Tuesday, 22 September 2020
PELAJARAN MEMBACA
Sajak M. Raudah Jambak
MEMBACA ASPAL
Mungkin banyak yang belum mengerti
Mengapa aspal selalu memaknai kerebahannya
Ada yang datang dan pergi
Ada yang disambang dan terbuang
Ada yang menjelang dan menghilang
Ah, andai saja ia bercerita tentang kita, tentu
Kau dapat menebak ke mana arahnya
Tetapi, ia lebih memilih kebungkaman
Baginya hal itu lebih indah ketika menikmati
Segala kebisingan dan kecemasan kita
Serta kerahasiaan yang sampai saat ini
Belum dapat kita pecahkan, walaupun
Sesekali waktu kita mencoba membongkarnya
Lalu menutupnya kembali sambil membawa
Rasa kecewa sekaligus rasa lega dan bagi kita
Pun tidak faham ke mana muaranya
(tentang sebuah kelemahan adalah kekuatan)
MEMBACA USIA
mungkin aku yang terlalu bernafsu
mencumbui waktu
padahal jalanan ini masih seperti
yang kemarin, tempat kita selalu
menghitung jumlah tapak kaki yang
kita jejakkan
dan cuaca selalu bercanda dengan kita
membiarkan kita blingsatan membaca usia, lalu
ia tertawa diam-diam sambil melangkah pergi
tapi, hari ini aku hanya bisa mengutuki uban
yang tak pernah pergi walaupun
sesaat
PIRING
Bukan karena piring itu kosong atau berisi lalu kau merasa bahagia atau sedih. Tetapi, ia juga mampu menjerumuskanmu ke penjara. Bersebab karena perutmu yang kosong, atau malah kekenyangan.
“Jangan buang. Jual saja,” ujar istrimu yang tengah hamil tua. Entah mengapa, ia tak pernah berhenti mengidam. Padahal niatmu hendak memberikan piring usang itu ke tetangga dan ingin menggantikannya dengan yang baru.
Dan ketika makan malam bersama wajah istri dan anakmu berbunga-bunga melihat kilau piring baru. Mereka bersorak persis disaat siaran televisi menyiarkan sekumpulan bocah di penampungan mengangkat tinggi-tinggi piring kaleng di tangannya.
....perutmu mual bersama suara sirene di kepalamu.
MEJA MAKAN
Betapa luka perasaannya, seandainya kau tahu tidak ada apa-apa yang terhidang di sana. Pun, termasuk ketika kau selesai menikmati hidangan penuh selera. Tetesan sambal, serpihan tulang-tulang, ataupun tumpahan jus anggur yang tak kau sadari memerihkan hatinya. Walau kau lapis wajahnya dengan beludru merah jambu.
Untung saja pembantu setiamu segera menyadari itu, sambil sesekali mengutil rimah-rimah semur kambing kemudian diam-diam dibungkusnya dalam kantong plastik yang memang sudah dipersiapkan dari rumah, untuk suami dan anak-anaknya. Dan menghidangkannya kembali di atas meja makan dengan keropos-lapuk di kakinya.
TELUR REBUS
Anak-anakmu berebut telur rebus terakhir yang sebenarnya sengaja kau sisakan untuk sarapan pembantu setiamu. Padahal sebelumnya pembantumu sengaja menghadiahkan untukmu karena rasa bahagia, sebab seekor ayam betina yang tersesat di dapurnya diam-diam bertelur di atas bantal tempat tidurnya yang beralaskan jerami penuh rayap.
Entah mengapa kau begitu murka, begitu tahu ada setengah kehidupan yang menyembul di serpihan telur rebus yang jatuh berantakan dari tangan anak-anakmu.
SAMBAL TERASI
Pembantumu begitu gembira begitu sambal terasi asli buatannya kau lahap begitu saja. Padahal bau busuk yang enggan singgah dari mulut dan tanganmu membuat anak-anakmu kehilangan selera.
Sayang kau tak menyadari makna hakiki sebenarnya dari bau busuk dan pedasnya.
LOTUS
Mungkin setelah lotus bertunas pada hati kita
Tak ada ketakutan selain cinta berwarna merah muda
Yang terus membawa harumnya kemana-mana
Ia menjadi sebuah kekuatan yang mengagumkan
Ia menjadi keberuntungan yang menyadarkan
Dan ia menjadi hidup di setiap kematian kita
Maka, setelah lotus lahir dari hati kita
Kemanapun melangkah tak ada lagi jarak
Ruang maupun waktu yang berdetak
Sedegup jantung. Selalu berbinar
Seterang matahari, seindah bulan
TERATAI MERAH
Lalu, apa arti cinta sesungguhnya bagimu
Apakah ia laksana kuda jantan yang terengah-engah,
Ataukah ia seindah kelopak teratai merah yang terbuka?
MAWAR MERAH
Dengan segenap keyakinan, aku bertandang
Kuharap kau sedang menungguku di ruang tamu
Tempat biasa kita berbagi cerita dan cinta
Jangan lagi kau sulam amarah, dari sisa kebencian
Sehabis hujan deras semalam. Sebab, aku sendiri
Gamang apakah itu yang dinamakan cinta
Aduh. Getar dada ini semakin debar. Tetapi,
Dengan setangkai mawar ini kita akan raup
Aroma rindu di taman hatimu yang penuh warna
SEPASANG CICAK DI LIPATAN BATIK BATAK
Sepasang cicak kedapatan bersetubuh
Di atas periuk dapurku, sekali waktu
Ketika tutup tutupnya terbuka
Dia menjatuhkan kotorannya
Disaat istriku menjaring airmatanya
Yang mengalir deras untuk menghilangkan
Dahaga anakanakku
Sepasang cicak kedapatan bersetubuh
Di atas kuali tungku dapurku, sekali waktu
Ketika kutanak airmata istriku, dia terjatuh
Dan jadi lauk bagi anakanakku
Sepasang cicak yang pernah
Kedapatan bersetubuh di dapurku
Telah menjadi darah
Telah menjadi daging
Bagi lumat jiwa kami
medan, 2011
BIODATA
M. Raudah Jambak, S. Pd, lahir di Medan, 5 Januari 1972. Pernah bersinggungan di Komunitas Forum Kreasi Sastra, Komunitas Seni Medan, Komunitas Garis Lurus, Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia, Komunitas Sastra Indonesia, Seniman Indonesia Anti Narkoba,dll. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMK, Dosen Ilmu Komunikasi Filsafat Panca Budi Medan. Alamat tugas : Jalan Jenderal Gatot Subroto km 4,5 Medan, Sumatera Utara. Alamat Rumah: Jalan Murai Batu Kompleks Rajawali Indah E-10 Medan, Sumatera Utara. Hp. 085830805157. Kontak Person TBSU- Jl. Perintis Kemerdekaan, no. 33 Medan. Saat ini sebagai Direktur Komunitas Home Poetry. Kegiatan terakhir mengikuti Temu Sastrawan III di Tanjung Pinang. Cukup banyak kegiatan yang digeluti sejak SD yang berkaitan dengan seni, sastra dan budaya. Lokal, nasional, maupun Asia Tenggara. Secara nasional dimulai pada event PEKSIMINAS di Jakarta (Teater, 1995), LMCP_LMKS di Bogor (sampai 2008), MMAS Guru-guru se-Indonesia di Bogor (200&), work shop cerpen MASTERA, di Bogor (2003), Festival Teater Alternatif GKJ Awards, di Jakarta , TSI 1-3, Juara Unggulan 1 Tarung Penyair Se-Asia Tenggara di Tanjung Pinang, Nominasi cipta Puisi nasional Bentara, Bali, dll.email: mraudahjambak@yahoo.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment