Wednesday, 23 September 2020
NASKAH : pUlAnG
PULANG
ADEGAN 1
SEORANG PEREMPUAN KECIL USIA 11 TAHUN TIDUR DI BALAI-BALAI SEBUAH RUMAH BERATAP RUMBIA. BALAI-BALAI YANG PADA ADEGAN TERTENTU JADI GUBUK DI TENGAH PEMATANG SAWAH. MUNGKIN SEMACAM DIPAN BERUKURAN 3 KAKI.
PEREMPUAN YANG KEMUDIAN BIASA DIPANGGIL TIURLINA ITU, MENDEKAP KEDUA LUTUTNYA SEPERTI ORANG YANG KEDINGINAN. DAN MEMANG HAWA PERKAMPUNGAN YANG DINGIN ITU MEMBUAT TIURLINA TIDAK BISA MELAKUKAN AKTIVITAS APAPUN DISITU.
TIURLINA TAMPAK PUTUS ASA TIDAK MAMPU MENAHAN DINGIN UDARA
TIURLINA : Pung..... Ompung, dingin Pung...... aku tidak tahan, aku mau pulang saja ke Sidempuan.
OMPUNG : Lawan inang...... dinginnya harus dilawan. Anak kota ...... mau masuk sekolah SMP di kampung ....kok gak tahan sama dingin.
TIURLINA : Dinginnya mencucuk tulang....Ompung.
Lihatlah tanganku merinding kedinginan
OMPUNG : Pergilah kau mandi di pancuran, biar dinginnya hilang. Ayo...pergilah!
Dan jangan lupa kau bersabun, sejak semalam ompung lihat kau tak mandi-mandi
TIURLINA : Aku tidak tahan dingin Ompung.....!
OMPUNG : Pergilah kau mandi....Makin lama kau disitu, dinginnya akan makin menjadi-jadi.
TIURLINA : Ah.. sudahlah Pung.... besok aku pulang saja... dari pada aku ikut testing dan tak lulus lagi.....lebih baik aku tidak usah masuk sekolah..... biar saja aku manganggur
OMPUNG : He...inang... didesa Pargumbangan ini, kau tak perlu ikut testing kalau mau masuk sekolah negeri itu, tidak seperti di Sidempuan. Disini muridnya serba kekurangan, jadi kau bisa saja terus masuk belajar.
TIURLINA : Tapi Pung...
OMPUNG : Sudahlah inang.... sekarang pergilang kau mandi... ayo cepat..pergilah kau...mandi
Ayo cepatlah... apa perlu Ompung paksa kau inang....
TIURLINA : Aaaaa.... Ompung pun...!
(DENGAN RASA MALAS MENINGGALKAN OMPUNG MENUJU AIR PANCURAN)
OMPUNG : Cepat kau mandi inang..... jangan lama-lama kau di pancuran
ADEGAN 2
SAYUP-SAYUP TERDENGAR DARI MASJID SUARA ANAK-ANAK MEMBACA AL’QURAN. YANG MENGAJARI ANAK-ANAK ITU ADALAH SEORANG LAKI-LAKI SEBAYA DENGAN TIURLINA. DI SUATU PERSIMPANGAN JALAN SETAPAK – TIURLINA BERPAPASAN DENGAN LAKI-LAKI ITU NAMANYA TAGOR.
TAGOR : Assalamualaikum......
TIURLINA : Walaikumsalam .....
TAGOR : Ise do ho (siapakah kau)
Mangua ho di son ( kenapa kau ada di sini)
TIURLINA : Aku Tiurlina... biasa dipanggil dengan Tiur.
Tadi aku keasyikan mendengar anak-anak mengaji
Kau sendiri siapa...
TAGOR : Aku Tagor... aku guru mengaji anak-anak itu
Oya.... kau masih sekolah.... sudah kelas berapa sekarang
TIURLINA : Aku baru mau masuk ke sokolah SMP Negeri Joring...
Aku datang dari Padangsidempuan...Sekarang aku tinggal di rumah Ompungku
Ompungku namanya Maratua.... kami tinggal di sebelah Sopo Godang.
TAGOR : Kalau begitu kita bertetangga..... rumahku kira-kira dua ratus meter dari Sopo Godang.... Aku juga sekolah di SMP Negeri Joring, sekarang sudah kelas 2
TIURLINA : Maukah kau jadi temanku...? aku tidak punya teman di Pargumbangan ini
Maukah kau berangkat ke sekolah bersama-sama denganku...?
TAGOR : Ya... aku mau.... aku mau jadi temanmu.... aku mau berangkat sama-sama ke sekolah denganmu
TIURLINA : Betul...?
TAGOR : Ya..... nanti sore aku akan datang bermain ke rumahmu
TIURLINA : Terima kasih ya telah mau jadi temanku.....
Oya sekarang kau mau kemana...
TAGOR : Aku mau membantu Bapak di sawah
TIURLINA : Aku juga.... mau menemani Ompung membajak sawah
TAGOR : Kalau begitu aku pergi dulu ya..... nanti sore aku akan menemui di sawah.
TIURLINA : Ya... aku tunggu...
TAGOR : Assalamualaikum.....
TIURLINA : Walaikumsalam......
TAGOR DAN TIURLINA MEMISAHKAN DIRI KE ARAH YANG BERLAWANAN, HATI TIURLINA BERBUNGA-BUNGA, PERASAANNYA SANGAT BAHAGIA. DIA JADI MERASA BETAH TINGGAL DI DESA OMPUNG – DESA PERGUMBANGAN.
.
ADEGAN 3
OMPUNG KELUAR MEMBAWA SEPERANGKAT ALAT UNTUK MEMBAJAK SAWAH
PERASAANNYA GELISAH KARENA SUDAH DARI TADI MENUNGGU TIURLINA, TAPI TIURLINA TIDAK MUNCUL JUGA. DIA BERJALAN KESANA KEMARI MELAMPIASKAN KEGELISAHANNYA.
OMPUNG : Tiur.....Oi..Tiur..... Dimana kau inang....
Tiurlina...... Oi... Tiur.....
TIURLINA MUNCUL DARI ARAH LAIN
TIURLINA : Pung...... Ompung.....
OMPUNG : Aduh Tiur.... darimana saja kau inang....
sudah dari tadi ompung tunggu kau..
TIURLINA : Aku pergi ke Sopo Godang....Pung
Kulihat banyak orang-orang latihan Tor-tor......
Ada Ibu-ibu, bapak-bapak dan bahkan anak-anak juga ikut
Oya....Apa ompung pandai manortor.....
Aku mau belajar menari Tor-tor.......Pung
Nanti ompung ajari aku ya.......
OMPUNG : Manortor itu tidak bisa sembarangan Tiur.
Adat manortor biasanya dilakukan pada acara pernikahan,
Puncaknya akan ada pemotongan kerbau....
Pemotongan kerbau merupakan suatu kebanggaan bagi penduduk desa
Apalagi bagi kalangan keturunan raja
TIURLINA : Di desa Ompung ini ada rajanya...?
OMPUNG : Di desa Ompung.... pengetua adat adalah seorang raja yang disegani.
Ahc..... sudahlah.... sekarang mari kita ke sawah
TIURLINA : Aku mau ikut latihan tari tor-tor itu Pung...
OMPUNG : Nanti di sawah Ompung kenalkan kau dengan Liung......
Si Liung itu jagonya manortor.... Kalau dia tidak sibuk atau bekerja membajak sawah......kau bisa minta dia melatih tor-tor
TIURLINA : Benar Pung....
OMPUNG : Iya benar.... ayolah sekarang kita pergi...
ADEGAN 4
DI ATAS DIPAN DALAM GUBUK PEMATANG SAWAH, TIURLINA MEMBARINGKAN TUBUHNYA.. SEDANGKAN OMPUNG MENCANGKUL TANAH SAMBIL SESEKALI MENYEKA KERINGAT DI WAJAHNYA.
OMPUNG : Tiur..... cepat turun tu son, kau bantulah menanam padi-padi ini.
TIURLINA : Ah....aku biar di sini saja Pung..... aku takut,
Lagi pula aku takut bajuku kotor oleh tanah sawah
OMPUNG : He... Tiur
TIURLINA : Tidak Pung..... aku tidak mau....
OMPUNG : Ulang sampe Ompung mangamuk....
Ompung ajak kau biar bisa membantu Ompung ....tau kau
TIURLINA : Aduh Pung..... tadi kata Ompung mau latihan manortor
Tadi Ompung bilang belajarnya di sawah
OMPUNG : Ya... Nantilah kalau kerja sudah selesai.....
sekarang kau tanam dulu bibit-bibit padi ini
Ayolah Tiur.....
TIURLINA : Aku capek Pung...
OMPUNG : Ahhhccc... itukan hanya alasan kau saja...
Kita harus menanam padi hari ini juga
Ayo Tiur.... kesini kau
TIURLINA : Aku Capek Pung..
OMPUNG : Jangan kau buat Ompung marah.....
Kalau menanam padi tak boleh marah-marah nanti padinya LAMBANG
TIURLINA : Tapi Pung....
OMPUNG : Gari ho songon danak na si sadun
Mulai dari tadi dia membajak membantu orang tuanya....
Kau apa..... dari tadi kerja kau duduk-duduk saja....
TIURLINA : Pung...... aku mau pulang.... saja ke rumah.....
Aku pergi pung..... besok saja aku akan bantu Ompung
Aku mau ke Sopo Godang... Pung
Aku mau melihat orang-orang itu Manortor....
(TIURLINA PERGI MENINGGALKAN OMPUNG)
OMPUNG : He.... Tiur.... Tiur....
Hoi.... inang...
ADEGAN 5
LIUNG DI PEMATANG SAWAH DENGAN TUBUH PENUH LUMPUR TANAH. SEJAK DARI TADI DIA TERUS MENCANGKUL TANAH.... TIDAK PERNAH BERHENTI SAMPAI TUBUHNYA BASAH OLEH KERINGAT.
TIURLINA MEMPERHATIKAN DARI JAUH..... TAKLAMA KEMUDIAN TIURLINA MENDEKATI LIUNG.
TIURLINA : Dari tadi kau kulihat membajak sawah sendirian....
Kenapa kau tidak bersama orang tuamu.......
Siapa nama kau.....
LIUNG HANYA MENATAP TIURLINA KEMUDIAN MENERUSKAN PEKERJAANNYA
Dari Tadi kulihat kau bekerja tidak pernah berhenti....
Apa kau tidak capek....
LIUNG BERHENTI MENCANGKUL TANAH.... BERJALAN KE GUBUK LALU MENGAMBIL AIR MINUM DARI TAS KECILNYA. TIURLINA MENGIKUTINYA SAMBIL TERUS BERTANYA KEHERANAN
Kenapa kau diam saja.....
Kau marah ya......
LIUNG : Namaku Liung.... aku sudah terbiasa membajak sawah sendirian.
TIURLINA : Kau Liung....?
Kata Ompung kau pandai manortor...
Kenalkan namaku Tiurlina..... tapi Ompung selalu memanggilku Tiur..
LIUNG : Ooooo..... aku sudah kenal sama kau...
TIURLINA : Kau sudah kenal sama aku.....
Bukankah kita baru saja bertemu..
LIUNG : Ompungmu yang mengatakannya semalam....
Tapi kalau kau mau belajar manortor... datanglah besok ke Sopo Godang
Sekarang aku mau membajak sawah lagi..
Kau pergilah.... jangan menggangu orang yang sedang bekerja
TIURLINA : Aku tidak mengganggu..... aku senang bisa berkenalan denganmu..
Aku dari Padangsidempuan...
Aku datang ke desa Pargumbangan ini mau meneruskan sekolah ke SMP Joring..
LIUNG : Baguslah..... kalau kau sekolah disitu...
TIURLINA : Bagus apanya...
Kau sendiri sekolahnya dimana...
LIUNG : Aku sudah tidak sekolah lagi.... dulunya aku memang sekolah di SMP Joring... tapi sekarang aku sudah keluar...
Aku harus membantu Ibu membajak sawah...
Sekarang Ibuku sakit-sakitan.... sedang ayahku sudah lama meninggal
TIURLINA : Oh... maaf..... aku tidak bermaksud apa-apa...jadi kau jangan bersedih
LIUNG : Sebenarnya sawah yang kukerjakan ini bukan milik kami.
Kami hanya membantu menanam dan menjaga padinya hingga panen.
Lalu jika panen nanti, pemiliknya akan memberikan upah
Jadi dengan begitu kami bisa membayar hutang kami sama Amangtua
TIURLINA : Kenapa bisa sampai berhutang..
LIUNG : Karena sewaktu ayahku meninggal, kami memotong kerbau
Tetapi uang untuk membeli karbau itu adalah uang Amangtua
Jadi kami berhutang sama Amangtua....
Dan untuk membayarnya kami lakukan dengan mencicil.
Aku pun tidak bersekolah
Aku harus bekerja mencari uang untuk membayar semua hutang-hutang itu sama Amangtua
TIURLINA : Apakah harus memotong kerbau kalau ada orang yang meninggal...
Kalau kita tidak sanggup membeli kerbau....kan tidak mesti berhutang
Apa setiap orang meninggal di desa ini akan memotong kerbau....
LIUNG : Begitulah adat desa di desa Pargumbangan ini...
Sebenarnya kalau tidak mampu.... tidak usah memotong kerbau
Memotong kerbau itu dilakukan hanya untuk keturunan raja-raja
Sedangkan bagi yang bukan keturunan raja..... merupakan suatu kebanggaan bisa melaksanakan acara memotong kerbau
TIURLINA : Jadi kenapa kalian tetap memotong kerbau.....
Padahal kaliankan tidak mampu.....
Apa keluarga kau keturunan raja juga...
LIUNG : Kami rakyat biasa....
Kami dari keluarga petani.....
TIURLINA : Jadi kenapa masih melaksanakan acara potong kerbau
LIUNG : Ibuku terpaksa melaksanakan acara adat potong kerbau
Walaupun harus berhutang sama Amangtua
Sebab kalau tidak dilakukan maka penduduk desa Pargumbangan ini akan memberi tanda pada keluarga kami tidak mau mematuhi adat desa
TIURLINA : Jadi acara potong kerbau itu hanya untuk memberi tanda kalau kita sudah mematuhi adat desa...
LIUNG : Penduduk desa merasa bangga jika sudah mematuhi dan menjalankan adat desa
TIURLINA : Liung.... aku akan mengirim surat pada ayahku dan menceritakan tentang adat desa yang kejam..... yang telah membebani keluarga tidak mampu seperti kalian
Aku akan minta ayahku datang ke desa ini.... melihat nasib penduduk desa ....
ADEGAN 6
DARI KEJAUHAN TAGOR BERLARI BERTERIAK MEMANGGIL LIUNG, NAFASNYA TERENGAH-ENGAH, WAJAHNYA PUCAT KETAKURAN
TAGOR : Liung........Liung.... Ibumu...Liung....Ibumu terjaduh dari atas tempat tidur
Sekarang dia dibawa Amangtua ke puskesmas.....
LIUNG : Hei.... Tagor... ada apa....
Apa yang terjadi sama Ibuku..
TAGOR : Ibu kau jatuh dari atas tempat tidur
LIUNG : Apa....???
TAGOR : Ibu kau jatuh..... kau cepatlah pulang....
TANPA MEMPEDULIKAN TIURLINA.... SECEPAT KILAT LIUNG LARI MENINGGALKAN TIURLINA SEDANG TAGOR MASIH TERUS MENGATUR NAFASNYA YANG TERENGAH-ENGAH.
TIURLINA : Kau telah membuat dirinya takut.....
TAGOR : Aku kasihan melihat hidup keluarga si Liung itu Tiur....
Tadi sewaktu aku mengantarkan nasi ke rumahnya, tiba-tiba Amantua marah-marah minta hutang-hutangnya.
tapi entah kenapa tiba-tiba ibunya terjatuh.
TIURLINA : Ayolah antarkan aku ke rumah si Liung itu
TAGOR : Ayo... cepatlah kita kesana....
ADEGAN 7
LIUNG DUDUK MENYENDIRI DI ATAS TANAH SAWAH. MEMUKUL-MUKUL SEBATANG KAYU KE TANAH. PANDANGANNYA KOSONG MENATAP JAUH KE TENGAH SAWAH.
IBUNYA YANG KEMUDIAN DIPANGGIL BU SONDANG DATANG MEMBAWA DUA KALENG BERISI PADI.
TAK LAMA KEMUDIAN TAGOR DAN TIURLINA MUNCUL, MEMBAWA SEKARUNG PADI
DISUSUL AMANGTUA MEMBAWA KARUNG YANG KOSONG
LIUNG PERGI MENJAUH MENUNJUKKAN KETIDAKSUKAANNYA MELIHAT AMANGTUA DATANG. MEMBAWA KARUNG YANG KOSONG.
KARUNG YANG KOSONG UNTUK TEMPAT MENGUMPULKAN PADI SEBAGAI PEMBAYAR HUTANG –HUTANG MEREKA SELAMA INI.
LIUANG : Ibu cepatlah berikan dua kaleng padi itu kepada Amangtua... lalu suruhlah dia cepat-cepat pergi dari sini.....
BU SONDANG : Jangan berkata begitu sama orangtua anakku....
LIUNG : Aku tidak suka melihatnya Ibu..... dia sudah membuat kita menderita
AMANGTUA : He.... Liung...!! jaga mulutmu...
Gari ho songon danak na di sadun
Sudah rugi aku kalian buat....
BU SONDANG : Sudah la... Amang....
Dia masih anak-anak....
Jangan Amang dengarkan kali cakapnya..
AMANGTUA : Hahc..... anak tak tahu di untung...
Sudah banyak uangku habis membantunya....
Tapi dasar anak tak tahu membalas guna
BU SONDANG : Sudahlah Amang.....
Nah ambillah ini dua kaleng padi
Cepatlah Amang pergi... jangan hiraukan dia....
Aku sakit Amang... bisa kumat jantungku melihat kalian terus berseteru
AMANGTUA : Kau nesehatilah dia.... bagaimana caranya hormat sama orangtua.
BU SONDANG : Tak apalah... nanti juga aku akan bilang padanya
Sekarang sudah kubayar hutangku....
Tentu tidak lama lagi aku akan melunasinya
AMANGTUA : Pakai apa mau lunasi....
Biji-biji padi kau saja banyak yang kosong... semuanya lambang...kosong..
Jadi rugi aku kau buat...
BU SONDANG : Tenanglah Amang.... minggu depan akan ada orang kota dari Padangsidempuan yang datang membawa uang....
AMANGTUA : Membawa uang kau bilang....
Bagaimanacaranya kau dikasih uang.
BU SONDANG : Entahlah Amang... semua itu karena Tuhan yang kuasa
Cepatlah Amang pergi...
AMANGTUA : baiklah kalau begitu terima kasih ya....
Nanti kau ceritakan sama aku ya... bagaimana caranya kau bisa dikasih uang sama orang kota itu.
AMANGTUA PERGI DENGAN SIKAP KEHERANAN SAMBIL MENIMANG-NIMANG KARUNGNYA YANG TELAH BERISI DUA KALENG PADI DARI BU SONDANG.
TIURLINA DAN TAGOR SALING PANDANG-PANDANGAN, HERAN MENYAKSIKAN AMANGTUA DENGAN SIKAP ANGKUH DAN KESOMBONGANNYA.
Adegan 8
DISOPO GODANG ANAK-ANAK MUDA LATIHAN MENORTOR, TAMPAK TIURLIMA, TAGOR, DAN LIUNG JUGA IKUT MANORTOR. TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN MUNCUL PAK KEPALA DESA DIDAMPINGI OMPUNG, BU SONDANG, DAN BEBERAPA PENGURUS KOPERASI.
LATIHAN MENORTOR PUN TERHENTI, SEMUA PANDANGAN TERTUNJU KE ARAH PAK KEPALA DESA.
KEPALA DESA : Maaf ya anak...anak... latihan kalian jadi terganggu.
SERENTAK : Ah... tidak apa-apa Pak ...... kami hanya latihan sekedarnya saja.
KEPALA DESA : Perkenalkan... bapak-bapak kita ini adalah pengurus koperasi, rencananya di disamping Sopogodang ini nanti, akan ada kantor Koperasi. Jadi Bapak-Bapak kita ini, ingin melihat ruangan yang ada di Sopogodang ini.
TIURLINA : Bapak dari Padangsidempuan ya Pak.... jadi Bapak pasti kenallah sama Bapakku... Bapakku juga kerja di kantor Koperasi....Beberapa hari yang lalu aku mengirim surat sama Bapak untuk datang ke desa Pargumbangan ini.
SESEORANG : Siapa nama Bapakmu, nak...
TIURLINA : Marsius....pak. Apa bapak-bapak kenal sama bapakku
SESEORANG : Bapakmulah yang mengirim kami ke desa Pergumbangan ini, jadi tadi kami telah sepakat dengan Bapak Kepala Desa untuk membuka kantor Koperasi di desa ini....
LIUNG : Ahc.....Koperasi sama saja dengan Amangtua..... tukang mencekik leher...
TAGOR : Ya... pak... di desa ini sudah ada Amangtua...
SESEORANG : Siapa Amangtua.... Oh..maaf pak kepala desa... siapa Amangtua yang dimaksud anak-anak kita ini.
KEPALA DESA : Orang-orang tua mereka selalu meminjam uang sama Amangtua....beguitu maksudnya pak..
SESEORANG : Oooo..... iya...iya....kami mengerti..
Jadi sekali lagi kami sampaikan bahwa Koperasi kita ini nanti memang menyediakan juga usaha simpan pinjam... menyediakan modal usaha untuk berdagang... atau kredit usaha tanpa bunga....
LIUNG : Wah.... baguslah itu.... jadi ibuku tak usah lagi meminjam ke Amangtua...
SESEORANG : Kalianpun boleh ikut membantu sebagai tenaga sukarelawan kantor Koperasi kalau kalian mau.....
SERENTAK : Maulah pak.... kami mau pak.... kami pun mau jadi pengurus koperasi....mulai kapan pak
SESEORANG : Mulai hari ini...kalian jadi seukarelawan kantor koperasi.
Tapi kalian hanya boleh datang ke kontor koperasi setelah pulang sekolah.
SERENTAK : Hore....... kita sekarang kerja di kantor koperasi....
SESEORANG MEMBAWA PLANG MEREK KANTOR KOPERASI DIIKUTI AMANGTUA DENGAN SIKAP YANG TIDAK SENANG. PLANG MEREK KANTOR KOPERASI ITU TERTULIS SEPERTI INI
KOPERASI DESA
TOLONG NADANGOL
ALAMAT : SOPOGODANG – PARGUMBANGAN
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
PLANG MEREK DILETAKKAN DI SUATU TEMPAT – TAK LAMA KEMUDIA AMANGTUA MARAH-MARAH TAK KARUAN.
AMANGTUA : Apa itu maksudnya... hah.... mau apa kalian sebenarnya... enak saja kalian pakai Sopogodang ini untuk kantor.koperasi.. pergi pulang kalian ke Sidempuan sana.. disana saja kalian buat Koperasi...jangan didesa ini.... jahanam kalian kalian... merusak kerja orang lain.
SESEORANG : Maaf pak.... kami tidak bermaksud mengganggu usaha Bapak....
AMANGTUA : Maaf...maaf... gak ada maaf..maaf... pokoknya aku tidak setuju... Pak kepala desa harus mengumpulkan dulu warga desa sini....jangan seenaknya saja menggunakan Sopogodang tanpa persetujuan warga desa sini tau.....
KEPALA DESA : Begini.... Amangtua...Adapun maksud pendirian koperasi ini adalah
AMANGTUA : Tidak ada begini....begini.... pokoknya aku tidak setuju....Aku akan panggil warga desa..sekarang....kalian semua bubar....bubar.... ayo bubar semua...
AMANGTUA MENGAMUK....SEMAKIN MENGAMUK MEMBUAT ORANG-ORANG AKHIRNYA MEMBUBARKAN DIRI SATU PERSATU. KECUALI LIUNG YANG SEMPAT KELUAR TIBA-TIBA DATANG MEMBAWA BALOK KAYU DAN MEMUKULKANNYA KE KEPALA AMANGTUA... TIDAK SEORANGPUN YANG TAHU... LIUANG TERUS MEMUKUL AMANGTUA HINGGA TAK BERDAYA..... PLANG KOPERASI ITU PUN DIDIRIKANNYA. LAMPU PADAM.
Bersambung...
Medan, 5 Juni 2009
SEORANG LAKI-LAKI DENGAN KAKI DAN TANGANNYA DIIKAT RANTAI BESI BERJALAN MENGELILING RUANG YANG KOSONG – PANDANGANNYA TAK BERPALING TERUS MENGHADAP JENDELA - SEPERTI TANPA TENAGA LAKI-LAKI ITU TERUS BERPUTAR-PUTAR MENGELILING RUANGAN.
LAKI-LAKI ITU BERNAMA MARSIUS – MELOLONG PANJANG SEPERTI SEEKOR SRIGALA KELAPARAN
LAKI-LAKI ITU MERANGKAK SEPERTI SEEOKOR SRIGALA YANG LAPAR – MENGAIS-NGAIS TANAH DI RUANG YANG KOSONG ITU.
ADEGAN 4
LOLONGAN PANJANG SRIGALA KELAPARAN ITU TERDENGAR SAMPAI KE TELINGAN IRING-IRINGAN WARGA KAMPUNG
SEKETIKA IRING-IRINGAN WARGA ITU BERHENTI – MEMANJANGKAN TELINGANYA MENDENGAR LOLONGAN LAKI-LAKI BAK SRIGALA KELAPARAN. MAKIN LAMA SUARA LAKI-LAKI ITU MAKIN MEMILUKAN DAN MENYAYAT-NYAYAT HATI
ADEGAN 5
DI ATAS BUKIT SEORANG PEREMPUAN BERTUDUNG KEPALA MELAYANGKAN PUKULAN MARTIL KE DINDING BUKIT.
DARI ATAS BUKIT BATU-BATU KECIL BERJATUHAN.
IRING-IRINGAN WARGA KAMPUNG BERJALAN MENGGENGGAM KARUNG YANG KOSONG LALU NAIK KE ATAS BUKIT
SUARA MARTIL MEMBENTUK IRAMA YANG KONSTAN DARI ATAS BUKIT MEMANCING KEINGINTAHUAN SEORANG LAKI-LAKI YANG TANGAN DAN KAKINYA TERIKAT RANTAI BESI UNTUK MENOLEH KE ATAS BUKIT LALU MENGAYUNKAN KEDUA TANGANNYA YANG TERIKAT ITU – MEMANGGIL PEREMPUAN BERTUDUNG KEPALA TAPI TANPA SUARA – HANYA TANGANNYA SAJA MELAMBAI-LAMBAI
ADEGAN 6
SEORANG LAKI-LAKI DENGAN KAKI DAN TANGANNYA DIIKAT RANTAI BESI BERJALAN LUNGLAI SEPERTI TANPA TENAGA – TANPA TUJUAN.
LAKI-LAKI DENGAN KAKI DAN TANGAN YANG TERIKAT RANTAI BESI ITU DENGAN PERASAAN PUTUS ASA MENGAMBIL SEBONGKAH BATU KEMUDIAN MEMUKULKAN BATU ITU HINGGA MENIMBULKAN SUARA MEMANGGIL PEREMPUAN BERTUDUNG KEPALA
LAMA LAKI-LAKI ITU MENGETUKKAN BATU-BATU TAPI PEREMPUAN BERTUDUNG KEPALA TIDAK MENGHIRAUKANNYA – LAKI-LAKI ITU PUN BERBALIK LANGKAH – LALU MENGHILANG DIBALIK TIKUNGAN JALAN SETAPAK.
DARI KEJAUHAN TEDENGAR BERSENANDUNG – SAYUP SAYUP SENANDUNG ITU TERDENGAR SAMPAI KE TELINGA WARGA KAMPUNG DI ATAS BUKIT. SUARA MEMILUKAN HATI SEORANG LAKI-LAKI, SEPERTI SUARA RINTIHAN MENAHAN SAKIT YANG PARAH MUNGKIN JUGA SUARA KARENA DIDERA PENDERITAAN HIDUP - SUARA RINTIHAN MEMECAH KESUNYIAN DI SEKITAR BUKIT
TIURMAIDA SETENGAH BERTERIAK IA MELONJAK (MENGGELIAT) MENAHAN SAKIT PADA INDUK JARI JEMPOLNYA YANG PECAH TERKENA PUKULAN MARTIL ALAT PEMECAH BATU DI ATAS BUKIT.
TIURMAIDA : Amangoi...... aduh amangoi... tolonglah aku...amang
Telah pecah pula tanganku ini kena pukulan batu
Darahnya menakutkan aku amangoi..
Apalah dosaku hingga kau timpakan bala sakit ini kepadaku Tuhan
Aduh amang....amangoi... sakit kali kurasa....
SAMBIL MENGGENDONG TANGAN KIRINYA YANG KEBAS, IA BERGEGAS TURUN KE BAWAH BUKIT. MENCARI DAUN PAGAPAGA UNTUK DIKUNYAHNYA. LALU KUNYAHAN DAUN PAGAPAGA ITU DILUMURINYA KE JARI TANGANNYA YANG LUKA TERBELAH.
TIURMAIDA : Amangoi..... amang
Yang pedihlah kurasa tanganku ini.
Seperti menahan desakan tusukan puluhan jarum kurasa
Sakitnya datang bergelombang menusuk lukaku amang
Perihnya amangoi.... Sakitnya meletup-letup
Pastilah tak bisa aku tidur malam ini amang
Sakit kali kurasa amangoi.... amang.
BIASANYA PAGAPAGA YANG TELAH DIKUNYAH BERCAMPUR LUDAH ITU SANGAT AMPUH MENYUMPAL LUKA DAN MEREDAM SAKIT DENYUTNYA YANG LUAR BIASA. DAN DAUN PAGAPAGA YANG DIKUNYAH BERCAMPUR LUDAH ITU CEPAT MENGHENTIKAN SEMBURAN DARAH YANG KELUAR MENGALIR MENETES NETES DI TANAH.
ADEGAN 7
BORU POHAN DATANG MEMBANTU – KARUNG YANG BERISI TUMPUKAN BATU-BATU YANG DIBAWANYA DARI ATAS BUKIT ITU DILETAKKANNYA DI TANAH. IA LALU MENGAMBIL LEMBARAN DAUN UNTUK MENUTUP LUKA JARI JEMPOL TANGAN TIURMAIDA LALU DIIKATKANNYA DENGAN TALI.
BORU POHAN : Istirahatlah kau dulu Tiurmaida
Nanti tambah parah pulak luka kau itu
Lagi pula
dengan luka sebesar itu, takkan bisa kau memecah batu-batu
Biarlah si Togu yang akan membantu kau
Sekarang istirahat sajalah kau
DARI ATAS BUKIT SAMBIL MENGELEBATKAN MARTILNYA KE BONGKAHAN BATU – TOGU SETENGAH BERTERIAK IKUT MENIMPALI UCAPAN BORU POHAN
TOGU : Iya kak
Nanti tambah parah pulak luka kakak
TIURMAIDA : Aku baru saja memulai pekerjaan ini
Karungnya pun baru berisi sepertiga
Padahal matahari yang melesat dari timur sejengkal lagi melintasi kepala
Seharusnya aku sudah mendapat empat karung batu.
Amangoi......aduh amang.... amangoi.....
BORU POHAN : Alah tak usahlah kau memaksakan diri Tiurmaida
Lihatlah tangan kau itu
Sekali kelebat lagi
pasti hancurlah jari tangan kau jika kau paksakan juga memecah batu
TOGU : Iya kak
Siapa yang akan mengurus Marsius jika kakak sakit
TIURMAIDA : Tapi batu yang kudapat baru genap satu karung
Sungguh malang nasibku amang
Sejak pagi tadi ---
Sejak pagi pagi sekali
Aku mengurus suamiku Marsius sampai aku telat naik ke bukit
BORU POHAN BERJALAN BEBERAPA LANGKAH MENAJAMKAN PANDANGANNYA ATAS BUKIT. LALU MENGAYUNKAN TANGANNYA BERKALI KALI SAMBIL BERTERIAK-TERIAK
BORU POHAN : Hei Togu....
Kau bantulah kakak kau ini
Lihatlah....sudah pecah pulak jari tangannya kena pukulan batu
Hei... Togu kau dengar gak suaraku... Togu.... hei Togu...
TIURMAIDA : Hah.. sudahlah
Biarlah dia selesaikan pekerjaannya
Biarlah kutanggung sakit Tanganku
Tolonglah ambilkan daun pagapaga biar berhenti darahnya
Cepatlah hampir tak sanggup aku menahan rasa sakitnya
BORU POHAN BERJALAN BEBERAPA LANGKAH MENCARI DAUN PAGAPAGA LALU NAIK KE ATAS BUKIT. LALU MENGAYUNKAN TANGANNYA BERKALI KALI SAMBIL BERTERIAK-TERIAK
BORU POHAN : Kasihan aku melihat kau Tiurmaida
Pagi sekali kau bangun
Tapi setiap kali kau mau pergi
yang kau dengar hanya umpatan sumpah serapah suamimu.
Kenapa tidak kau panggil saja dukun di kampung seberang
katanya dukun itu bisa mengobati penyakit gila suami kau si Marsius itu.
TIURMAIDA : Cepatlah bawakan aku daun pagapaga
Aku sudah tak tahan
Amangoi..... amangoi.....
BORU POHAN : Kenapa tidak kau bawa saja Marsius ke Dukun Mambang Hutan
TIURMAIDA : Tak apalah kak
Biarlah kurawat saja dia di rumah
Tak sampai hatiku melihat dia diperolok-olok dan dihina
Meskipun dimata keluargaku dan orang-orang kampung tak ada harganya
Tapi bagiku dialah laki-lakiku
Laki-lakiku amangoi.....
Tak rela aku dia dicaci maki amangoi... amang...
Sakitnya datang lagi...
Aduh amangoi.... sakitnya tanganku ini..
TIURMAIDA MENGGELIAT-GELIAT KESAKITAN. BORU POHAN PANIK MENCARI DAUN PAGAPAGA YANG BARU BERJKELILING BERLARI-LARI KECIL MENCARI KESETIAP SUDUT TANAH BUKIT – TERUS MENCARI SEMENTARA TIURMAIDA TERUS MENGGELIAT-GELIAT.
ADEGAN 8
CAHAYA MATAHARI MASUK DARI JERJAK JENDELA – DI SUDUT MANA MARSIUS MEMAINKAN JARI-JARI TANGAN DAN KAKINYA SEAKAN-AKAN MENGIKUTI IRAMA KETUKAN PALU DARI ATAS BUKIT TEMPAT WARGA KAMPUNG MEMECAH BATU.
SEPERTI TAHANAN BAWAH TANAH MARSIUS BERJALAN BERKELILING MENGITARI RUANGAN.
MARSIUS : Maramuda....
( ia bergumam tak beraturan tanpa irama dengan gumam yang sama)
Maramuda....
( seperti dihukum paksa melakukan pekerjaan ia melangkah seakan memikul beban yang berat di pundaknya)
Maramuda....
( menyeret sebuah beban dalam kehidupan yang panjang dan lama)
Maramuda...
( menyiksa tubuhnya sendiri.... berenang dalam lumpur debu tanah )
TIURMAIDA MUNCUL DARI SUDUT LAIN
MARSIUS : Air Maramuda....
( ia bergumam tak beraturan tanpa irama dengan gumam yang sama)
Air Maramuda....
( seperti dihukum paksa melakukan pekerjaan ia melangkah seakan memikul beban yang berat di pundaknya)
Air Maramuda....
( menyeret sebuah beban dalam kehidupan yang panjang dan lama)
Air Maramuda...
( menyiksa tubuhnya sendiri.... berenang dalam lumpur debu tanah )
TIURMAIDA MENYERET TUBUH MARSIUS KE DALAM RUANG KHUSUS TEMPAT BIASA IA MENELANJANGI MARSIUS DAN MEMANDIKAN TUBUH BERSELEMAK DEBU TANAH ITU.
SETIAPKALI AIR ITU MENGGUYUR MARSIUS – AKAN TERDENGAR ERANGAN KETAKUTAN – MEMILUKAN DAN TENTU SANGAT MENYEDIHKAN
MARSIUS : Air menghanyutkanmu anakku .... oh Maramuda yang malang....
( ia bergumam tak beraturan tanpa irama dengan gumam yang sama)
Air itu anakku ......Maramuda oi...maramuda yang malang ....
( seperti dihukum paksa melakukan pekerjaan ia melangkah seakan memikul beban yang berat di pundaknya)
Jangan..... jangan mati di air Maramuda....
( menyeret sebuah beban dalam kehidupan yang panjang dan lama)
Jangan ....jangan mati anakku..... jangan mati....
( menyiksa tubuhnya sendiri.... berenang dalam lumpur debu tanah )
ADEGAN 9
DARI KEJAUHAN BORU POHAN DAN TOGU MENYELINAP MENGINTIP TIURMAIDA MENGURUS SUAMINYA MERSIUS. SEBAGAIMANA BIASA IA LAKUKAN SETIAP PAGI – PAGIPAGI SEKALI TIURMAIDA BANGUN – SEBELUM IA PERGI MENUJU KE ATAS BUKIT DISEMPATKANNYA MENGHALAU SETIAP AMUK KEKACAUAN PIKIRAN SUAMINYA.
SUARA-SUARA MEMILUKAN ITU BEGITU MENGIRIS HATI BORU POHAN
BORU POHAN : Begitu sabarnya dia mengurus Marsius
Meskipun Marsius tak tentu waktu melampiaskan gerutu
Dia tidak akan pernah sanggup membiarkan suaminya itu dalam keadaan kacau.... taukah kau Togu... pahamkah kau bagaimana setianya Dia pada suaminya!?
TOGU : Keluarga yang malang Namboru... Perempuan semuda itu tersisih dari keluarga....
BORU POHAN : Tiurmaida setia menghalau setiap amuk yang menyuruk ke tubuh Marsius
Kadang tengah malam ia harus bangun dari tidur yang nyenyak demi mendiamkan Marsius yang berteriak-teriak
TOGU : Tampaknya ia tidak leluasa bergerak, dan sering Marsius menggigit tangannya bahkan luka bekas gigitan itu begitu menyakitkannya
BORU POHAN : ya... Tiurmaida pernah mengeluhkan hal itu.
Ketika Ia berupaya mendekap tubuh suaminya itu, secepat kilat rahang suaminya menyergap tangannya hingga terasa menyakitkan ketika ia memulai bekerja memecah batu
ADEGAN 10
TIURMAIDA MENYERET TUBUH MARSIUS KE ATAS DIPAN LAPUK BERODA TAK BERKAPUK LALU SETELAH TIURMAIDA MEMBUKA RANTAI KAKI MARSIUS, DIA MEMASUKKAN KEDUA KAKI MERSIUS KE DALAM BALOK DAN MERANTAINYA KEMBALI.
TIURMAIDA : Demi Tuhan...!!??
Tidak akan kutinggalkan kau dalam penderitaan ini
Kau tambah kurus saja dari hari ke hari
Mata kau cekung
Melengkung seperti sepasang sakit yang mencabik-cabik hati
MARSIUS : Maramudaku dimana.....
TIURMAIDA : Sudahlah Marsius
Semakin lama kau pikirkan Maramuda
Tatapan mata kau semakin kosong saja
Kosong bagai lorong yang teramat sepi
Sepi yang kemudian menyemburkan api penyesalan dan kegilaan
MARSIUS : Aku tidak gila
Pergi sana ...
TIURMAIDA : Lihatlah dagu dan rahang kau seperti tebing yang curam
Wajah kau rapuh dan penuh belukar
Tulang-tulang kau yang menonjol membuat bagian tubuh kau tampak seperti tinggal rangka
MARSIUS : Aku mau mati saja sama Maramuda...
ADEGAN 11
TIURMAIDA MENYERET TUBUH MARSIUS KE ATAS DIPAN LAPUK BERODA TAK BERKAPUK
TIURMAIDA MENYERET DIPAN LAPUK BERODA TAK BERKAPUK KE JALANAN MEMBAWANYA DENGAN PERASAAN KESEDIHAN DAN PENDERITAAN BATIN YANG DALAM.
CAHAYA MATAHARI MENGIKUTI LANGKAH PENUH HARAPAN DAN BULAN MENGIRINGI KEPULANGAN DARI KAMPUNG JAUH RUMAH DUKUN YANG DIANGGAP SAKTI BISA MENYEMBUHKAN TUBUH MARSIUS..
BORU POHAN DAN TOGU DATANG MENYAPA SETIAP KALI MEREKA MELIHAT TIURMAIDA BERLINANG DERITA MEMBAWA MARSIUS KEMANA-MANA
BORU POHAN : Tiurmaida.....oi... Tiurmaida.
Mau kemana kau membawa suamimu.
TIURMAIDA : Entahlah Namboru... kemana kaki melangkah ke situlah dia akan kubawa
BORU POHAN : Masih belum adakah tanda-tanda kesembuhannya.. padahalkan sudah berkali-kali membawanya ke dokter bahkan berkali-kali pula mandi dengan sesajen dukun-dukun kampung itu.
TIURMAIDA BERHENTI MELANGKAH – MENOLEH KEBELAKANG – MEMBUANG PANDANGANNYA KE TOGU DAN BORU POHAN
TIURMAIDA : Sudah kudatangi semua dokter tapi tidak seorangpun dokter dapat menyembuhkan Marsius, jangankan sembuh – berkurang pun tidak penyakitnya itu.
Sudah kudatangi banyak datu, orang pintar yang dianggap sakti, namun hasilnya nol beku.
Banyak datu sudah kukunjungi di kampung tetangga minta ramuan dewa
Tapi harapan sembuh seperti hantu saja.
Aku tidak tahu harus berusaha bagaimana lagi untuk menyembuhkannya
BORU POHAN : Apa kabar dengan Baginda Paruhuman
Masih seringkah ia membujukmu agar meninggalkan Marsius...??
TIURMAIDA : Tidak boleh sesiapapun memaksaku agar meninggalkan Marsius, walau itu Bapakku sendiri Baginda Paruhuman. Karena itu didadaku ada kekuatan lain yang membuat aku bertahan. Selagi bersama Marsius – dadanya yang lapang ibarat danau yang menampung segala kepedasan hidup. Oleh sebab itu, aku tetap memilih merawat suamimu dari pada menuruti bujukan Baginda Paruhuman Bapakku itu.
BORU POHAN : Apalah salahnya kalau kau menikah lagi Tiurmaida, kau masih muda, lagi pula kau bisa melakukan mangidolong (........................................................)
Mangidolong adalah satu-satunya cara yang bisa kau tempuh, pulanglah kau ke rumah orangtuamu, dengan begitu keluarga suamimu nanti akan datang menjemputmu, dan jika kau tetap menolak dan minta cerai maka suamimu nanti harus menjatuhkan talak
TIURMAIDA : Sudah kupikirkan itu semua, keputusanku sudah bulat dan tidak akan meninggalkan Marsius atau melakukan mangidolong (................................ .)
BORU POHAN : Pikirkanlah sekali lagi kakak..!!
TIURMAIDA : Aku tidak akan mangidolong meskipun itu diperkenankan hukum kampung. Menurut adat istiadat orang batak seorang istri pantang meminta cerai
Andaipun terpaksa aku tetap tidak akan mau menceraikan Marsius.
BORU POHAN : Tidakkah lebih baik Ali Tukma anak Amang Boru kau itu yang menjadi suamimu – Ali Tukma anak laki-laki dari saudara perempuan Baginda Paruhuman itu meskipun telah duda beranak tiga, tetapi ia sehat dan kaya.
TIURMAIDA : Sudahlah... jangan Namboru campuri hidup keluargaku
Jangan kacaukan pikiranku dengan rencana perjodohan itu
Aku muak..... dan aku bisa membenci Namboru...
Pergilah Namboru dari hadapanku....
BORU POHAN : Tiurmaida....!!!
TIURMAIDA : Aku dengan tulus masih mencintai Marsius -- Namboru,
Aku telah bersumpah tidak akan meninggalkannya
Lagi pula kami tidak sedang bertengkar.
BORU POHAN : Apakah memang tidak ada keinginan kau kawin lagi...sedang suami kau menderita gila yang tidak mungkin tersembuhkan.
ADEGAN 12
DENGAN SUSAH PAYAH TIURMAIDA DAN MARSIUS MENGASAH KESABARAN. TAK PATAH ARANG MEREKA PERGI BEROBAT KESANA KEMARI – BERJALAN TAK HENTI-HENTI – SEMUA BIDAN KAMPUNG MEREKA DATANGI – BERUNGKALI KALI KE RUMAH SAKIT TAPI VONIS DOKTER SANGAT MENGIRIS HATI.
TIURMAIDA : Terus terang.....kukatakan Namboru
Memang dalam pikiranku sering datang keinginan menikah lagi
Akan tetapi
Setiap kali mengenang pahit manisnya kebersamaan hidup bersama Marsius – keinginan picik itu seketika lenyap.
BORU POHAN : Usia kau masih tiga puluh dua tahun Tiurmaida
TIURMAIDA : Aku tahu segala resiko yang akan kutanggung
Aku sudah terbiasa menahankan beling perihnya sebuah resiko
Bukankah resiko yang mengintai ketika aku memutuskan menikah dengan Marsius akan menjauhkan diriku dari keluarga?
Alasan penolakan itu terlalu mengada-ada – hanya bersebab dendam masa lampau – hanya karena lamaran ayahku pernah ditolak Ibu Marsius.
Tekadku sudah bulat menikah dengan Marsius apapun resiko yang kuhadapi
Itulah sebabnya mengapa aku nekad melakukan Marlojong
BORU POHAN : Dan kalian kawin lari
TIURMAIDA : Ya....Namboru...
Kami marlojong
Karena hanya itulah satu-satunya jalan agar kami bisa berumah tangga
Lagi pula marlojong itu tidak bertentangan dengan adat kita
BORU POHAN : Lalu Baginda Paruhuman murka ketika melihat anak kau dan Marsius kawin lari.
TIURMAIDA : Marahnya makin menjadi-jadi ketika ditemukannya abit partading dibawah bantal tempat tidurku – seperangkat bakal baju, sepucuk surat, dan sejumlah uang sebagai pertanda aku berketetapan hati memilih Marsius sebagai suamimu.
BORU POHAN : Bukankah utusan keluarga Marsius sudah datang kerumah kau memberitahu peristiwa Marlojong itu.
TIURMAIDA : Sia-sia saja Namboru
Walaupun mereka sudah merembukkan pernikahanku dengan Marsius. Akan tetapi ayahku Baginda Paruhuman tetap tidak setuju.
BORU POHAN : Tapi apakah kau benar-benar telah menikah dengan Marsius Tiurmaida...?
TIURMAIDA : Jangan ragukan pernikahanku dengan Marsius Namboru.
Abang Marsius sendiri yang menjadi wali datang menikahkan kami.
Aku telah bersumpah tidak akan meningalkan Marsius – meskipun Baginda Paruhuman ayahku tidak setuju dan orangtuaku memutuskan tali darah denganku
BORU POHAN : Benarkah Baginda Paruhuman tidak mengakui kau lagi sebagai anaknya
TIURMAIDA : Tidak hanya ayahku.. tetapi juga semua keluarga dan sanak Famili bahkan warga kampung satu persatu mulai menjauhi kami – membenciku dan terkadang datang memarahiku
BORU POHAN : Aku turut perihatin melihat penderitaan kau Tiurmaida
Tenangkanlah hati kau .... jangan terlalu kau pikirkan kali Marsius
Nanti kau pula yang sakit karena terus memikirkan dia.
TIURMAIDA : Bagaimana aku bisa tenang kalau untuk makan saja aku tidak bisa mengumpulkan banyak batu – karung yang keempat... setidaknya hari ini aku harus mengumpulkan sembilan karung batu
BORU POHAN : kau tidak boleh memaksa diri Tiurmaida... kalau kau sakit nanti – siapa yang akan mengurus kau dan suamimu
TIURMAIDA : Aku memang sudah sakit Namboru
BORU POHAN : Ceritakanlah padaku Tiurmaida – aku ingin tahu semua perkara yang membuat kau begitu menderita.
TIURMAIDA : Marsius sekarang benar-benar hilang ingatan Namboru – dia menderita gila yang berat – aku tak tega melihat dia setiap hari terus mengingat anaknya Maramuda – anakku satu-satunya yang kuharapkan bisa meluluhkan kemarahan ayahku....
Sembilan tahun kami menanti seorang anak tapi sia-sia dan selama itu pula kami menerima cibiran orangtua dan sanak famili
“Lihatlah......!! kutukan telah berlaku bagimu Tiurmaida ... kau telah dikutuk – kau anak durhaka”
Apakah kami memang telah terkutuk Namboru .... katakanlah apakah kami benar-benar telah terkutuk.....! telah terkutuk...!!!!
Ayolah namboru----katakan kalau aku ini memang anak yang dikutuk karena tidak menuruti kemauan orangtua....! Aku terkutuk...!! aku memang telah terkutuk..... terkutuk.......Truhan tidak adil...
BORU POHAN : Hei..!! Tiurmaida..! jangan kau siksa dirimu seperti anjing kesurupan
Tidak ada kutukan... dan tidak ada orang yang bisa mengutuk kau...
Buktinya kau dan Marsius telah melahirkan seorang anak bukan...?
TIURMAIDA : Belum sempat kami merasakan hidup senang ...lalu kutukan itu datang lagi menghantam kami – Anakku Maramuda mati terbawa pusaran arus sungai...
Dasar Marsius saja yang tidak bisa menjaga anaknya sendiri...bagaimana mungkin anak seusia dia dibawa-bawa mandi ke sungai....Usianya baru dua tahun sembilan bulan
Oihda..... sakitnya hati ini kurasa
Entah kenapa selekas itu Maramuda pergi.....
BORU POHAN : Takdir Tiurmaida...... itulah takdir hidup kau
Percayalah kau pada takdir Tuhan bahwa segala peristiwa senantiasa merindangkan pohon hikmah.....
Ambillah hikmah dari semua kejadian itu.
TIURMAIDA : Tapi anakku Maramuda sudah mati Namboru.... dia sudah mati
ADEGAN 13
SEORANG LAKI-LAKI DENGAN KAKI DAN TANGANNYA DIIKAT RANTAI BESI BERJALAN LUNGLAI SEPERTI TANPA TENAGA – TANPA TUJUAN. LAKI-LAKI ITU TERUS BERJALAN LALU MENGHILANG DI TIKUNGAN JALAN
TIURMAIDA TERHARU – DIA RESAH DAN JUGA PASRAH.
SEBUAH KERETA DOROING MEMBAWA PECAHAN BATU BATU – CAHAYA SILHUET MENYAPU TINGGI BUKIT – SOROT CAHAYA YANG TAJAM MENGIKUTI GEROBAK DORONG
TOGU MENGUTIP BATU-BATU PECAHAN – MENYAPU TANAH – MENGUMPULKAN BATU-BATU.
DIKEJAUHAN WARGA KAMPUNG BEKERJA MEMECAH BATU – BUKIT – BUKIT YANG TADINYA SUNYI MENJADI GADUH OLEH SUARA MARTIL-MARTIL MEMECAH BATU BATU
TIURMAIDA MENYERET KARUNG BERISI BATU BATU – PELUH KERINGAT MEMBASAHI TUBUH
BORU POHAN MEMBAWA KAYU BAKAR DI PUNDAKNYA – CAHAYA TAJAM MENYOROT LANGKAH YANG KELELAHAN. KAYU BAKAR ITU DILETAKKANNYA DEKAT TUMPUKAN KARUNG-KARUNG BATU.
TIURMAIDA MELETAKKAN KARUNG KARUNG BATU ITU SATU PERSATU DI TANAH – DARI MULAI KARUNG BATU PERTAMA YANG DIBAWA DARI ATAS BUKIT – SAMPAI KARUNG BATU KE LIMA YANG KEMUDIAN DILETAKKANNYA DISUATU TEMPAT
ADEGAN 14
TOGU BERLARI TERGOPOH – GOPOH MENCARI TIURMAIDA SAMPAI TIDAK DIPEDULIKANNNYA DIRINYA PENUH LUMPUR
KETIKA BERLARI TOGU JATUH TERPELESET DIKUBANGAN LUMPUR DEKAT KAKI BUKIT
DIATAS BUKIT ITU HANYA TAMPAK BORU POHAN SEDANG BEKERJA MENGHANTAMKAN MARTILNYA MEMECAHKAN BATU
TOGU : Tiurmaida.......
Hei kak Tiurmaida....
Marsius mengamuk lagi kak...
Rantai ikatannya lepas....
Dikejarnya anak-anak kampung
Dirampasnya seorang anak dari dalam gendongan
Kak Tiur..... hei kak Tiur segeralah kak Tiur pulang ke rumah
BORU POHAN : Hei Togu...!!! kenapa pula kau berteriak-teriak begitu
Ada apa rupanya...
TOGU : Marsius mengamuk Namboru
Orang-orang kampung ketakutan
Dibunuhnya pula nanti anak kecil itu
BORU POHAN : Anak siapa yang kau maksud
TOGU : entahlah namboru.. entah anak siapa yang sudah diculiknya itu..
Cepatlah panggilkan Tiurmaida itu Namboru
BORU POHAN BERGEGAS MELANGKAH SAMBIL BERTERIAK MEMANGGIL TIURMAIDA.
BORU POHAN : Oi.....Tiurmaida
Turunlah kau sebentar dari atas bukit itu
Ada kabar buruk yang dibawa si Togu tentang suamimu si Marsius
Oi Tiurmaida... kemarilah kau
TOGU : Abang Marsius makin tidak terkendali saja kak Tiur
Dia merampas anak-anak kecil seumur Maramuda dari gendongan ibu-ibu di kampung – karena ulahnya itu pula ia dipukul warga kampung
BORU POHAN : Oi.....Tiurmaida
Turunlah kau dari situ...
TOGU : Ayolah kak Tiur... kasihan Bang Marsius
Warga kampung menghajarnya dan dia sekarang terkapar – direndam ke dalam lumpur sawah dan seluruh tubuhnya penuh luka.
BORU POHAN : Parahkah lukanya Togu
TOGU : Entahlah Namboru...
Tapi kulihat lumpur sawah berubah warnanya menjadi merah
Aku yakin... warna itu pasti darah yang mengucur dari luka bang Marsius
BORU POHAN : Alangkah hinanya jika orang-orang kampung memukulinya
Aku akan bicara sama Tiurmaidah supaya Marsius di pasung saja
Pergilah kau ke rumah... ambilkanlah pasung supaya kita pasung kakinya supaya dia tidak menakuti warga lagi.
TOGU : Apakah kak Tiur tidak marah atau sakit hati Namboru....
Apakah dengan aku membawa pasung tidak melukai perasaannya
BORU POHAN : Sudahlah... pergilah kau....cepat kau ambilkan pasung di rumah Namboru itu
Biar aku yang akan membujuknya....
Sudah lama si Tiurmaida ingin meminjam pasung itu... Cuma Namboru saja yang tidak sempat membawanya...
Sekarang pergilah kau...
Cepat kau datang.... jangan sampai si Marsius itu mengulah lagi
TOGU : baiklah Namboru
Kalau begitu aku pergi sekarang
ADEGAN 15
MAROLOP MUNCUL DARI SUDUT LAIN - MENGHITUNG LEMBARAN-LEMBARAN UANG YANG DIAMBILNYA DARI SAKU CELANANNYA. LALU MENGELUARKAN BUKU KECIL DARI DALAM TAS PINGGANGNYA.
TOGU MELEWATI MAROLOP BERJALAN TERGESA-GESA
MAROLOP : Hei... Togu apa yang kau bawa itu
TOGU : Pasung bang Marolop
MAROLOP : Untuk apa pasung itu kau bawa-bawa
apa sudah gila kau seperti si Marsius itu.
TOGU : Itulah maksudnya bang
Pasung ini untuk abang Marsius
Tadi abang Marsius mengamuk lagi
Gilanya makin tidak terkendali
Dia merampas anak-anak kecil seumur Maramuda dari gendongan ibu-ibu di kampung – karena ulahnya itu pula ia dipukul warga kampung.
MAROLOP : Jadi mau kau pasung pula kakinya
Ah... kau ini bagaimana
macam tak manusiawi saja kau kutengok
TOGU : Manalah pula aku berani bang..
Ditendangnya pula aku nanti
MAROLOP : Jadi kenapa kau bawa
TOGU : Namboru yang menyuruhku
MAROLOP : Macam tak ada kerjaan kau kutengok
Mana batu-batu yang mau kau jual samaku
TOGU : Ada bang.... ada...
Nanti setelah kuantar pasung ini
Aku segera menemui abang.....
TOGU BERANJAK PERGI MENINGGALKAN MAROLOP –
DARI KEJAUHAN SESEORANG MEMANGGIL MAROLOP – HANYA SUARA –
SUARA YANG KERAS DAN LANTANG TERDENGAR MEMANGGIL-MANGGIL
SUARA : Lae Marolop
Woi lae.....
Sudah banyak orang-orang menunggu abang di warung
Cepatlah abang datang... mereka tak sabar menunggu....
Sudah banyak penantangnya bang...
Hari ini pasti abang menang
MAROLOP : Sudah kubilang sama kau dari tadi....
jangan paksa aku... jangan paksa aku..
tapi kau terus memaksa ...
Kalau kau mau ajak aku minum kopi di warung.... janganlah sekarang
nanti malamlah
tidak kau lihat aku lagi sibuk
lagi pula
aku sedang menunggu orang-orang kampung datang kesini
menjual batu-batunya
SUARA : Besokkan masih bisa Lae sambung
Bersenang-senanglah kita sekarang
Ayolah kita habiskan dua pertiga malam di kedai kopi sambil berjudi
Aku yakin malam ini Lae pasti menang
MAROLOP : Ah... kau pengaruhi pula aku Le..
Kau tau... batu-batu ini lebih penting dari judi yang kau teriakkan itu
Besok aku harus mengirimkan batu-batu itu ke Sipirok atau Sidimpuan
Nanti sajalah seusai magrib aku datang
SUARA : Ya.. terserah Lae ajalah....
ADEGAN 16
MARSIUS MENGHANTAMKAN TUBUHNYA KE TANAH – BERGULING GULING SAMPAI TUBUHNYA KOTOR OLEH DEBU TANAH – MENJERIT JERIT – MENGERANG NGERANG – MERONTA RONTA SEPERTI ORANG KESURUPAN
TIURMAIDA MEMBAWA TUBUH MARSIUS KE MENYUSURI PEMATANG SAWAH DI KAKI BUKIT – AIR YANG TERGENANG MEMBUAT TANAH BERLUMPUR MEMBASAHI TUBUH MARSIUS
KAKI MARSIUS DIMASUKKAN KE DALAM BALOK KAYU. LALU DIIKAT DENGAN RANTAI
KARENA LELAH YANG MENGHANTAM TUBUHNYA.. MARSIUS MENGIKUTI SAJA KEHENDAK TIURMAIDA.
TIURMAIDA MENYUAPKAN BUTIRAN-BUTIRAN NASI DARI PIRING KALENG KARATAN DAN MINUM DARI CANGKIR KARATAN PULA.
TIURMAIDA MEMANDIKAN MARSIUS DENGAN KAKI TERPASUNG – MARSIUS GELAGAPAN SAMPAI AKHIRNYA TUBUH YANG BERLUMPUR ITU BERSIH DARI TUBUHNYA.
ADEGAN 17
SUARA ORANG ORANG MEMECAH BATU MEMBUYARKAN LAMUNAN TIURMAIDA
DARI SUDUT LAIN BORU POHAN DAN TOGU MENEGUR SAPA.
BORU POHAN : Oi...Tiurmaida
Sudah berapa karung batu yang kau dapatkan
TIURMAIDA : Ini karung yang ke enam Namboru
Hari ini paling tidak aku harus menuntaskan satu atau dua karung lagi – sebelum hari benar-benar terjerembab dalam gelap – maka aku harus mendapatkan paling sedikit delapan karung batu.
TOGU : Bukankah tangan kak Tiur masih sakit..?
TIURMAIDA : Batu-batu sepangkal paha masih tersisa beberapa onggok lagi Togu....
Itu artinya sepekan ke depan aku masih mempunyai kesempatan menukarkan tenagaku dengan uang ke rumah Amang Marolop
TOGU : Bukankah mandor pemecah batu itu telah memberikan uang lebih dari hasil kerja kakak kemarin...?
BORU POHAN : Kau beruntung mendapat bantuan dari mandor tua itu Tiurmaida
Tidak seperti kami... sekarung batu hanya dihargai sembilan ratus rupiah
TIURMAIDA : Ah... namboru ada-ada saja...
Batu-batu aku juga dihargai sembilan ratus rupiah sekarung...
Maklumlah Namboru... Mata si Marolop itu memang tidak tahan melihat wajah – wajah perempuan... ada saja yang dia berikan untuk menarik perhatian atau sesekali menggodanya...
BORU POHAN : Kalau begitu ayolah bersama-sama kita ke rumah si Marolop menggantikan batu-batu ini dengan uang... mampung dia masih di rumah...
TOGU : Ya... kak Tiur... hari pun sudah mulai gelap
Sepertinya hujan akan turun.. ayolah kak Tiur
BORU POHAN : Seusai magrib biasanya Si Marolop akan pergi menghabiskan waktunya di kedai kopi sambil bermain judi..kalau kau tidak cepat maka kau harus menunggu dia sampai besok
TIURMAIDA : Aku bingung Namboru.... biasanya aku sudah sanggup menyelesaikan dua belas karung batu dalam sehari... tapi entah kenapa sekarang aku tidak bisa mengumpulkannya
BORU POHAN : Sepertinya hujan akan turun Tiurmaida, sebaiknya kau sudahi saja memecah batu-batu itu... tidak baik bekerja di tengah hujan
Lagi pula untuk apa kau memaksakan diri...
Ayolah Tiurmaida... sekarang kita pulang saja.
TIURMAIDA : Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini sedikit lagi Namboru
Namboru pulanglah diluan... nanti aku menyusul
TOGU : Hei kak Tiur... lihatlah mendung itu sudah mengapung dari celah bukit
Hujan akan sangat lebat
PETIR MENGGELEGAR, KILAT MEMBELAH UDARA.
TIURMAIDA : Entah karena keindahan atau hujan yang berkelebat dalam mendung yang gelap, apapun itu tidak akan menciutkan nyaliku...
Aku menikmati hujan dan mendung yang gelap itu
Aku menikmati pekerjaan ini walaupun tubuhku berkelambu hujan
PETIR MENGGELEGAR, KILAT MEMBELAH UDARA
TOGU : Kak Tiur.... kalau kakak bersikeras juga tidak mau turun.... aku akan naik ke bukit.
TIURMAIDA : Walau tanganku kebas menebal atau induk jari tanganku luka menganga meneteskan darah..... aku tidak akan turun ... apa yang kukerjakan ini segalanya demi uang ....
Aku ingat Marsius.... Aku ingin mengobati kegilaannya.... makanku...hidupku dan segalanya yang ada dibukit ini membutuhkan tenagaku untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya..
TOGU : Kak Tiur lihatlah hujan sudah turun dibalik bukit sana
TIURMAIDA : Satu atau dua karung batu lagi baru aku akan berhenti
Sekarang pulanglah kalian diluan..... jangan risaukan diriku
Jangan lupa pesankan pada Amang Marolop agar menungguku ya...
Kupastikan aku akan dapat sedikitnya enam karung batu....
TOGU : Ingat kak Tiur
Kalau kebut terlalu pekat dibalik bukit
Akan berbahaya bagi diri kakak....
Sewaktu-waktu tanah bukit bisa longsor kak
BORU POHAN : Hei Tiurmaida... turunlah kau
ayolah kita jual saja batu pecahan itu apa adanya
kau jangan memaksakan diri
TOGU : Iya kak Tiur
Jangan terlalu memaksakan diri
TIURMAIDA : Ah... sudahlah
Pergilah kalian diluan
Nanti aku menyusul
BORU POHAN DAN TOGU MENINGGALKAN BUKIT
TIURMAIDA MENARIK NAPAS PANJANG – MATANYA TAJAM MENGAMATI KEPERGIAN BORU POHAN DAN TOGU BERJALAN MENINGGALKAN BUKIT SAMBIL
DERU HUJAN – DESIR ANGIN DAN PETIR MENYENTAK –NYENTAK . BORU POHAN DAN TOGU BERGEGAS MENINGGALKAN BUKIT. DIKEJAUHAN SAMAR-SAMAR TERDENGAN LAGU ANEH.. DERU ANGIN MENGGULUNG TANAH BUKIT. SEMAKIN LAMA SEMAKIN JELAS SUARANYA.
TIURMAIDA TERSIKESIAP MEMBELALAKKAN MATA – TIDAK MENDUGA KALAU GULUNGAN TANAH BUKIT ITU MENYERET TUBUHNYA TURUN KE BAWAH BUKIT
TANAH MENGGULUNG TUBUHNYA.
TIURMAIDA : Amangoi...... aduh amangoi... aduh...amang
IRING-IRINGAN WARGA KAMPUNG BERJALAN SAMBIL MENGGENDONG KARUNG BERISI PECAHAN BATU-BATU. DIBARISAN PALING AKHIR TOGU BERHENTI MELANGKAHKAN KAKI LALU MELIHAT KE ATAS BUKIT. IA TERKESIMA KEMUDIAN BERTERIAK SEKUAT-KUATNYA MENGALAGKAN SUARA PETIR DAN KILAT YANG MENGGELIAT DI ANGKASA.
TOGU : Namboru.... Namboru
Lihatlah bukit sudah runtuh
Air hujan merobohkan tanah dan batu-batu di atas bukit itu Namboro...
Namboru..... Namboru....
Aku mendengar suara dari dalam tanah longsoran
Pastilah itu suara kakak Tiurmaida
Namboru...... oi..Namboru
Namboru .....
lihatlah kak Tiurmaida... Namboru.
Sudah tidak terdengar lagi suaranya
Namboru...... oi..Namboru
Namboru .....
PETIR MENGGELEGAR, KILAT MEMBELAH UDARA
SUARA SENANDUNG SAYUP-SAYUP TERDENGAR SAMPAI KE IRINGAN-IRINGAN WARGA KAMPUNG. SUARA MEMILUKAN HATI SEORANG PEREMPUAN, SEPERTI SUARA RINTIHAN KARENA DIDERA CAMBUK KEMATIAN MEMECAH KESUNYIAN DI SEKITAR BUKIT
Medan, 16 Oktober 2008
Dipentaskan pertama kali oleh
Teater Blok Medan
15 Desember 2008
Taman Budaya Sumatera Utara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment