Wednesday, 23 September 2020

KETIKA KURIKULUM 2013 ANGKAT BICARA

KETIKA KURIKULUM 2013 ANGKAT BICARA Undang-Undang Nomor 20 tahun 2004 Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Muatan Lokal. Menurut Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah terbitan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) tahun 2006, Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada, atau materinya terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan Lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal. Muatan lokal merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, misalnya adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, yang digali untuk memperkaya khasanah budaya dan dapat membangun serta meningkatkan pemikiran, sikap, dan perilaku untuk membentuk pribadi yang efektif guna mencapai sukses sejati sebagai karakter bangsa dan negara Indonesia dalam rangka menunjang kompetensi peserta didik. Meski banyak meraih prestasi gemilang di kancah dunia dalam berbagai olimpiade sains dan matematika, rata-rata kemampuan berpikir anak Indonesia secara ilmiah tetap dianggap masih rendah. Hal ini sempat dimunculkan lewat penelitian Trends in International Mathematics and Science Study 2007 (TIMSS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengatakan bahwa kurikulum baru yang tengah menjalani fase uji publik ini bertujuan utama membangun kemampuan berpikir anak secara ilmiah. Dia yakin bahwa ini akan berdampak baik mengingat banyaknya laboratorium alami yang dapat dieksplorasi oleh anak-anak. "Kita ini punya laboratorium terlalu banyak. Jadi semestinya bisa kita dorong lagi anak-anak ini agar mampu berpikir scientific," kata Nuh. Dia menambahkan bahwa dengan tingginya intensitas anak melakukan observasi langsung tentang fenomena alam di lapangan, mereka dapat lebih yakin terhadap suatu hal. Selanjutnya akan muncul berbagai pertanyaan kritis dari rasa ingin tahu anak-anak ini terhadap fenomena alam yang sedang diobsevasi. "Ini aktivitas intelektual akan berjalan. Kalau sudah begini, tinggal diajari untuk menalar sesuatu. Transfer ilmu pun terjadi," jelas Nuh. Selama ini, anak-anak malas mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya karena kemampuan berpikir mereka dibelenggu pada hal-hal yang sifatnya biner. Intinya jika anak menjawab tidak sesuai dengan guru, maka jawaban mereka langsung disalahkan tanpa dilihat proses anak menjawab. "Kurikulum baru ini nanti tidak boleh seperti itu. Anak diberi ruang. Sekarang kalau kurikulum nggak diubah ya nggak dapat apa-apa," tandasnya. Sejumlah praktisi pendidikan berpendapat bahwa kurikulum 2013 belum diperlukan karena perlu pengkajian lebih lanjut serta sosialisasi secara luas kepada masyarakat agar dapat memahami perubahan kurikulum tersebut. "Sebenarnya pergantian kurikulum baik, tetapi tidak secepat ini. Perlu waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mengerti serta memahaminya, terutama bagi masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan," kata seorang praktisi pendidikan, dosen, sekaligus staf penerbit buku sekolah Suwardi Edhytomo beberapa waktu yang lalau. Senada juga dikatakan oleh seorang praktisi pendidikan lainnya Subagya, kurikulum yang sedang berjalan saat ini pada dasarnya baik, terutama dari segi proses belajar. "Namun, beban materi untuk anak Sekolah Dasar (SD) terlalu banyak," kata Subagya. Tekanan pelajaran masih pada aspek kognitif. Di Jerman hanya empat pelajaran yakni berhitung, berbahasa, olahraga, dan seni. Jadi, kurikulum 2013 ini belum diperlukan. Sebaiknya ambil saja materi yang relevan dan penambahan soft skill atau pendidikan karakter sehingga bekal kemampuan dan keterampilan dasar untuk kehidupan sesuai bagi perkembangan anak usia SD yang optimal. Lebih lanjut Suwardi Edhytomo menambahkan pergantian kurikulum ini membuat masyarakat panik sehingga perubahan kurikulum perlu waktu untuk dikaji terlebih dahulu serta diikuti dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan sosial masyarakat. Suwardi dan Subagya sependapat bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi SD belum perlu untuk tersendiri sebaiknya digabungkan saja dalam mata pelajaran Pengetahuan Umum. Sementara itu, Subagya menjelaskan soft skill atau pendidikan karakter tercakup dalam ketangguhan pribadi (IQ), sosial (EQ), dan spiritual (SQ). Daniel Goleman seorang ilmuwan Amerika Serikat menegaskan keberhasilan hidup manusia ditentukan oleh 15 persen ketangguhan pribadi (IQ) dan 85 persen justru oleh soft skill atau pendidikan karakter. Kurikulum 2013 Akan Mengedepankan Pendidikan Berbasis Science Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merubah kurikulum pendidikan pada 2013. Perubahan yang paling berdasar adalah nantinya pendidikan akan berbasis science dan tidak berbasis hafalan lagi. Kurikulum 2013 ini juga akan Mengedepankan Pendidikan Berbasis Science Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merubah kurikulum pendidikan pada 2013. Perubahan yang paling berdasar adalah nantinya pendidikan akan berbasis science dan tidak berbasis hafalan lagi. "Yang paling esensial dari 2013 yang kita rancang, untuk SD itu pendekatan yang kita gunakan semua berbasis science. Itu oleh anak dikenalkan, mulai melihat memperhatikan bertanya, observasi, sehingga tidak lagi diorientasikan kepada hafalan-hafalan," jelas Mendikbud M Nuh di kantor wapres Jl Veteran, Jakarta, Selasa (13/11/2012). Nuh mengatakan untuk pendekatan pembelajaran tematik integratif, jumlah pelajaran bisa di kurangi dari 10 menjadi 6 mata pelajaran. Namun, jumlah waktunya akan ditambah, sedikitnya menjadi 4 jam dalam seminggu. Enam mata pelajaran itu adalah Bahasa Indonesia, PPKN, Matematika, Agama, Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani. Nuh menjelaskan pendekatan pembelajaran tematik integratif contohnya Guru Bahasa Indonesia bisa juga menjelaskan tentang fenomena alam dalam pelajaran IPA. "Misalnya ambil tema tentang sungai, sudah ada bahan IPAnya di situ. Sungai itu ada airnya, rumusnya H2O, bisa mengalir kenapa karena ada perbedaan tekanan. Juga memiliki derajat kejernihan, bisa wudhu, satu mata pelajaran bisa dikaitkan kemana-mana, kotoran sungai tercemar, dan seterusnya. Dengan demikian anak-anak memiliki kemampuan utuh. Anak-anak SD tidak mendapat pendekatan yang terpisah-pisah, tapi utuh. Mudah mempelajari sesuatu yang kecil-kecil jika sudah dewasa," paparnya. Kurikulum ini untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. (berbagai sumber).

No comments: