Tuesday 22 September 2020

Puisi- Puisi M. Raudah Jambak

GADIS KECIL YANG MENUNGGU Di gerbang mesjid Seorang gadis kecil menunggu rindu Kidung takbir di bibir yang getir Entah fitri yang ke berapa Zikir mengalir Di gerbang mesjid Seorang gadis kecil menunggu ragu Pada pilu hati yang kuyu Entah ngilu yang ke berapa Sendu memalu BOCAH KECIL PENJUAL KORAN Di simpang sepi Bocah kecil duduk sendiri Mendekap setumpuk Koran Di dadanya Sementara senja terus berpacu Kendaraan terus melaju Satu persatu Bocah kecil terduduk sendiri Tanpa pembeli Tanpa pembeli Di simpang sepi Lalu lalang tak ada lagi KEPADA ADIK KECILKU Pulanglah, Dik Tinggalkan segala tipu daya dunia yang membujukmu Membawa kepada segala kenistaan Dan persekongkolan Debu dan asap knalpot yang memburumu adalah Ular kepala dua yang siap membenamkan segala rindu Di kepalamu yang murni Pulanglah, Dik Pulang. Masih ada esok yang akan menyulam Wajah burammu menjadi senyuman DI SIMPANG JALAN RAYA Lelaki kecil bertubuh dekil Dengan kaleng di tangan bernyanyi Lagu anak jalanan Memandang kaca jendela mobil Berhenti di traffic-light Simpang jalan raya Kencringan di tangan kanan Merangkai harapan Di dalam mobil Di balik jendela kaca Gadis kecil bergaya centil Muntahkan donat dari mulutnya Tiba-tiba jendela kaca terbuka Si mami membuang segala sisa Termasuk beberapa receh Dari saku celana Lampu hijau menyala Menghalau masa lampau Lelaki kecil Gadis kecil Terjebak arus pikiran belia Yang terbang bersama debu Jalan raya BATU Pada batu menempel lukisan dahiku Dengan zikir beribu waktu Rabbi, Telah meretas air mataku satu satu Namun rindu begitu kelu Pada batu kuukir ayat ayat cinta Dari waktu ke waktu 2007-09-15 KAYU Walau rayap rayap mengerat gigil tulang Sujudku pada-Mu Tapi takkan pernah lapuk sajadah kayu Yang menjelma perahu Mengarungi lautan do’a-do’a menuju Dermaga rindu Ah, akukah itu Si penebang kayu yang dahaga Akan embun rahmat-Mu 2007-09-15 API Ibrahimlah itu yang dikuyupi api api rindu Menganyam tembikar murka Abrahah si pengumpul kayu “Patung besar itulah yang memenggal leher Tuhan-tuhan mu,” ujarnya berseru Amuk Abrahah menyulut deru Dan Ibrahimlah itu yang meng-Imami Sujud pada sajadah api membiru 07 TANAH Sunan Kalijaga membentangkan sajadah Tanah membasah, menggetarkan dada Syekh Siti Jenar “Telah menyatu aku dengan Tuhanku!” Mengutil rimah-rimah amarahnya yang berdarah darah O, siapakah yang memautkan Zikir cacing pada bebal leher terpenggal Di bujur sujud yang tersungkur? 07 AIR Digelembung zikir sajadah air, Musa Menjambangi Khaidir sebelum menyeberangi Laut senja, lalu kata-kata dipecah dalam Bilah bilah Dan perahu itu Dan anak itu Dan rumah itu Pada sujud air sajadahpun air Mengalir, membulir 07 UDARA Menapaki Haram menuju Aqsa adalah Hijaiyah bagi hati yang resah Lalu, memebentanglah sajadah Pada sujud udara menjemput cinta-Nya Telah ku salatkan dunia merantai jahiliyah Yang tak sudah sudah Ya, Rabbi 07 Sekolah/1 menatap teman-temanku yang berseragam, aku seperti karam. Ibarat kapal yang tenggelam dan penumpang yang tersengal di antara bahagia atau dendam. menatap teman-temanku yang berseragam aku seperti debu. Terbang begitu saja ke entah lalu menempel di rongga hidung dan wajah orang-orang yang kalah menatap teman-temanku yang berseragam aku rindu ibu. Rindu pada lembut tanganya membelai penuh kasih dan sayang membisikan segala cinta sepenuh bahagia Sekolah/2 mungkin harapan hanya sebatas impian tentang pelajaran dan buku catatan. Aku hanya bisa menatap dan mengintip dari celah yang paling sempit tentang pelajaran tentang negeri impian Sekolah/3 pada ibu aku bercerita tentang pensil dan catatan yang tak pernah kesampaian. Padahal cita-citaku ingin menjadi guru pada ibu aku bercerita tentang bapak dan ibu guru yang kudengar dari teman-teman kecilku. Padahal aku adalah guru itu. pada ibu aku bercerita tentang sekolah di samping rumah. Sekolah megah dan juga gagah, semegah dan segagah rumah ibu yang berdiri segemulai pohon tebu Perempuan /1 Mari kita lumat malam separuh ini, sebab Esok matahari mulai mencubiti kulitmu yang Putih itu, bersama debu yang hibuk menggumuli Tubuhmu yang memadat, menantang, Perempuanku Perempuan /2 Usah lagi kau kunyah pikiran itu jadi darah daging Tentang payudara yang dijual setengah harga atau kemaluan Yang terus-menerus disesaki lalat-lalat berkepala hijau Matahari pasti terbit Matahari pasti terbenam Tak usah risau, semua pasti akan berakhir, Perempuanku Perempuan /3 Malam ini, mari kita cicipi bulan bercahaya garang atau bintang yang sedang berkejar-kejaran dengan mimpi Anak-anak kita tentang nilai raport yang diperjual-belikan Atau kelulusan yang diinstankan Perempuan /4 Kita akan rangkaikan larik-larik puisi abadi dalam rahimmu Sepanjang mati lampu yang tak pernah jemu, dan tak usah Kau risau sebab derasnya arus waktu yang membenamkan Resah sepanjang sejarah sejak Hawa, Zulaikha, atau Cleopatra Digantikan Marlin Monroe,Winnie Mandela atau Madonna Tidurlah! Kita lumat malam separuh ini Matahari pasti terbit Matahari pasti terbenam

No comments: