوا ۗ وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
Akan tetapi, kalangan penyair yang mengikuti petunjuk-petunjuk ketuhanan dan berbuat kebajikan sehingga memiliki kepribadian yang luhur, dan selalu mengingat Allah dengan penuh rasa khusyuk hingga timbul rasa takutnya kepada Allah, adalah penyair-penyair yang menjadikan syairnya sebagai pelipur lara dan sebagai sarana untuk membela agama dan mempertahankan kebenaran pada saat kebenaran diinjak- injak.
Orang-orang yang menzalimi diri sendiri dengan berbuat syirik dan mengejek Rasulullah saw. itu kelak akan tahu akibat buruk mana yang menjadi tempat kembali mereka.(Qs. Al-Syuara [26]:227) Allah SWT dalam firman-Nya:
مَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآَنٌ مُبِينٌ
"Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang memberi penerangan" (Q.S.Yasin: 69). Hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi :
حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَ قِيلَ لَهَا هَلْ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَتَمَثَّلُ بِشَىْءٍ مِنَ الشِّعْرِ قَالَتْ كَانَ يَتَمَثَّلُ بِشِعْرِ ابْنِ رَوَاحَةَ وَيَتَمَثَّلُ وَيَقُولُ « وَيَأْتِيكَ بِالأَخْبَارِ مَنْ لَمْ تُزَوِّدِ ». وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
[15] Dari Aisyah beliau berkata: seseorang bertanya kepadanya: 'Apakah Rasulullah Pernah melantunkan syair, Aisyah menjawab: "Beliau pernah melantunkan Syair Ibnu Rawahah dan beliau melantunkan 'Dan telah datang kepadamu berita tanpa tambahan'. Hadis Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam sunannya :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ فِي عُمْرَةِ الْقَضَاءِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ بَيْنَ يَدَيْهِ يَمْشِي وَهُوَ يَقُولُ: (خَلُّوا بَنِي الْكُفَّارِ عَنْ سَبِيلِهِ # الْيَوْمَ نَضْرِبْكُمْ عَلَى تَنْزِيلِهِ) (ضَرْبًا يُزِيلُ الْهَامَ عَنْ مَقِيلِهِ # وَيُذْهِلُ الْخَلِيلَ عَنْ خَلِيلِهِ) فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا ابْنَ رَوَاحَةَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي حَرَمِ اللَّهِ تَقُولُ الشِّعْرَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلِّ عَنْهُ يَا عُمَرُ فَلَهِيَ أَسْرَعُ فِيهِمْ مِنْ نَضْحِ النَّبْلِ
Artinya : Dari Anas Bahwasanya Rasulullah Saw masuk ke Makkah pada masa umrah dan Abdullah bin Rawah sedang berjalan di depan beliau sambil berkata : “Berikan jalan kepada anak orang-orang kafir # Hari ini kami akan memukul kalian dirumah kalian Dengan pukulan yang menghilangkan kesedihan dari peraduannya # Dan menjauhkan seorang kekasih dari kekasihnya Umar kemudian berkata kepadanya : ‘wahai Ibnu Rawah dihadapan Rasulullah Saw dan didalam masjid al-haram kamu melantunkan syair?’ kemudian Nabi Saw berkata kepada Umar : “Biarkan dia wahai Umar sebab hal itu lebih mempercepat dari siraman yang baik” Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw memuji syair salah seorang sahabat yang bernama Labid bin Rabi’ah Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَصدق كَلِمَةٍ قالها الشاعر كَلِمَةُ لَبِيدٍ أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مَا خَلَا اللَّهَ بَاطِلٌ وكاد أمية بن أبي الصلت أن يسلم
Artinya ; Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam beliau berkata : “Kalimat yang paling benar yang diucapkan oleh penyair adalah kalimat Labid: “Ketahuilah segala sesuatu yang selain Allah adalah bathil (rusak dan binasa)”. Dan hampir saja Umayyah bin Abu al-Shalt memeluk Islam”. Namun pada sisi yang lain Rasulullah Saw melarang untuk bersyair sebagaimana sabda beliau Saw :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا.
Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik daripada penuh dengan syair". Akan tetapi hadis di atas memiliki asbab al-wurud sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat Abu Said al-Khudri beliau berkata:
بينا نحن نسير مع رسول الله صلى الله عليه وسلم بالعرج إذ عرض شاعر ينشد فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خذوا الشيطان , أو أمسكوا الشيطان , لأن يمتلئ جوف رجل قيحا خير له من أن يمتلئ شعرا
"Ketika kami sedang berjalan bersama Rasulullah Saw di al-'Araj, tiba –tiba seorang penyair membacakan syair kepada kami Rasul pun berkata : "Tahan Syaitan itu, dan peganglah........,lalu beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik daripada penuh dengan syair".
Imam An-Nawawi berkata : syair itu hukumnya boleh selama tidak terdapat didalamnya hal-hal yang keji dan sejenisnya. Al-Mubarakfury berkata: yang dimaksud dengan memenuhi (perutnya dengan syair) adalah ketika syair telah menguasainya dimana dia lebih disibukkan dengannya dari al-Qur'an dan ilmu-ilmu Islam lainnya, maka hal tersebut menjadi syair yang tercela apapun bentuknya. Maka dari itu Imam al-Bukhary dalam shahihnya memberikan bab khusus tentang syair dengan nama bab dibencinya syair ketika lebih mendominasi manusia dari al-Qur'an dan dzikir kepada Allah. Jadi apabila seseorang menjadikan al-Qur'an dan Ibadah kepada Allah sebagai kesibukan utama, maka baginya boleh untuk membuat syair dan melantunkankannya selama syair tersebut, tidak bertentangan dengan aturan-aturan syari'at Memang terdapat perbedaan pandangan dikalangan para ulama tentang para penyair, dan semoga setelah membaca beberapa firman Allah, Hadis Rasulullah s.a.w dan pandangan Imam Imam An-Nawawi kita di berikan petunjuk oleh Allah tentang
kebenaran dan jalan yang Lurus.
Tidak ada yang lebih sulit atau lebih mudah. Atau merasa lebih baik puisi daripada cerpen, cerpen dibandingkan naskah drama, dst. Ia memiliki kekuatan masing-masing. Bukan hanya sekadar berdasarkan selera, tetapi ada hal-hal lain yang harus kita pertimbangkan. Pada intinya berkaryalah. Biarkan pembaca menilai atau mengkritik. Sebab, sebuah karya yang lahir dan telah dipublikasikan, berarti sudah menjadi hak pembaca untuk memberikan penilaiannya. Biarkan karya itu menemukan takdirnya sendiri. Apakah tercatat di etalase ‘megah’ sastra. Atau kemunginan paling buruk, di tong sampah yang berkarat dan lapuk sebelum waktunya. Yang penting belajar dan terus belajar. Bukankah belajar merupakan sebuah proses bagaimana kita bertahan hidup? Dan juga belajar dan bertahan hidup termasuk perintah agama (perintah Allah)?, Semua ada dalam Islam. Dituliskan dalam karya sastra Islam. Sastra yang tidak melanggar syari’at, semata-mata lillahi Ta’ala, karena Allah.
Akhirnya, Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhanmu. Pernyataan ini jelas menyatakan bahwa sebenarnya sastra Islam itu berazaskan Qur’an dan Hadist. Segala sesuatu yang dituliskan bagaimana kita berdakwah lewat sastra untuk mengumpulkan pahala-pahala ibadah tidak hanya ibadah ritual tetapi juga ibadah sosial. Tidak hanya ibadah vertikal, tetapi juga horizontal. Tidak hanya kepada Allah, tetapi juga terhadap kemaslahatan Ummat. Konsep keseimbangan. Dan, jika semua hal itu dilakukan karena Allah, maka tidak usah ragu----Baca, baca, baca dan tulislah! Mari berdakwah lewat sastra , untuk menyemai berkah, dan memanen pahala ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
Said Hawwa: Al Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta-2004
Jakob Soemardjo: Sastra dan Pemberadaban di Indonesia (artikel Bentara Budaya)
Majalah Horison, 7/1984
http://fordisastra.com/modules.php?name=News&file=article&sid=567
Heri Ruslan: Sastra dalam Peradaban Islam. Artikel Islam Digest, 9 Oktober 2011
ibid
a b Sukron Kamil: Corak Baru Genre Sastra Islam Indonesia Mutakhir, Republika, 4 Mei 2010.
Prof Abdul Hadi WM, Artikel: Sastra Islam Melayu Indonesia, 2008
ibid
Abdul Hadi WM. Makalah: Islam, Puitika Al Quran dan Sastra, 2003
Yanuardi Syukur, Catatan Pertemuan Organisasi, 2009.
MENYEMAI BERKAH DI LADANG DAKWAH
M. RAUDAH JAMBAK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment