Wednesday, 23 September 2020
NASKAH : DRAMA
NYANYIAN KERINDUAN
s i n o p s i s
hidup adalah kesabaran menunggu mati.
berjalan, berlari, semua tak perlu buru-buru.
di kota kecilyang hanya tinggal puing dan
reruntuhan itu…
bondan, gogom, dan durak
menyatukan rasa yang sama walau sebelumnya
mereka tak pernah saling kenal.
kejujuran telanjang.
semua kebejatan moral diakui tanpa ada yang
disembunyikan. Ketiganya ingin mati bersama
ketiganya menunggu kapan dan dimana perjalanan
hidup itu berakhir.
Entah tali siapa yang jatuh, atau bahasa
Mereka sampai dan sethan menangkanya.
“aku ingin mati duduk saja!”
NYANYIAN KERINDUAN
Pemain: …………………………………… bondan
……………………………………. gogom
……………………………………. durak
sutradara : ………………………………
set pangung: ………………………………
cahaya : ………………………………
musik : ………………………………
produksi : ………………………………
KARAKTERISTIK TOKOH:
-Setiap tokoh memiliki tiga karakter(55,65, 75)
CAHAYA
masih gelap…
S E T
DI TENGAH PANGGUNG TERDAPAT SEBUAH LEVEL SEDANG, SELEBIHNYA PUING BANGUNAN RUNTUH. GEDUNG BERTINKAT, PERKANTORAN, TOKO, DAN LAIN SEBAGAINYA. SEBELUM LAYAR DIANGKAT TERDENGAR NYANYI SUNYI DARI BALIK LAYAR.BONDAN TELAH ADA DISANA SEJAK TADI, IA MENUNGGU SESUATU. BONDAN LARUT DAN HANYUT DALAM MALAM YANG MENCEKAM. KOTA INI KECIL DAN SUDAH MATI.
SESAAT MUNCUL ORANG SEBAYA (GOGOM).
G O G O M : Malam… kita belum berkenalan…
B O N D A N : Apakah penting artinya bagi mu?
G O G O M : Ya…
BONDAN : (sinis) Dengan berkenalan seseorang menambah dosa.
HENING
G O G O M : Kau malas bersuara. Aku merasakan sesuatu dalam jantung ku, malam
inikau dikejar ketakutan.
B O N D A N : Tidak, kau jangan menduga!
BONDAN MELANGKAH, DA MATANYA TERTUJU PADA SEBUAH GEDUNG YANG HANYA TINGGAL PUING ITU.
G O G O M : Kau menyesal?
B O N D A N : Sok tahu. Aku jadi enggan menyampaikan sesuatu
yang juga harus kau ketahui.
G O G O M : Katakanlah kalau kau benci perkenalan ini. Dulu aku juga begitu.
sekarang sebaliknya aku ingin mempunyai sahabat lebih banyak lagi.
Hitung-hitung masih diberi umur panjang. Ulurkan tangan mu…
B O N D A N : Kau mendesak. Berarti kau takut pada usia mu yang hanya tinggal
beberapa kalender lagi. Tapi memang itu sangat baik
(mengulurkan tangan).
KEDUANYA BERKENALAN.
G O G O M : Nama mu?
B O N D A N : Kau?!
G O G O M : Ditanya malah nanya. Katanya ingin mencari sahabat yang baik?
B O N D A N : Tapi bukan yang keras kepala!
G O G O M : Rupanya kau tahu kalau aku keras kepala.
B O N D A N : Nama ku Bondan. Lebih dikenal dengan Bon.Nama mu?
G O G O M : Gogom, tidak punya nama pendek.
HENING
B O N D A N : Kita merasakan sesuatu yang sama.
G O G O M : Mungkin.
B O N D A N : Kota ini tak berpenghuni lagi.
G O G O M : Maksudnya?
B O N D A N : Kota ini tidak lagi bercerita tentang pengemis, gelandangan, pelacur,
pengusaha, atau tentang apa saja. (tempo) Kita kesepian, kita bernasib sama. Dulu aku masih bisa menghirup dan merasakan bau kota ini. Kau tahu kenapa aku begitu serius memandang gedung yang tinggal puing itu?!.
GOGOM MENGGELENG.
B O N D A N : Aku pernah jadi pejabat disana. Dalam kamar kerja aku sering bercanda
dengan sekretaris pribadi ku, namanya Karina. Orangnya cantik dan penuh gairah…oh…oh…
G O G O M : Oouuuwww saying sekali, kenapa kau tidak meneruskannya?
B O N D A N : Dia keburu mati.
SESAAT
G O G O M : Kau yakin kita bisa hidup lebih lama lagi?
B O N D A N : Di kota yang sudah menjadi bangkai ini terlalu banyak sethan yang
bergentayangan.
G O G O M : (takut) Huss…jangan begitu. Kita hanya berdua disini.
B O N D A N : Takut?
G O G O M : Nggak. Cuma seram.
B O N D A N : Dengan sisa umur ini aku tidak punya perasaan apa-apa, kecuali…
G O G O M : (mendesak) Apa itu?!
B O N D A N : Kebaikan…
G O G O M : Kenapa?
B O N D A N : Aku takut dengan kebaikan, makanya aku sua berbuat jahat. (tiba-tiba)
Bangsat kecoak itu!. Aku yakin kalau daerah ini tidak mati, pasti hidup kita melebihi masa lalu. Kita terlalu banyak dosa Gom… Aku pernah bertempur sewaktu masih berkuasa tapi bukan perang.Sekarang melihat bentuk peluru saja aku ngerih. (sesaat) Lihat bangunan itu sama kotornya dengan tubuh kita. Debu-debu ini sayang bila dibuang, karena ia harus turut mempertanggung jaabkan apa yang pernah kita lakukan disini.
G O G O M : Revolusi tidak pernah berhenti kawan. Sekarang –pun kita tengah
menjalankannya.
B O N D A N : Kau yakin revolusi masa lalu bisa melahirkan kemerdekaan di alam
kubur?
G O G O M : Itu nanti saja, saat kita diadili.
B O N D A N : Apa yang kau maksud nanti?
G O G O M : Aku akan mengaku secara jujur, bahwa aku ini adalah orang bejat.
B O N D A N : Bagus.
G O G O M : Aku sudah siap sahabat.
HENING
B O N D A N : Kalau salah satu diantara kita mati, kebisuan yang akan tercipta.
G O G O M : Tadi katanya berani…
B O N D A N : Harus berani, sebab aku bukan pengecut.
G O G O M : Berarti kau juga sudah siap?
B O N D A N : Ya, aku sudah siap menebus dosa yang pernah ku lakukan.
SUASANA TEGANG. MALAM MENJALAR SEMAKIN PEKAT. KEDUANYA BINGUNG. MONDAR-MANDIR DI SEKITAR TEMPAT ITU.
G O G O M : Sekiranya kita mati bersama-sama…
B O N D A N : Itu tidak mungkin, kalau –pun terjadi itu bukan kta. Gom… kau sudah
tahu kan kenapa aku disini?
G O G O M : Belum.
B O N D A N : (marah) Bodoh! Kau termasuk orang yang lambat membaca pikiran
orang.
MASING-MASING BERJALAN DENGAN PIKIRANNYA SENDIRI.
G O G O M : Saat ini aku ingin merasakan semua itu seperti tidur nyenyak.
B O N D A N : Itu memang enak…(ngantuk) kau ku tinggal…
G O G O M : Kemana?
B O N D A N : Tidur, siaa tahu cara ini bisa lebih baik.
G O G O M : Tidak ada pesan…?
B O N D A N : Tidak.
BONDAN TERTIDUR DISANA. GOGOM SESEKALI MEMANDANGINYA. IA NAMPAK BEGITU
KASIHAN PADA BONDAN. SESEKALI DITEPISNYA TUBUH BONDAN
YANG DIGIGIT NYAMUK.
G O G O M : Kalau aku tidur seperti dia, mungkin peristiwa akan sama. Tapi aku ingin
sesuatu yang berbeda.
HENING DALAM WAKTU YANG PANJANG. SESEORANG MUNCUL DIIRING NYANYIAN DARI BALIK LAYAR.
NYANYIAN DARI BALIK LAYAR
detak detik waktu
mengalir bagai air
riaknya menembus
nurani kelabu…
penantian kita semua
dijerat rasa bimbang
tulusnya bukan
sekedar piutang
detak detik waktu
bergerak makin cepat
kita mati bisu
nafas telah tersumbat
-----------------------------
D U R A K : Rupanya ada orang disini. Kau…aku…dan dia. Siapa nama teman mu
itu?
G O G O M : Bondan, berdarah campuran.
D U R A K : Kasihan, begitu lelah…
G O G O M : Hampir tiga jam dia tidur.
D U R A K : (mengulurkan tangan) Panggil aku Durak.
G O G O M : Gogom.
D U R A K : Dari mana?
G O G O M : Ujung timur dekat jembatan tua.
DURAK TERBAHAK…
G O G O M : (medan) Kenapa tertawa?!
D U R A K : Heran.
G O G O M : Kenapa?
D U R A K : Jembatan tua. Kau tidak menyadari kalau diri mu juga tua seperti
jembatan itu. Kau memang orang dulu tapi pikiran mu telah bercampur
dengan pikiran sekarang.
SESAAT
D U R A K : Aku kehilangan cinta dan segalanya…
G O G O M : Sangat disayangkan bila kau atau aku telah kehilangan cinta. Bukankah
kita sedang menjalin cinta dalam persahabatan ini. Siapa yang
mengatakannya pada mu?
D U R A K : (sedih) Naluri ku…
G O G O M : Untuk apa kau menangis? Kita telah banyak berbuat. Dari batas
kebajikan serta bertumpuk nafsu keangkuhan yang melahirkan sesuatu
di jaman ini.
D U R A K : Kau pintar berbicara. Apa kau pernah menjadi penceramah
terkemuka?. Setidaknya aku merasa bangga jika kau berterus terang.
Katakanlah…
G O G O M : Bukan sahabat. Kata-kata itu pernah dititipkan almarhm
ayah ku dahulu.
D U R A K : Di abad ini kau masih bisa bercerita tentang ayah mu. Aku sudah lupa,
bahkan kuburannya –pun tak pernah ku singgahi lagi. Kau masih ingat
dimana kuburan ayah mu?
G O G O M : Masih. Bahkan aku masih sering kesana.
D U R A K : Hebat. Diatas dunia ini kaulah satu-satunya diantara berjuta manusia
yang masih mampu menghafal jalan ke kuburan orang tua.
G O G O M : Aku punya catatan di dalam jiwa ini.
D U R A K : Kau patut diberi acungan jempol.
G O G O M : Itu tidak perlu. Sikap itu belum tentu menunjukkan rasa simpatik.
D U R A K : Apa yang harus ku berikan?
G O G O M : Cukup dengan kata hebat saja. Dan itu bukan berarti sanjungan bagi ku.
Sebab aku tak pernah merasa berkuasa disini.
D U R A K : Hebat! Kau memang hebat!!
G O G O M : (marah) Jangan ulangi lagi kata itu!. Dia akan membuat kepala
seseorang menjadi besar, kakinya semakin kecil, apa lagi kepala ku.
HENING
D U R A K : Menunggu?
G O G O M : Ya.
D U R A K : Aku juga. Cukup lama hingga tulang-tulang ku mulai lelah.
G O G O M : Jangan begitu.Kita masih kuat waau penantian itu belum juga terlihat.
HENING
G O G O M : Kau pernah beristri?
D U R A K : Pernah.
G O G O M : (berbisik) Berapa orang?
D U R A K : Empat orang.
G O G O M : Semua kau gilir?
D U R A K : Bergantian.
G O G O M : Sekarang…?
D U R A K : (sedih) Amblas! hilang!! (tempo) Istri ku yang pertama hilang di telan
ombak, ketika kami sama-sama berlayar ke suatu tempat. Pantai itu
penyebabnya. Seminggu setelah itu aku kawin lagi dengan gadis pinggir
pantai. Tak lama kemudian dia –pun menemui ajalnya.
G O G O M : Di telan ombak?
DURAK MENGGELENG.
G O G O M : Kenapa?
D U R A K : Ketika kami sama-sama makan bubur di sebuah warung ujung jalan
kota ini.
G O G O M : Keracunan?
D U R A K : (menggeleng) Dia menelan bubur berikut sendoknya.
G O G O M : Kenapa?Rasanya tidak masuk di akal.
D U R A K : Begitu kenyataannya…
G O G O M : Terkejut sekali.
D U R A K : Kok bisa begitu?.
G O G O M : Seumur hidup baru kali ini mendengar kejadian aneh. Aku turut
berduka cita.
D U R A K : Terima kasih. (sesaat) Istri ku yang ke tiga dan keempat kelakuannya
luar biasa. Mereka senang berpacaran dengan anak muda yang jauh
beda usianya dengan ku.
G O G O M : Kasihan.
HENING.
G O G O M : Penantian ini sia-sia…
D U R A K : Harus dijalani.
G O G O M : Tidak akan datang. Tempat ini penuh dengan dosa dan bau keringat
manusia.
BERFIKIR SEJENAK.
D U R A K : Lalu dimana?
G O G O M : Di bekas rumah ku.
DURAK MELIRIK KE ARAH BONDAN YANG SEDANG TERTIDUR.
D U R A K : Berarti kau harus membangunkannya.
G O G O M : Ya…
GOGOM MEMBANGUNKAN BONDAN YANG MASIH TERLELAP.
G O G O M : Bondan bangun…
BONDAN TAK MEMPERDULIKAN GUGAHAN ITU.
D U R A K : Bandel ya…
G O G O M : Tenang saja. Bangun Bondan kita sudah punya teman lagi.
BONDAN TERSENTAK BANGUN.
BONDAN : (kaget) Ada apa ha?!
G O G O M : Kita punya sahabat lagi.
D U R A K : Benar, nama ku Durak…
BONDAN : Mau Durak…mau Daud itu kebebasan mu!
G O G O M : Dengar dulu…
BONDAN : Tidak perlu!.
D U R A K : (memelas) Kasihanilah aku… Kita sama senasib.
BONDAN : Apa mau mu ha?!.
D U R A K : Kita pindah ke tempat yang lebih layak.
BONDAN : Untuk apa?!
D U R A K : Disini seperti garong kesannya.
G O G O M : Ulurkan tangan mu…
BONDAN : (mengulurkan tangan) Nih…ow tangan mu kasar , kapalan. Buruh pabrik
atau…
D U R A K : (sombong) Bekas pengusaha sekarang sudah beralih profesi menjadi
pencari batu-batuan.
BONDAN : Oo begitu…
G O G O M : (berbisik) Kau masih angkuh. Ingat kita harus bersih, jangan ada terselip
kesan yang kotor.
BONDAN : Apa betul sikap ku begitu?.
G O G O M : Bersikaplah yang lugu, sederhana, dan penuh ramah tamah.
BONDAN : Baiklah. Maaf tadi masih tersisa mimpi tentang raja-raja. Siapa
namanya tadi?
D U R A K : Durak, dan kau…?
BONDAN : Bondan.
G O G O M : Ayo…
BONDAN : Aku tidak ikut, kalian saja. Tinggalkan saja alamatnya…
D U R A K : Tadi sudah ku ceritakan.
BONDAN : Belum.
GOGOM MENGELUARKAN SECARIK KERTAS DARI DALAM TAS KULITNYA. KEMUDIAN IA
MENULISKAN SESUATU.
G O G O M : (menyerahkan) Nih, secepatnya…
BONDAN : Pasti.
D U R A K : Jangan lupa kalau ia datang segera temui kami.
BONDAN : Ya…
DURAK DAN GOGOM MENINGGALKAN TEMPAT. BONDAN TINGGAL SENDIRI DISANA. IA
KEMUDIAN MENGELUARKAN SEHEAI KERTAS KORAN BEKAS DARI DALAM TASNYA.
BONDAN : Lebih enak tiduran…
TERDENGAR SUARA SERENE DENGAN TARIKAN PANJANG. BONDAN SIBUK MENCARI
SUMBER SUARA SERENE ITU. SEBETAR CAHAYA MERAH SEBENTAR CAHAYA KEMBALI
SEPERTI SEMULA.
BONDAN : (pucat) Mungkin dia sampai. Aku harus bersiap menyambutnya.
DENGAN BERALASKAN KORAN IA REBAH DISANA.
CERITA II
RUMAH HANYA TINGGAL PUING SAJA. BEGITU LAMPU DINYALAKAN, DURAK TELAH
DUDUK PADA KURSI REOT BERHADAPAN DENGAN GOGOM. USIA KEDUA TOKOH ITU
TELAH SEMAKIN TUA.
G O G O M : Penipu!.Sudah cukup lama kita menunggu. Semoa ia tahu kalau kita
masih ada.
D U R A K : Mungkin ia tersesat.
G O G O M : Keterlaluan!!.
D U R A K : Sudah sepuluh tahun kita duduk disini menunggu kedatangannya.
Biarkanlah…kita tidak usah memikirkannya lagi.
HENING.
D U R A K : Jenuh?
GOGOM MENGGELENG..
D U R A K : Kenapa waja mu lesu?
G O G O M : Waktu yang membuat kita lelah. Dalam usia lima puluh lima tahun kita
sama-sama menunggu, sama-sama menginginkan kehadirannya.
Namun seorang sahabat kita sudah menjadi penghianat.
D U R A K : Jangan mengupat. Tetaplah duduk disitu.
HENING BEBERAPA SAAT. KEMUDIAN TERDENGAR SUARA LANGKAH YANG BEGITU
BERAT.
G O G O M : (tersentak) Itu dia?
D U R A K : Kenapa langkahnya berat?!
BONDAN MUNCUL.
BONDAN : Selamat malam…lama menunggu?
GOGOM DAN DURAK TIDAK PERCAYA. MEREKA SALING BERPANDANGAN.
G O G O M : (takut) Kau…kau siapa?
D U R A K : Iya siapa?
BONDAN : Aku bondan, kenapa kalian lupa…
G O G O M : (curiga) Jangan jangan…
BONDAN : Masih manusia…
GOGOM MEMPERHATIKAN KAKI BONDAN.
G O G O M : (berbisik) Kata orang-orang ua dulu sethan atau hantu ada kelainan
pada kakinya.
D U R A K : Tidak cecah?
G O G O M : Ya…
KEDUANYA SEMAKIN SERIUS MEMPERHATIKAN BONDAN, TAPI KEMUDIAN GOGOM
LANGSUNG MEMELUK BONDAN.
G O G O M : Bondan… oh maafkan kami sahabat.
DURAK –PUN TERHARU, LALU IAPUN MEMELUK BONDAN.
BONDAN : Apakah sudah ada tanda-tanda…?
D U R A K : Sepertinya begitu.
G O G O M : Mungkin disini kita bertemu.
BONDAN : Kita harus tetap sama.
D U R A K : Ya… jangan terpisah.
HENING.
WAKTU TERUS BERGULIR DARI TAHUN KE TAHUN. DITANDAI OLEH CAHAYA LAMPU
YANG SALING BERGANTIAN. SEKETIKA PENTAS GELAP. DALAM KEGELAPAN ITU MUSIK
MENGALIR BEBERAPA SAAT LAMANYA.
CERITA III.
CAHAYA TERANG. KETIGA ORANG ITU MASIH DUDUK PADA TEMPATNYA SEMULA.
NAMUN KETIGANYA TELAH SEMAKIN TUA.
G O G O M : Aku lelah…tidak punya daya.
D U R A K : Tubuh ku gemetar.
BONDAN : Kita sama-sama gemetar.
HENING.
BONDAN : Matahari sudah tak mau memberikan cahayanya pada kita. Disini akan
terjadi kisah yang mungkin tak dapat diterima oleh manusia sesudah
kita. Mereka tidak akan pernah percaya kalau bekas tanah bangunan
rumahnya adalah puing sejarah. Kita penghuni tetap kota kecil ini.
Bisa saja mereka mencari buku sejarah atau komik-komik yang
menceritakan kisah kita.
D U R A K : Tapi penerbit sudah tidak ada.
G O G O M : Kita catat peristiwa ini diatas kertas.
BONDAN MENGELUARKAN BEBERAPA LEMBAR KERTAS DARI DALAM TAS KULITNYA.
BONDAN : (pada gogom) Kau saja yang menulisnya.
D U R A K : Sedikit saja tulisannya. Nama kita beriga, dan jangan lupa
sertakankalimat yang menyatakan bahwa kita penah menjadi penghuni kota ini.
GOGOM MENULIS. YANG LAIN HANYUT DENGAN PIKIRAN SENDIRI.
MERAH MENJALAR DISEKITARNYA.
BONDAN : Lihat cahaya semakin merah…
D U R A K : Kita hanya punya waktu beberapa saat.
G O G O M : Kalau begitu sebelum pergi kita adakan pesta kecil
BONDAN : Ayo bergandeng tangan dan berkeliling. Ayolah…
MEREKA SALING BERGANDENGAN TANGAN. MENYANYI DAN BERKELILING DISANA.
NYANYIAN
yang menanti telah letih
makin tua
makin pikun
rambut putih
matahari mati
tanpa bara
tanpa api
SETELAH SELESAI MENYANYIKAN LAGU SEMUA TERDIAM(KECAPEAN). HENING
MENJADIKAN SUASANA SEMAKIN MENCEKAM.
BONDAN : Gogom…
GOGOM TETAP DIAM.
BONDAN : Kita harus berani mengambil keputusan dalam penantian ini. (tempo)
Kenapa kalian diam?!Berikan pendapat buat keberlanjutan kita.
G O G O M : (pada durak) Kau yang memutuskan…
D U R A K : Kaulah…
BONDAN : Kalau kalian percaya pada ku baiklah… sudahi dengan satu keputusan.
D U R A K : Asal tidak menyeatkan.
SESAAT.
BONDAN : Kita muak dengan dosa. Kita cari ketenangan abadi.
G O G O M : Entah sebesar apa palu yang dihentakkan diatas meja pengadilan
akhir jaman.
BONDAN : Aku menyadari, makanya aku berani membuat keputusan.
DARI ATAS SEUTAS TALI GANTUNGAN DITURUNKAN.
MEREKA HERAN DAN SEDIKIT TAKUT.
D U R A K : Lihat itu…mungkin inilah cara yang diberikan.
BONDAN : Terima saja. Biar aku yang pergi duluan.
G O G O M : Aku saja.
D U R A K : Tidak adil. Kia bertiga disini.Kita harus menikmatinya bersama-sama.
BONDAN : Mestinya buka satu tapi tiga atau dua…
SEUTAS TALI JATU LAGI DARI ATAS.
G O G O M : Dua…kau bagaimana Durak?
D U R A K : (bingung) Aku akan meneguk sesuatu, bersiaplah..
G O G O M : Racun?. Dari mana kau peroleh itu?.
D U R A K : Sejak lama sudah ku rencanakan.
DURAK MENGANGKAT SEBUAH PETI LALU MELETAKKANNYA DI BAWAH TALI
GANTUNGAN ITU.
D U R A K : Naiklah biar ku geser peti ini…
BONDAN DAN GOGOM MELANGKAH, LALU NAIK KE ATAS PETI.
D U R A K : Tunggu, biar ku teguk dulu racun ini.
BONDAN : (sewot) Kau duluan?!
D U R A K : Mati seperti ini tidak gampang. Sebelum nafas ku berhenti pasti aku
sempoyongan lalu kejet-kejet. Saat sekarat itulah aku menggeser peti ini.Ayo pasang tali itu ke leher kalian.
MEREKA MEMASANGNYA.
BONDAN : Ini sesat, mungkin punya arti tersendiri. Percuma kita hidup dosa kita
telah bertumpuk. Korupsi, perempuan, menghisap darah, dan bahkan menelan keringat orang yang kedudukannya di bawah kekuasaan ku. Cuma itu kata terakhir ku… sekarang giliran kalian.
G O G O M : Ini penebus dosa. Aku lebih takut pada kehidupan. Kematian ini telah
ku ikhlaskan dari lubuk hati paling dalam. Aku pernah merendahkan
martabat wanita dan para gelandangan sebagai ampas tebu yang dimamah dan harus dibuang dimana saja. Cuma itu pengakuan ku. Kau Durak…
D U R A K : Mungkin sethan menangkap bahasa kita. Berpuluh tahun hidup dalam
kesesatan, akhirnya kita mati pun harus sesat. Ini menebus kealfan manusia.Aku pernah tidur seranjang tanpa nikah.
BONDAN DAN GOGOM SUDAH SIAP. SEDANGKAN DURAK SEMPOYONGAN DANMULAI
KEJET-KEJET.
HENING SESAAT.
D U R A K : Kalian sudah siap?!
K O O R : Sudah….!!
DURAK MENGGESER PETI ITU. BONDAN DAN GOGOM TERGANTUNG DI TALI.
DURAK SEMAKIN KEPAYAHAN, TAPI IA MASIH BISA BERSUARA.
D U R A K : Ah….Oh…..aku akan mati duduk saja!
-E N D-
@
07.1987
revisi: 17.09.96
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment