Tuesday, 22 September 2020

Sajak M. Raudah Jambak

RATOK SALUANG, RATOK BANSI Berkisalah Saluang dan Bansi! Berkisahlah pada ruang-ruang sunyi! Tentang langit Tentang bumi Tentang segala Seperti langit, Ia menyimpan rahasia, ia laksana bola mata yang menyala ujung gongjong meneteskan pedihnya, membanjirkan luka ada kisah yang menjadi riwayat, membawa pesan pada hikayat tentang merapi yang memendam hakikat, tentang singgalang yang mengandungkan makrifat O, Maafkan kami, Bundo Kanduang ! O, Ampunkan kami, Dang Tuangku ! Seperti bumi, Ia menitip pesan, ia laksana kehamilan yang menunggu kelahiran akar gonjong mencengkramkan geram, menahan karam ada sejarah yang berbalik arah, mengusung sunyi pada hati tentang ranah yang menahan ramah, tentang minang yang membekap amarah Dimanakah engkau, Anggun Nan Tongga ! Datanglah engkau, Gondan Gondoriah ! Seperti kisah, Antara merapi dan singgalang, awan berlari mengawang Intan Korong melukis lorong, menyuarakan corong Aih, suaranya menjelma cakrawala, iramanya menjadi bianglala Menelusuri pantai-pantai, mengguit puncak-puncak gunung Jangan menangis, Puti Bungsu ! Jangan bersedih, Cindua Mato ! Dari langit, hujan-hujan rontok Dari bumi, angin-angin bongkok Dari segala, air mata mengalir Dari hati luka, kepedihan membanjir Kemana perginya para peziarah, yang acap istirah mengutip rimah sejarah di Gunung Ledang yang pasrah, menawarkan catatan muslihat dari batu menjelma debu, dari Suryakanta menjadi peragu atau Imbang Jayo yang malu-malu Maka, Bukit Tambun Tulang menjadi kepala segala saksi, tentang gelagat awan yang menari, lalu menjelma duri menjadi pisau di tengah segala parau gurau-gurau Binuang, Gumarang dan Kinantan Maratoklah Saluang dan Bansi! Maratoklah pada ruang-ruang sunyi! Tentang langit Tentang bumi Tentang segala Tentang sejarah yang menjelma rumput menjelma ilalang Rumah Puisi, kamar gurindam 2013 LENGGANG LENGANG SINGGALANG Lenggang singgalang, Lengang singgalang Pande singkek menari Mencuri pukau bidadari Badendanglah ! O, engkau si kuciang lalok Dalam diam kukunyah malam dalam-dalam Asap rokok yang mengepul menguntit segala sunyi Pekat kopi yang mengental menggamit teka-teki Pada bibir yang tak henti mengelitk degil gigil Badendanglah! O, engkau si bungo cino Langit yang berkabut memintal rindu terpaut Embun mengerdip di ujung-ujung daun Rumah puisi jadi saksi, kamar gurindam mengetik sepi Pada tumpahan kata-kata wajahmu terbaca Badendanglah! O, engkau si piciang mato Lenggang singgalang Lengang singgalang Pande singkek memahat cinta Segala rindu yang terbawa O, engkau yang tak mati-mati Rumah Puisi, Kamar Gurindam, 2013 AKU MENYEBUTMU BIDADARI Kepada : Bundo Free Di rumah budaya beberapa kali kau teteskan air mata Ia mengalir begitu saja di kertas-kertas sunyiku Dan menjelma puisi, setegar singgalang dan merapi Ada rasa perih segala sedih Ada duka di balik tawa Ada tatapan yang terus menikam Ke jantung-jantung tak bertuan “Senjata itu kini menuju padaku,” deritmu. Di rumah budaya beberapa kali isakkan berat dada Ia berhembus begitu saja di derak-derak segala porak Dan menjelma sajak, segagah gonjong yang tegak Aku catat huruf-huruf rahasia Aku catat abjad beragam bunga Ada aroma semerbak yang menggelitik Ke segala rasa yang tak berkesudahan “Aku menyebutmu bidadari,” desisku Percayalah pada segala rahasia hati Yang terus bertahan dari sengat duri Maka, bersama irama saluang dan bansi Kucatatkan perihmu seindah puisi Rumah Budaya, 2013

No comments: