Wednesday 23 September 2020

naskah lakon : NAGA BOTUL

THEME MUSIC (STANDARD) MAIN TITLE (LOGO) STORY TITLE SETTING : Level Kelompok Pemusik, yang kedudukan lebih tinggi dari, : Level Pancarita dan Parende (Solo Lelaki & Duo Perempuan) Siapa pun yang bertinggi pangkat, berlimpah harta, harus tetap mematut diri untuk menghormati orangtua ataupun leluhurnya. Jangan dikira ketika dia sudah punya semua, lantas bisa berlaku sesuka dan sekendaknya. Sebagai pribadi, sebaiknya dia harus bisa jadi panutan buat orang lain. Dengan begitu, niscaya dia akan memperoleh kemuliaan. Sebagai makhluk sosial, sudah galibnya manusia tidak dapat hidup dan berdinamika tanpa kehadiran manusia atau makhluk lain. Melihat sesuatu yang tak beres, yang terjadi di lingkup kehidupannya, dan yang terang-terangan dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab, seharusnya jangan diam saja, apalagi sampai jadi patung pula. Basmilah kebodohon, yang katanya sangat dekat dengan kemiskinan. Enyahkan segala bentuk ketidakpedulian yang hanya akan menuai ‘keberserakan’. Bukalah mata ‘terang-terang’. Pasanglah kuping ‘jelas-jelas’. Langkahlah kaki ‘tegap-tegap’. Kepallah tangan ‘erat-erat’. Lawanlah penindasan. Sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat buat manusia lain. OPENING/MUSIC (Kolaborasi Modern-Etnik Tradisi) SONG BY PARENDE (Mengait Membuka Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Membuka Cerita) SEGMENT 01 Di suatu lahan terbuka yang luas, terletak di pinggir sebuah desa, tak jauh dari Medan, tampak sesosok lelaki yang sedang duduk di atas potongan kayu besar, terpekur di depan tiga gundukan kuburan, dialah NAGABOTUL. Nagabotul terlihat memandangi tiga kuburan di depannya. Paling kanan kuburan BUTONG, Sahabat kentalnya, lalu kuburan SAKDIAH, Omak tercintanya, kemudian kuburan ROHANA, Isteri tersayangnya. Sambil berjongkok di antara kuburan Sakdiah dan Rohana, Nagabotul pun berkata setengah marende ; Omaaak, Rohanaaa ... Aku akan pergi sebentar ke Ibukota ... Si Bauknaga, cucu Omak, anak kita Rohana... Mengajakku kesana. Katanya dia mau bikin pabrik belacan di Metropolitan. Dia mau aku melihat usahanya itu.... Jadi aku harus tinggalkan kalian sebentar? Tidak apa kan? Hening sejenak. Boleh ya Mak? Ya Rohana ya?, ya..ya..ya.. lanjut Nagabotul dengan gaya dan khas bicaranya. Tak terdengar jawaban. Sebentar saja. Beberapa harilah...aku pasti kembali ke sini. Sudah aku siapkan tempat berbaringku di sampingmu. Sepi, hening. Hanya dedaunan yang bergerak dihembus angin. Nagabotul lalu berdiri pindah ke kuburan Butong di sebelah kuburan Mak. Butong..., kau jaga Mak dan Rohana selama aku pergi, ya? Urus mereka baik-baik. Awaass kau Butong, jangan makan saja kau bisanya. Butong juga diam. Nagabotul menepuk-nepuk kuburan Butong. Nagabotul lalu bangkit. Memandangi tiga kuburan sejenak, yang akan ditinggalkannya. Nagabotul lalu undur dan beranjak, baru tiga langkah, terhenti ... NAGABOTUUUUUUL ……. !!! Lalu Nagabotul membalik, tak dinyana, ada Sakdiah, Butong, dan Rohana disana. Tegak mantap, dan tepat-tepat menatap Nagabotul. Bah, belum matinya kalian ! Menyadari sepenuhnya bahwa orang-orang terbaiknya itu masih ada, Nagabotul berusaha menormalisir situasi, agar aman terkendali. Lalu ia berkata, namun …… Giliran aku buka suara, cegah Mak. Tega-teganya kau mengumbar kata, kau anggap kami sudah tak ada, jadi yang dihadapanmu ini siapa ? Tapi ceritanya kalian sudah mati ? Itukan cerita Nagabonar, inikan Nagabotul ! Apa kau sanggup menggendong Omak ??? Aku menggendong Omak ??? Apa nanti kata penonton Mak …. Kalau Nagabonar memang begitu, tak boleh dia menolak kalau disuruh menggendong Omaknya, biar kau tahu, mau kau ??? Tidaklah Mak, tak kuat aku menggendong Omak. Mak tengok sendiri kan, aku kempes, Omak bongkak. Sudah, jangan lagi kau berpanjang kalam, segment berikut mulai mengancam. (Sakdiah dan Rohana OUT FRAME. Nagabotul dan Butong tetap IN FRAME). MUSIC (Mengalirkan Cerita) SONG BY PARENDE (Mengait Aliran Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Aliran Cerita) SEGMENT 02 Butong merayu Nagabotul untuk bisa ikut bersamanya ke Ibukota. Karena alasan tak punya uang, Nagabotul mementahkan keinginan sahabat kentalnya itu. Butong terus merayu, bahkan memaksa. Bauknaga memang anak kau. Tapi setelah kuhitung-hitung, dia juga anakku. Jadi apa salahnya aku ikut kau ke Ibukota, supaya aku bisa bekerja di pabrik belacannya disana. Bandal kali kau Butong. Uangku pas-pasan hanya untuk ongkosku. Belum lagi untuk makan, rokok, pulsa …. , tegas Nagabotul. Bah, cerita pulsa, pandenya kau menggunakan Hape? Jangan sepele kau ya, jangankan Hape, telepon yang digenggam itu pun pernah kupakek. Kan sama itu, Hape dengan telepon genggam. Ah, tak penting sama aku itu, berdebat kusir pula nanti kita. Diam sejenak. Apa si Bauknaga tidak mentransfer uang ? Itu bukan urusan kau. (Mak dan Rohana kembali IN FRAME). Suasana adegan praktis beralih. Naga, setelah Mak pikir-pikir, sebaiknya kau jangan pergi sendiri. Nah, itu yang botul, sambar Butong dengan gembira. Akhirnya aku ikut juga, pikirnya. Ketika ternyata Rohana yang diperintahkan Sakdiah yang ikut, Nagabotul tak berdaya. Butong kecewa. Omak curiga kau nanti kawin lagi disana. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus kau bawa si Rohana ini. Faham ? Ala Mak, keberangkatanku ini bukan bertujuan wisata, tapi semacam studi perbandingan kerja. Jangan kau membantahku ! Sudah macam anggota itu bicaramu ku dengar. Iyalah Mak, apa mau dikata, aku takut nanti Mak bilang aku anak durhaka, seperti si Samburaga. Tak usah kau ungkit cerita itu, itu episode lalu. Pokoknya, kemana arah yang kau tuju, isterimu harus mendampingmu, itulah pesan spiritualku. Maka berangkatlah Nagabotul dan Rohana ke Ibukota untuk memenuhi undangan Bauknaga, anak semata wayang mereka, dengan iringan lagu Mariam Tomong. ……. adong motor oppelet, marbeka sapuluh dua, abis omak marepet, berangkatlah kami ke Ibukota, dainang …. O, mariam tomong dainang, sinapang masin …. kalau omak marepet dainang, macam sinapang masin …… MUSIK (Mengalirkan Cerita) SONG BY PARENDE (Mengait Aliran Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Aliran Cerita) SEGMENT 03 Nagabotul dan Rohana tiba di Ibukota. Karena tidak dijemput-jemput, dia minta tolong TAGOR, seorang tukang bajaj yang baru dikenalnya di terminal bus, untuk mengantarkan mereka ke alamat Bauknaga. Karena Tagor tak tahu alamat yang mau dituju, bingunglah dia. Percuma kau, mengaku asal Medan, masak alamat si Bauknaga saja tidak tau. Dia itu anakku, pengusaha terkenal di Metropolitan ini, pemilik pabrik belacan, kau suka belacan kan ? Pak, biar anak bapak itu terkenal sejagad raya sekali pun, kalau aku memang tak tau alamatnya, ya tidak tau, jangan bapak memaksa aku harus tau, nanti jadinya aku sok tau. Eh, melawan kau ya. Belum kenal kau siapa aku, he ! Buru-buru Rohana melerai. Tapi Nagabotul penasaran, mau dipitingnya Tagor. Spontan tukang bajaj itu langkah seribu. Mau dicobanya pulak aku, petentengan Nagabotul. Ayok, jalan kaki saja kita, pasti kita dapatkan rumah si Bauknaga. (Nagabotul dan Rohana OUT FRAME). MUSIC (Mengalirkan Cerita) SONG BY PARENDE (Mengait ke Aliran Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Aliran Cerita) SEGMENT 03 Ntah bagaimana ceritanya, ternyata memang sampai juga Naganotul dan Rohana dirumahnya BAUKNAGA. Singkat cerita, Bauknaga mengutarakan keinginannya untuk melakukan pengembangan usaha belacannya. Dia sudah menyuruh para staf ahlinya, untuk membebaskan sebuah lahan luas, eh ternyata letaknya tak jauh dari Medan, eh ternyata lahan warisan mereka yang diatasnya berdiri tiga kuburan. Jadi mau kau bebaskan tanah seluas itu? YA, PAK. Yang letaknya tak jauh dari Medan? BETUL, PAK. Tanah warisan kita, yang diatasnya berdiri kuburan leluhur kita itu??? Iya Pak. Begitu banyak dan luas tanah di kawasan nusantara kita ini, kenapa bisa tanah kita yang dipilih, apa sebutan calon pembeli yang kau bilang tadi itu? Ya, kenapa tanah warisan kita yang menjadi pilihannya. Itulah yang membuat aku bingung Pak. Itulah yang membuat aku bingung Pak. Tak usah kau bingung. Kau bilang saja, tidak. Pak, kalau ini jadi Pak, lanjut Bauknaga merayu, meyakini, mempengaruhi, membujuk Nagabotul. Nilai proyeknya tidak akan kurang dari 500 milyar, ya Pak ya?, ya … ya … ya … Ini proyek terbesar yang KITA kerjakan. Ini akan membuat anakmu ini jadi perantau Medan yang paling sukses di Ibukota. Kata orang, kesempatan baik cuma datang sekali. Sayang sekali kalau ini KITA lewatkan. Kalau gagal, investor akan menganggap KITA nggak becus. Mereka cari rekanan lain. Kita ? YA, MEMANG KITA PAK. Kau telan sendiri belacan itu, jawab Nagabotul ketus. Sampai kapan pun tak kan kujual tanah warisan kakekmu itu. Baru berapa tahun saja kau tinggal di Jakarta, perubahanmu diluar akal sehatku. Lalu Nagabotul mengurak diri dari tempat pembicaraan itu. Rohana serba salah. Yang mana yang mau dibelanya. Betul kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Suami dan anaknya itu sama-sama tegas dan keras kepala. Lihat saja dikemudiannya. Pertengkaran antara anak dan bapak itu pun tak terhindarkan. Sangking palaknya, Nagabotul mengajak Rohana kembali ke desa. Isterinya itu cuma bisa mengikut saja. Geleng-geleng kepala. Ke Jakarta aku balek lagi …. ke desa ….. di Jakarta aku tak diharga …. Ke desaku aku kan kembali ……… Walau pun apa yang kan terjadi …… MUSIK (Mengalirkan Cerita) SONG BY PARENDE (Mengait Aliran Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Aliran Cerita) SEGMENT 04 (ENDING) Pertikaian yang terjadi antara Nagabotul dan anaknya, Bauknaga, mendapat reaksi serius dari Sakdiah. Bauknaga yang diam-diam menyusul ke desa, dikecam habis-habisan oleh neneknya. Rohana berupaya jadi penengah. Nagabotul jadi marah. Jangan kau bela anakmu yang salah. Inilah yang membikin dia banyak tingkah. Rohana diam seribu bahasa. Belagak kau, sombong. Sama lagak lagumu dengan ayahmu, keras kepala. Ambisius ! Kata Sakdiah pada cucunya. Nagabotul hanya bisa menggaruk-garukkan kepalanya yang tak gatal. Aku tau nek, tanah itu memang warisan kakek, lahan leluhur kita, tapi apa salahnya dijual, supaya kita cepat jadi orang kaya. He, Bauknaga. Kalau begitu cara berpikirmu, kuputuskan sekarang juga, kau bukan lagi anakku. Biar kau tau ya, hidup sederhana itu lebih kaya daripada hidup kaya. Marah besar Nagabotul. Jangan kau begitu Naga. Aku pun bisa melakukan hal yang sama kepada kau. Maksud Mak??? Tak perlu kau mengambil keputusan sejauh itu. Cepat, kau tarik kata-katamu tadi. Mana bisa Mak, nanti marah kru tivi, rekamannya diulang lagi. Tak usah kau melucu. Kalau nggak lucu, bukan Opera sian Sumut namanya Mak. Maksudku, bagaimana pun juga si Bauknaga ini adalah cucuku. Nah, sekarang aku mau tanya. Apa tindakan Mak terhadap cucu Mak ini? Suruh dia cepat-cepat balek ke Jakarta. Mak ajalah langsung. Kau kan ayahnya. Mak kan neneknya. Si Rohana kan Omaknya. Sakdiah jadi teringat ke Rohana. Eh Rohana, besok pagi-pagi, naek penerbangan pertama, kau suruh si Bauknaga balek ke Jakarta, dengar kau? Dengar Mak, jawab Rohana. Dan ada satu hal penting yang perlu kubilang sama kalian. Naga, kau anakku, Botul. Dan kau Naga, cucuku, Bauk. Jadi antara Botul dan Bauk bisa diartikan, sebenarnya kalian berdua Naga, Botul-Botul Bauk. Eh, jangan ketawa dulu kalian, aku serius. Mulai sekarang, siapa pun orangnya – jangan anggar tinggi pangkat, jangan sok harta berlimpah, jangan mentang-mentang ini, mentang-mentang itu – harus bisa menghormati leluhurnya. Kalau tidak, bisa kualat kalian nanti ! CLOSING/MUSIC (Mengakhiri Jalannya Cerita) SONG BY PARENDE (Mengait Akhirnya Cerita) PANCARITA (Menyeloteh Akhirnya Cerita) PARA PELAKON BERTINGKAH PANCARITA TAK MAU KALAH HABISLAH CERITA THEME MUSIC (STANDARD) CREDIT TITLE Cast • PANCARITA M. Raudah Jambak • PARENDE Sofyan Telangkai Eva Gusmala Syifa Batubara • NAGABOTUL Munir Nasution • BAUKNAGA Andy Mukly • SAKDIAH Kiki Wulandari • ROHANA • BUTONG Rido Tambusei • GUSTI Jamal Dee Dee Music Player • AFIT API-2 Biola, Hasapi, Suling • RUBINO Keyboard, Accordion • SAMSIDI Taganing, Pakpung Tim Kreatif • EDWARD PARDEDE (LPP TVRI SUMUT) • FATWANTA HARAHAP (LPP TVRI SUMUT) • DAHRI UHUM NASUTION • YAN AMARNI LUBIS • M. RAUDAH JAMBAK • AFIT API-2 • ANDY MUKLY Pelaksana/Penanggung Jawab Latihan Sanggar 9 Bintang Medan • YAN AMARNI LUBIS Catatan  Sebagai bagan cerita selanjutnya, sudah dipersiapkan oleh Tim Kreatif tajuk-tajuk seperti Nujum Pak Belang, Preman Medan, Musang Berjenglot, dan lain seterusnya. Medan, 20 Maret 2011 Yan Amarni Lubis Penyusun ide Tim Kreatif

No comments: