Thursday 12 November 2009

Mbah Brata

Hantu jadi artis
Konsep Panggung
Konsep panggung dibagi dalam 2 konsep, karena ada 2 babak cerita. Pada babak pertama, latar panggung gelap gulita, tidak ada properti sama sekali, hanya ada 2 pemain saja. Pada babak kedua, mulai ada properti yaitu kuburan yang diletakkan di tengah panggung, di depannya ada kamera buatan. Sebelah sisi kanan panggung ada batu dan semak-semak. Pencahayaan sudah agak terang karena adanya sorot kamera.
Konsep Tata Rias dan Busana
Untuk para hantu :
Puci : memakai kostum putih dari ujung kepala hingga kaki (dibentuk seperti pocong). Untuk make up wajahnya diberi masker warna putih dan disekitar mata di make up hitam.
Sundi : memakai kostum hitam panjang. Riasan wajah hitam dan rambut dibuat acak-acakan. Di bagian punggung dibuat hiasan lubang seperti layaknya “sundel bolong”
Ki Kolor Ijo : memakai kostum kaos street warna hijau dan deker hitam. Mekai celana kolor warna hijau. Riasan wajah bernuansa hijau. Rambut diikat acak-acakan.
Kunti : memakai kostum serba putih panjang. Riasan layaknya hantu yang menjelma menjadi cantik.
Untuk para manusia :
Tarmo : memakai kaos besar warna biru. Celananya celana bola dengan kaos kaki panjang dan menggunakan sepatu bola. Memakai topi. Dirias layaknya seperti laki-laki.
Heni Panci : memakai pakaian serba hitam, dilengkapi dengan jaket hitam yang serba besar.
Bu Nyai : memakai baju taqwa, sarung, syurban, dan peci warna putih.
Konsep Penyutradaraan
Drama ini dibagi menjadi 2 babak. Pada babak yang pertama panggung akan dibuat menjadi gelap dan tanpa ada property sama sekali. Babak ini dimulai dengan pembacaan prolog kemudian pemain pertama yang ada diatas panggug adalah Puci dan Sundi, mereka posisinya ada ditengah panggung dengan keadaan tidur telentang seperti orang mati kemudian keduanya bangun dan bercakap – cakap. Dilanjutkan dengan prolog, kemudian babak kedua.
Pada babak kedua setting panggung tetap gelap namun agak diberi sedikit pencahayaan. Panggung juga dilengkapi dengan beberapa kuburan ditengah panggung batu besar / semak – semak disebelah kanan panggung. Pada babak kedua pemain pertama yang masuk panggung adalah Heri panci gosong dan Kyai dan mengambil setting tempat didepan kuburan yang kemudian disusul oleh kemunculan hantu Puci dan Sundi yang segera mengambil setting tempat disebelah semak – semak / batu besar. Pada adegan ini Sundi dan Puci yang bercakap – cakap, kemudian pak Kyai dan Heri panci gosong bercakap – cakap tanpa suara.
Selang beberapa menit pemain berikutnya masuk yaitu Kunti dengan berjalan perlahan – lahan, dia segera menuju tempat persembunyian Sundi dan Puci serta mengejutkan mereka berdua kemudian dilanjutkan dengan percakapan. Adegan akan dilanjutkan dengan dimulainya acara “ Menelusuri Alam Ghaib “ yang dibuka oleh Heri panci gosong yang didampingi oleh pak Kyai, sedangkan para hantu ditempat pengintaiannya mendengarkan dan memperhatikan kegiatan mereka tanpa ada percakapan. Setelah acara dibuka Heri panci gosong dan Kyai menunjuk salah satu penonton yang mengacungkan tangan untuk dijadikan peserta uji nyali. Peserta tersebut diminta naik ke panggung dan dan adegan dilanjutkan dengan percakapan ketiga orang tersebut. Selanjutnya peserta (Tarmo) akan ditinggal oleh Heri panci gosong dan Kyai setelah ditanyai kesanggupannya oleh Heri panci gosong. Pada adegan ini dipanggung ada 4 pemain Tarmo didepan kuburan dan 3 hantu ( Puci, Sundi dan Kunti ) yang mengintai dari tempat persembunyiannya tadi. Ketika Tarmo ditinggal semdirian, 3 hantu tadi mulai bercakap – cakap lagi yang kemudian diakhiri dengan kepergian Puci dan Sundi. Selanjutnya, Kunti berkeliling panggung dan mendekati Tarmo, Tarmo terkejut dan adegan dilanjutkan dengan percakapan keduanya. Tiba – tiba dari makam kramat Ki kolor ijuk bermunculan asap tebal yang dibarengi kemunculan Ki kolor ijuk dari makam tersebut dan mengagetkan mereka berdua. Adegan dilanjutkan dengan pertengkaran mulut yang kemudian dilanjutkan dengan pertarungan fisik antara Ki kolior ijuk dan Tarmo. Pertarungan akhirnya dimenangkan oleh Ki kolor ijuk dan Tarmo kalah terjatuh dengan menahan rasa sakit. Kemudian Ki kolor ijuk menarik Kunti pergi meninggalkan Tarmo yang sudah tak berdaya. Kemudian, adegan dilanjutkan dengan Tarmo yang meminta tolong pada para kru TV, kemudian Kyai dan Heri panci gosong menghampirinya dan pak Kyai mengobati Tarmo dengan menyalurkan tenaga dalamnya kepada Tarmo dengan duduk bersila seperti menyalurkan tenaga dalam. Setelah disembuhkan Tarmo panik dan mulai melarikan diri karena merasa ketakutan. Acara berakhir dan ditutup oleh Heri panci gosong bersama dengan Kyai tetapi dipanggung juga ada pemain lain yaitu hantu – hantu penghuni kuburan kramat tersebut ( Puci, Sundi dan Ki kolor ijuk ) yang menakut – nakuti Heni panci gosong dan Nyai. Drama ditutup dengan Heri panci gosong dan Kyai yang kabur karena ditakut – takuti oleh hantu – hantu tadi. Kemudian, acara ditutup dengan kemunculan semua pemain yang diiringi dengan lagu Afi “ Menuju Puncak “.


SINOPSIS CERITA
Di alam kubur komplek kuburan kramat, dua penghuni kuburan ( Sundi dan Puci ) kramat sangat terganggu dengan keadaan yang sangat ramai dan berisik sekali. Akhirnya, mereka berdua memutuskan keluar dari alam kubur mereka untuk melihat situasi diluar makam.
Sementara itu, diluar kuburan telah ramai oleh para kru TV, mereka disibukkan dengan acara yang akan mereka adakan yaitu acara “ Menelusuri Alam Ghaib “ kedua hantu penghuni makam kramat yang baru tiba diatas komplek kuburan merasa amat heran dan kebingungan, mereka berdua hanya bisa mengintai dari semak – semak disekitar komplek kuburan kramat. Ketika mereka berdua masih kebingungan, tiba – tiba mereka berdua dikejutkan dengan kehadiran seorang hantu cantik yang tidak dikenal namun agak sombong ( Kunti ). Kedua hantu polos tersebut tidak begitu menyukai kedatangan penghuni baru yang sok tahu ini. Mereka bertiga akhirnya mengintai kegiatan para kru TV tersebut. Tidak lama kemudian acara “ menelusuri Alam Ghaib “ dimulai, acara dibuka oleh pembawa acara dari acara ini yaitu Heri Panci gosong kemudian dilanjutkan dengan pencarian peserta diantara kerumunan penonton. Akhirnya, ditemukan seorang pemuda ( Tarmo beres slamet ) yang bersedia menjadi peserta, dengan alasan karena dia memang berniat mencari pacar dari alam ghaib alias hantu.
Uji nyalipun dimulai, peserta ditinggal dikomplek kuburan kramat tersebut sendirian. Kunti yang sedang mengintip dan mendengarkan aktvitas mereka sejak tadi, ingin mencoba berkenalan dengan sang pemuda. Namun, hal itu tidak disetujui oleh kedua penghuni makam kramat tersebut ( Puci dan Sundi ) karena hal itu melanggar peraturan yang ada. Tetapi, Kunti nekat ingin berkenalan dengan Tarmo. Akhirnya mereka berdua berkenalan, mereka asyik berbincang – bincang dan bersenda gurau tanpa menghiraukan sekitarnya. Namun, tiba – tiba dari kuburan kramat tersebut muncullah “ Ki kolor ijuk “ ( hantu penghuni makam kramat ) yang mengaku sebagai suami Kunti dan memaksa Kunti untuk ikut dengannya. Tarmo yang melihat pacar barunya dipaksa dengan kasar tidak terima dan menantang Ki kolor ijuk. Pertarungan sengit terjadi dan pertarungan tersebut dimenangkan oleh Ki kolor ijuk. Tarmo tidak dibunuh dia dijinkan untuk pergi namun, meninggalkan tempat tersebut dengan keadaan luka parah. Kemudian Tarmo berteriak minta tolong hingga bantuan dari Kru pun datang, Tarmo diselamatkan oleh Nyai. Dia sembuh namun dia mengalami shock berat sehingga tidak dapat menceritakan kejadia yang telah menimpanya.

NASKAH DRAMA
HANTU JADI ARTIS
Dengan diiringi suara-suara seram
Sundi : “ Aduh, berisik banget, sih ? Siapa sih yang mengganggu ketenangan disini. “
Puci : “ Iya nih. Aku jadi gak tenang. Gimana kalau kita lihat keluar saja ? “
Sundi : “ Oke. Siapa takut. “
( Akhirnya kedua hantu penghuni makam kramat itu memutuskan untuk keluar dari tempat peristirahatannya ).
Dengan diiringi suara-suara seram
Puci : “ Sun, mereka lagi ngapain sih ? “
Sundi : “ Emangnya kamu gak tau ya mereka itu para kru TV. Ya tentu saja mau syuting film. “
Puci : “ Syuting film kok disini. Emangnya gak ada tempat yang lebih bagus dari pada rumah kita. “
Sundi : “ Iya. manusia ini memang aneh, bukannya cari tempat yang bagus buat syuting film eh malah mengganggu kita yang sudah tenang disini. “
Puci : “ Sun, katanya mereka mau syuting film. Mana aktris dan aktornya ?”
Sundi : “ Iya kamu bener. Kok gak ada ya. “
Puci : “ Wah kesempatan nih siapa tau aku bisa jadi aktrisnya. Itukan cita – citaku sejak dulu. “
Sundi : “ Huss ngaco kamu, mana mau mereka ngajak kamu main film, kalau ngomong aja kamu kadang gak nyambung. “
( Tiba – tiba dari arah belakang muncul seorang hantu cantik yang mengejutkan mereka berdua )
Kunti : “ Hayooo……. kalian lagi ngapain ?”
Sundi & Puci : “ Hantuuu………..( terkejut).
Kunti : “ Hey easy man………Emangnya kalian berdua bukan hantu apa.”
Puci : “ Oh iya ya. Aku kok baru sadar kalau kita ini hantu.”
Sundi : ( Dengan nada marah ) Husss ngaco kamu. ( melihat kepada Kunti dengan rasa jengkel ) Hey..! kamu penghuni baru disini ya ?”
Kunti : “ Aku ini datang dari tempat nan jauh disana. Aku mau melihat pemandangan disekitar sini yang katanya sih bagus. Tetapi, ternyata tempatnya jelek apalagi penghuni disini yang jelek – jelek.”
Puci : “ Hey…! Ngomong lagi gue kepret lho.”
Kunti : “ Emangnya kamu bisa. Aku gak yakin tuh, kamu bisa.
Ayo coba pukul. Hah, tapi aku gak peduli tuh karena syutingnya udah mau mulai. Siapa tahu aku bisa ikut jadi pemainnya. “
Sundi : “ Emangnya mereka bisa ngeliat kamu apa ?”
Kunti : “ Emangnya kamu gak tahu mereka mau syuting apa ?”
Puci : “ Kita mana tahu acara TV, kita kan gak punya TV.”
Kunti : “ Kasihan deh lo, makanya yang gaul dong. Kalau bukan dari TV setidaknya kalian tau dari gosip yang santer beredar saat ini.”
Sundi : “ Gosip apa sih ?”
Kunti : “ Zaman sekarang ini manusia lebih suka berinteraksi dengan makhluk ghaib alias apa hayo ?”
Puci & Sundi : “ Hantuuu.”
Kunti : “ Iya , benar. Mereka itu ingin mengetahui tentang dunia kita ini.”
Puci : “ Manusia ini kok aneh, sih. Kita aja pengin jadi manusia dan menikmati kesenangan dunia, Eh malah mereka mau tau tentang dunia kita.”
( Tepat jam 11.00 malam acara menelusuri alam ghaib dimulai )
Heni Panci : “ Selamat malam, pemirsa. Kita bertemu lagi dalam acara “ Menelusuri Alam Ghaib “ bersama saya Heri Panci Gosong. Pemirsa pada episode kali ini kami telah mendapatkan tempat yang dianggap paling kramat ditempat ini yaitu kompleks kuburan kramat Ki kolor ijuk. Baiklah pemirsa sebelum acara uji nyali kita mulai, kami terlebih dahulu akan mencari peserta uji nyali yang berani kita tinggal sendirian ditempat ini selama 2 jam.”
( Heri Panci mulai mencari peserta uji nyali diantara kerumunan penonton, kemudian dia menunjuk seorang pemuda yang mengangkat tangannya ).
Heri panci : “ Ya, mas. Silahkan.”
( Peserta tadi naik ke panggung ).
Heni panci : “ Selamat malam, mas.”
Tarmo : “ Selamat malam, mas.”
Heni panci : “ Siapa nama anda ?”
Tarmo : “ Namanya saya Tarmo beres slamet. Tapi biasanya saya dipanggil Tarmo saja, mas.”
Heni panci : “ Anda berasal darimana Mas ?”
Tarmo : “ Saya berasal dari Madura asli, Mas.”
Heni panci : “ Apa alasan anda mengikuti acara ini ?”
Tarmo : “ Saya ingin mencari pacar dari alam ghaib, Mas. Siapa tau saya bisa kawin. Nanti Mas – mas ini saya undang.”
Heni panci : “ Baik Mas Tarmo, sebelum acara uji nyali kita mulai, mari kita tanyakan terlebih dahulu keadaan disini kepada ahlinya. Selamat malam pak Kyai !”
Nyai : “ Selamat malam, Mas.”
Heni panci : “ Menurut Kyai, bagaimana keadaan disekitar makam kramat ini ?”
Nyai : “ Kalau dilihat dan diperhatikan sepertinya tempat ini bersih, terawat, dan katanya sih pengunjungnya banyak. Tetapi, sayang Mas tempatnya jauh dan sulit dijangkau. Kaki saya sampai lecet nih, sedikit.”
Heni panci : “ Maaf, Kyai. Maksud saya bukan itu Kyai. Maksud saya bagaimana keadaan disini bila dilihat dari mata batin Kyai.”
Nyai : “ Oh itu, ngomong dong dari tadi. Jadi saya gak usah banyak ngomong. Baiklah, kalau dilihat dan dirasakan dari mata batin saya sepertinya tempat ini banyak sekali hantunya. Sepertinya hantunya menyebar dimana – mana. tetapi Mas, pusat kekuatan mistis terbesar terdapat dikuburan ini. Tempat ini juga merupakan tempat yang strategis untuk para hantu cangkruk bersama.”
Tarmo : “ Lho Kyai, hantu bisa cangkru’an juga ya ?”
Nyai : “ Oh jangan salah Mas. Sebenarnya paling suka cangkru’an itu adalah hantu karena mereka tidak punya kerjaan lain selain cangkru’an. Bisa mirip tante – tante genit gitu lho.”
Heni panci : “ Ah Kyai bisa aja. Baik Mas Tarmo, bagaimana apakah anda sudah siap ?”
Tarmo : “ Saya sudah siap dari tadi Mas.”
Heni panci : “ Baik Mas Tarmo. Kami akan meninggalkan anda disini selama 2 jam, jika anda berhasil anda akan mendapatkan hadiah dari kami. Tetapi jika anda menyerah, maka anda cukup bisa melambaikan tangan kepada kami, maka kru kami akan segera membantu anda. Tetapi, jika anda menyerah maka anda tidak akan mendapatkan hadiah.”
( Kemudian Pak Kyai dan Heri panci meninggalkan Tarmo di kompleks kuburan kramat itu sendirian, namun dari semak-semak tempat persembunyian ketiga hantu mulai berbincang-bincang lagi ).
Kunti : “ Tuh khan, kalian denger sendiri. Kalau cowok ganteng itu mau mencari pacar dari golongan kita.”
Puci : “ Tapi itu khan menyalahi aturan, kita khan sudah diberi batasan untuk tidak saling menganggu. Apalagi manusia itu sudah mengganggu kita yang sudah tenang disini.”
Kunti : “ Ah, aku gak peduli yang penting aku dapat pacar dari bangsa manusia yang cuakep dan suedep.”
Sundi : “ Ya, sudah kalau diomongin gak mau. Kamu rasakan sendiri akibatnya nanti. Ayo, Puci kita pergi.” ( menarik Puci )
Kunti : “ Pergi aja sana.”
( Hantu cantik ini kemudian mendekati Tarmo dan mengejutkannya ).
Kunti : “ Mas……. mas cakep.”
Tarmo : ( menoleh dan terkejut ) “ Ya ampun, cantik sekali ! Siapa namanya kamu ?”
Kunti : ( terseipu malu ) “ Nama saya Kunti Mas. Kalau Mas namanya siapa ?”
Tarmo : “ Nama saya Tarmo beres slamet. Tapi, biasanya saya dipanggil Tarmo saja.”
Kunti : “ Nama Mas bagus deh, sebagus orangnya.”
Tarmo : “ Nama kamu juga cantik sama seperti orangnya.”
( Kedua makhluk yang berbeda alam tersebut langsung akrab dan langsung asyik berbincang-bincang. Namun, tiba-tiba terdengar suara tawa yang mengerikan yang dinarengi dengan kumpulan asap yang mengepul yang berasal dari kuburan kramat Ki kolor ijuk ).
Diiringi suara-suara seram
Ki kolor ijuk : “ Ha…ha…ha….ha…. Hey, kalian apa yang kalian lakukan disini, Kunti kau sengaja membuat aku marah ya ?”
Kunti : ( terkejut ) “ A…a….aku Cuma………..”
Ki kolor ijuk : “ Dasar perempuan gatel, ayo ikut.” ( menarik tangan Kunti )
Tarmo : “ E…e…e Sembarangan sampeyan. Ini pacar saya jangan dibawa sembarangan dong.”
Ki kolor ijuk : “ Bocah semprul kamu. Dia ini istriku yang ke-16 mana mungkin dia bisa jadi pacarmu. Ayo ikut Kunti !” ( menarik tangan Kunti).
Tarmo : “ E…e…e…. jangan sembarangan dong, Mas. Tanya dulu sama dia, dia pilih saya atau kamu.”
Ki kolor ijuk : “ Dia istriku jelas pilih aku. Ayo Kunti !” (menarik Kunti).
Kunti : “ Aku gak mau, aku mau ikut Mas Tarmo.” ( Berlari kearah belakang Tarmo )
Ki kolor ijuk : “ Kunti, kamu melawan aku ?”
Kunti : “ Aku gak akan berani ngelawan kamu, Mas. Tapi aku bosan jadi istrimu kau selalu meninggalkan aku sendirian, kalau aku gak nurut aku kamu pukul, dan kau selalu memperlakukanku seolah-olah aku ini budakmu. Kau tidak pernah mencintaiku. Aku ingin mencari bangsa manusia yang dapat mengerti apa itu arti cinta.”
Ki kolor ijuk : “ Hantu edan kamu Kunti ! Baiklah aku tidak akan tinggal diam akan kubunuh manusia ini.” ( Bersiap menyerang Tarmo).
Kunti : “ Eh tunggu dulu ! sebelum bertarung kasih hormat dulu dong.”
( Pertarungan sengit antara Tarmo dan Ki kolor ijuk pun dimulai. Pertarungan tersebut sangatlah seru dan terbagi dalam 2 babak pertarungan. Namun sayang ternyata Tarmo kalah dalam pertarungan itu ).
Tarmo : ( terjatuh menahan sakit ) “ Ah…….agh…….agh.”
Kunti : ( Berteriak ) “ Mas Tarmooooo……”
Ki kolor ijuk : “ Baiklah. Aku tidak akan membunuhmu, tetapi jangan pernah datang kesini lagi. Ayo Kunti !” ( Menarik tangan Kunti dengan paksa )
Kunti : ( sambil menangis ) “ Mas Tarmo tolong mas………mas………”
Tarmo : ( Dengan suara lemah ) “ Kunti…………Kunti…..”
( Ki kolor ijuk dan Kunti pergi meninggalkan tempat itu dan kembali kealamnya ).
Tarmo : ( sambil melambaikan tangannya ) “ Tolong……..tolong……..tolong……”
Heni panci : “ Lho ada apa, Mas ?”
Nyai : “ Sepertinya anak muda ini terkena pukulan dari makhluk ghaib penghuni makam kramat disini.”
Heni panci : “ Apa bisa disembuhkan Kyai ?”
Nyai : “ Insya Allah “
( Kemudian Kyai tersebut menyalurkan tenaga dalamnya untuk menyembuhkan Tarmo)
Tarmo : “ Sakalangkong banyak, Kyai.”
Nyai : “ Ya, sama – sama.”
Heni panci : “ Baiklah, Mas Tarmo. Bisakah anda menceritakan pengalaman anda kepada pemirsa ?”
Tarmo : ( Panik dan buru – buru pergi ) “ Saya kapok mas ikut acara ini. Saya mau pulang saja.”
Heni panci : “ Lho Mas……..lho mas, tunggu Mas ! Maaf pemirsa rupanya peserta kita kali ini mengalami shock berat, sehingga tidak bisa menceritakan pengalamannya. Baiklah pemirsa cukup sampai disini acara kita hari ini, bila ada kritik atau saran dapat anda kirimkan melalui surat ke alamat dibawah ini ( Poster alamat dibawa oleh Puci dan Sundi ). Baik pemirsa sampai disini acara kita dan sampai ketemu di episode berikutnya dalam acara “ Menelusuri Alam Ghaib “ bersama saya Heri panci gosong. Sampai jumpa pemirsa. Terima kasih Kyai.”
Nyai : “ Oh, iya.”
( Tiba – tiba mereka telah dikelilingi oleh hantu – hantu penghuni makam kramat )
Heni panci & Nyai : ( sambil berlari ) “ HANTUUUUUUUUUUUUU “

Sajak-sajak Esha Tegar Putra, Koran Kompas, Minggu, 12 April 2009

Seretan Suara

suara siapakah yang menyeretmu hingga tergelepar di tepian pesisir

dengungnya tak seperti bunyi lebah, gaungnya tak seperti desiran angin

yang beradu kian-kemari di punggung lembah. suara siapakah

yang telah menelantarkan tubuhmu hingga tak sanggup lagi merapal

isyarat kerang pecah, tak sanggup membau amisnya lendir ikan

dan seperti menemu lubang dalam, kau tak sanggup menyuarakan

sakit pada badan yang diregang oleh jarak. di tepian pesisir tanganmu

digelipatkan, dan di lain jarak (mungkin di tengah laut) kakimu

diapungkan. seakan dijadikan umpan bagi ikan-ikan bergigi tajam

suara siapakah itu, yang menghelamu jadi makhluk pendiam yang

tak sanggup mengusap jejak pasir yang melekat di kening beningmu

Kandangpadati, 2009

Pohon Agung

1

kuamati sebatang tubuhmu

seperti mengamati sebatang pohon agung

di hari yang mendung

bola matamu kelihatan cekung

seakan menenung dan menghisapku

ke dalam tempurung yang mengapung

rambut yang terjalin dan berpilin

membayangkanku akan sumbulan akar

sehabis menusuk bebatuan lapuk dengan garangnya

dan di rengkah bibirmu itu

kayu-kayu belah di kemarau yang tak sudah

kemarau yang tak memberi pertukaran pada warna sungai

punggungmu entah berwarna apa

terlihat belang-belang dengan serat menebal

seperti bekas batang terpanggang

2

tubuhmu yang sebatang pohon agung

dengan buah lebat yang begitu nikmat dulunya

sering kali aku salah duga memaknai itu. ingatanku tak cukup kuat

menerjemahkan isyarat yang kau buat di kali kesekian hujan merambat

di suatu ketika aku hanya bisa berharap

tubuhmu yang sebatang pohon agung

dijadikan tempat bergelantung. dan akan melambungkan

keinginan beburung; mengarung langit lapang yang kini murung

cuma di kerisik daun jatuh

(barangkali itu tangismu turun) dapat kusaksikan

persetubuhan nikmatmu dengan badan angin. semacam

permainan, dan hanya lenguh burukmu yang bisa kutangkap

3

aku ingin mendekat dengan penuh harap

lalu mendekap tubuhmu yang sebatang pohon agung

sembari merapal doa-doa lama yang temurun diajarkan para tetua

agar senantiasa kau bisa memahami kesakitanku, kesakitan penebang

pohon rimba—sesekali aku merupa penggetah burung

siasat apakah yang bisa merubuhkanmu

sebatang pohon agung dalam mendung

aku begitu takjub pada tangkai dan surai lebatmu

yang mengucurkan getah mentah. harapku berjaga di antara patahan

ranting, di antara runtuhan lapuk dan terbangan gabukmu

4

agar di hari yang mendung

ketuban awan segera pecah dan tempias air dapat

berburu di kedudukan tanah

hingga tubuhmu, oh, yang sebatang pohon agung

menjadi pertanda dimulainya musim berpinak

bagi sepasukan semak

Kandangpadati, 2009

Sajak-sajak Esha Tegar Putra, Koran Kompas, Minggu, 12 April 2009

Seretan Suara

suara siapakah yang menyeretmu hingga tergelepar di tepian pesisir

dengungnya tak seperti bunyi lebah, gaungnya tak seperti desiran angin

yang beradu kian-kemari di punggung lembah. suara siapakah

yang telah menelantarkan tubuhmu hingga tak sanggup lagi merapal

isyarat kerang pecah, tak sanggup membau amisnya lendir ikan

dan seperti menemu lubang dalam, kau tak sanggup menyuarakan

sakit pada badan yang diregang oleh jarak. di tepian pesisir tanganmu

digelipatkan, dan di lain jarak (mungkin di tengah laut) kakimu

diapungkan. seakan dijadikan umpan bagi ikan-ikan bergigi tajam

suara siapakah itu, yang menghelamu jadi makhluk pendiam yang

tak sanggup mengusap jejak pasir yang melekat di kening beningmu

Kandangpadati, 2009

Pohon Agung

1

kuamati sebatang tubuhmu

seperti mengamati sebatang pohon agung

di hari yang mendung

bola matamu kelihatan cekung

seakan menenung dan menghisapku

ke dalam tempurung yang mengapung

rambut yang terjalin dan berpilin

membayangkanku akan sumbulan akar

sehabis menusuk bebatuan lapuk dengan garangnya

dan di rengkah bibirmu itu

kayu-kayu belah di kemarau yang tak sudah

kemarau yang tak memberi pertukaran pada warna sungai

punggungmu entah berwarna apa

terlihat belang-belang dengan serat menebal

seperti bekas batang terpanggang

2

tubuhmu yang sebatang pohon agung

dengan buah lebat yang begitu nikmat dulunya

sering kali aku salah duga memaknai itu. ingatanku tak cukup kuat

menerjemahkan isyarat yang kau buat di kali kesekian hujan merambat

di suatu ketika aku hanya bisa berharap

tubuhmu yang sebatang pohon agung

dijadikan tempat bergelantung. dan akan melambungkan

keinginan beburung; mengarung langit lapang yang kini murung

cuma di kerisik daun jatuh

(barangkali itu tangismu turun) dapat kusaksikan

persetubuhan nikmatmu dengan badan angin. semacam

permainan, dan hanya lenguh burukmu yang bisa kutangkap

3

aku ingin mendekat dengan penuh harap

lalu mendekap tubuhmu yang sebatang pohon agung

sembari merapal doa-doa lama yang temurun diajarkan para tetua

agar senantiasa kau bisa memahami kesakitanku, kesakitan penebang

pohon rimba—sesekali aku merupa penggetah burung

siasat apakah yang bisa merubuhkanmu

sebatang pohon agung dalam mendung

aku begitu takjub pada tangkai dan surai lebatmu

yang mengucurkan getah mentah. harapku berjaga di antara patahan

ranting, di antara runtuhan lapuk dan terbangan gabukmu

4

agar di hari yang mendung

ketuban awan segera pecah dan tempias air dapat

berburu di kedudukan tanah

hingga tubuhmu, oh, yang sebatang pohon agung

menjadi pertanda dimulainya musim berpinak

bagi sepasukan semak

Kandangpadati, 2009

Selamat Jalan Sang Pembaru

Selamat Jalan Sang Pembaru

Sabtu, 8 Agustus 2009 | 04:48 WIB

Oleh Bakdi Soemanto

Pada hemat saya, meski banyak disebut sebagai dramawan, WS Rendra pada dasarnya seorang penyair.

Dikatakan demikian bukan karena hampir pada setiap kegiatan kebahasaannya—berteater, orasi budaya, menulis esai, pidato penerimaan gelar doktor honoris causa, dan lain-lain semacam itu—selalu muncul puisinya. Namun, kepenyairan dalam arti seperti dikatakan Jacques Maritain: puisi bukan dipandang sebagai bentuk sastra, tetapi roh semua kesenian, yang oleh Plato disebut Mousikè.

Selain itu, Rendra—yang sangat sering dipanggil Mas Willy— pada dasarnya amat menghayati kebatinan Jawa atau Javanese mysticism. Ini dilaksanakan dengan bertapa di tengah masyarakat. Oleh Mas Janadi, guru kebatinan Rendra waktu kecil, disebut dengan istilah manjing ing sajroning kahanan, yakni senantiasa berada di tengah- tengah keadaan aktual.

Karya awal

Yang menarik, karya awalnya, misalnya sejumlah puisi yang terkumpul dalam ”Ballada Orang- orang Tercinta” (1960), yang dipandang sebagai puisi-puisi pembaruan, maupun lakonnya yang pertama, misalnya ”Orang-orang di Tikungan Jalan” (1954), tidak mencerminkan semangat manjing ing kahanan itu.

Namun, kalau kita membacanya dengan mendalam, suasana keberpihakan Rendra kepada orang-orang cukup terasa. Keberpihakan yang baru terasa dalam nuansa-nuansa itu, kemudian tidak terdengar lagi, karena Rendra, dalam puisinya sibuk dengan berpacaran, seperti tecermin dalam kumpulan ”Empat Kumpulan Sajak” dan ”Sajak-sajak Sepatu Tua”.

Dalam hal sebagai dramawan, Rendra tampak tak bisa menghindari dampak realisme dan modernisme yang melanda Indonesia. Ia menerjemahkan lakon Anton Chekov, antara lain ”Orang Kasar”, lakon satu babak karya Von Auerbach, ”Tiga Perempuan Basah”, juga lakon ”Arms and The Man”, sebuah komedi kocak, karya George Bernard Shaw. Meski lakon terjemahan tak menunjukkan kekhasan Rendra, tetapi dalam penyutradaraan menyentuh pengalaman.

Masalah sosial

Tahun 1963, Rendra berangkat ke Amerika Serikat. Semula, ia hanya menghadiri seminar internasional yang diselenggarakan oleh Henry Kissinger, tetapi kemudian ia mengikuti kuliah di The American Academy of Dramatic Art di New York. Beberapa bulan sesudah Mas Willy berangkat, Mbak Narti, istri pertamanya, menyusul.

Selama tiga tahun, surat-surat Mas Willy dan Mbak Narti biasa-biasa saja. Namun, setelah lulus dari Academy itu ia melanjutkan studi di Theatre Department di Stony Brook University, nada suratnya berubah. Ia mulai minta dikirimi potongan-potongan koran lokal dan nasional dari Tanah Air. Di harian Bersenjata, ada berita polisi memburu-buru pelacur; di Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat juga memberitakan hal itu.

Dua bulan sesudah saya mengirimkan potongan-potongan koran itu, saya menerima amplop tebal dari Mbak Narti, yang isinya sajak panjang berjudul Bersatulah Pelacur-pelacur Ibu Kota. Ia minta agar sajak yang masih tulisan tangan itu diketik dan dikirimkan kepada HB Yassin untuk dimuat di majalah Horison. Namun, Yassin menolak memuatnya karena terlalu vulgar. Saya terdiam dan merenung. Yassin benar, pikir saya waktu itu. Ada yang berubah secara besar-besaran pada Mas Willy, terutama dalam bersajak.

Namun, yang tidak saya ketahui saat itu bahwa kepedulian puisi Rendra pada masalah sosial sebenarnya merupakan aktualisasi dari beberapa puisi dalam kumpulan ”Ballada Orang-orang Tercinta” yang membicarakan orang tersingkir, teraniaya, juga lelaki-lelaki kesepian seperti pada lakon awal yang ditulisnya.

Yang berubah besar adalah puitikanya, meski substansinya sama. Kebingungan ini menjadi jelas saat saya menerima surat terakhirnya, sebelum Mas Willy kembali ke Tanah Air.

Isinya menceritakan bahwa di sekolah teater yang baru, ia juga belajar sosiologi.

Apa yang terjadi kemudian, ajaran kebatinan manjing ing sajroning kahanan mendapatkan aktualisasinya secara keilmuan, yang oleh Rendra disebutnya sebagai menemukan ungkapan- ungkapan modern. Ketika tiba di Tanah Air pada September 1967, Indonesia sudah berubah. Adik Mas Willy yang bungsu, Sudibyanto, sudah bekerja sebagai wartawan Kompas.

Ia segera menukarkan dollar AS menjadi rupiah dan membeli rumah di Ketanggungan Wetan. Beberapa teman: Chaerul Umam, Azwar AN, Moortri Purnomo, dan saya, mendesak Rendra agar mendirikan sanggar teater, seperti dulu sebelum ke Amerika. Namun, Mbak Narti punya pikiran lain, berteater sama dengan buang-buang tenaga, susah mendapat uang. Mas Willy menerima warning istrinya.

Namun, pikiran Rendra berubah total setelah menyaksikan pementasan ”Hamlet” yang dimainkan oleh Studi Teater Arena, yang kebanyakan aktor dan aktrisnya lulusan Asdrafi. Ia menjadi semakin yakin bahwa ada sesuatu yang kurang sehat dalam jagat teater di Yogyakarta setelah menyaksikan pementasan ”Caligula” yang disutradarai dan dibintangi oleh Arifin C Noer.

”Kita harus membentuk grup, bukan untuk produksi sebagai tujuan pokok, tetapi semacam workshop. Kita harus menata diri: organ tubuh, indra, dan batin kita,” ungkapnya sambil menikmati bubur ketan hitam di Malioboro. Inilah awal lahirnya Bengkel Teater, sebuah grup teater yang lebih banyak mengurusi aktor ketimbang pentas; sebab baginya, aktor, si manusia, adalah roh pementasan. Inilah roh lahirnya Teater Mini Kata.

”Klilip” pemerintah

Situasi politik memanas. Dan puisi-puisi kritik sosial Rendra terus mengalir. Puisi tersebut perlu sosialisasi dengan cara lebih plastis: inilah awal lahirnya poetry reading gaya Rendra: puisi yang berbicara tentang manusia tertekan, tersingkirkan, tetapi menyentuh dan memukau. Tampak sekali semangat manjing ing sajroning kahanan hasil didikan Mas Janadi.

Setelah Bengkel Teater melahirkan Teater Mini Kata, lahir pula Sekda, Mastodon-Burung Kondor, Panembahan Reso Imung dan lakon bernuansa politik lainnya. Rendra tumbuh menjadi nurani bangsanya. Karena itu, ia selalu menjadi klilip pemerintah yang otoriter. Pada penerimaan gelar doktor honoris causa di Universitas Gadjah Mada, 2008, pidato Rendra tentang kelautan sangat memukau.

Sebagai seniman, ia tidak sibuk dengan art yang lebih merupakan artefak, tetapi lebih ber-concern dengan kehidupan, manusia, dan masyarakat. Dialah Guru Besar dari Universitas Kehidupan.

Selamat jalan, Mas Willy. Karyamu membisik terus….

Bakdi Soemanto Dosen UGM dan Universitas Sanata Dharma

Sastra (Koran) Semakin Diapresiasi

Sastra (Koran) Semakin Diapresiasi

Sabtu, 8 Maret 2008 | 02:13 WIB

Telah tiba masanya pengarang atau sastrawan kita bergelimang uang. Sebelumnya, sastrawan hanya sedikit yang kecipratan rezeki lumayan dari karya-karyanya. Namun, pascareformasi, buku-buku sastra beberapa pengarang ternyata laris, cetak ulang belasan kali, dan royaltinya bisa lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesan yang bisa ditangkap, sastra semakin diapresiasi, semakin diminati.

Pemerintah belum mengapresiasi sastra seperti mengapresiasi olahraga sehingga mau menyediakan bonus ratusan juta rupiah. Prestasi di bidang sastra yang turut mengharumkan nama bangsa bagai angin lalu.

Untunglah, setelah Penghargaan Sastra Khatulistiwa (Khatulistiwa Literary Award), dengan hadiah Rp 100 juta untuk prosa dan puisi terbaik serta Rp 25 juta untuk penulis muda terbaik, kini ada Anugerah Sastra Pena Kencana. Penghargaan yang digagas PT Kharisma Pena Kencana ini menyediakan hadiah Rp 50 juta untuk puisi dan cerita pendek (cerpen) terbaik yang terbit di media cetak.

Untuk Anugerah Sastra Pena Kencana 2008, dewan juri Ahmad Tohari, Budi Darma, Sapardi Djoko Damono, Apsanti Djokosujatno, Sitok Srengenge, Joko Pinurbo, dan Djamal D Rahman memilih 20 cerpen dan 100 puisi nomine, yang karyanya dibukukan ke dalam 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 dan 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008.

Buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama itu, Rabu (5/3) petang, diluncurkan di Toko Buku Gramedia, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, dibedah Sapardi dan Djamal serta Radhar Panca Dahana.

Angkat martabat

Menurut Direktur Program Penyelenggara Anugerah Sastra Pena Kencana Triyanto Triwikromo, sastra Indonesia seperti sastra dunia, tak pernah hadir dalam ruang vakum sejarah, jatuh dari langit, atau muncul dari dunia antah-berantah. Ia juga tak pernah mungkin hidup tanpa peran, ideologi, industri, atau, yang paling penting, pembaca.

”Kebudayaan Yunani Kuno, ketika para pemikir besar sekelas Socrates, Plato, dan Aristoteles hidup, tidak mungkin lepas dari sumbangan sastra,” paparnya.

Anugerah Sastra Pena Kencana hadir untuk lebih memartabatkan sastrawan dan mengembangkan peran pembaca. Untuk 2008, puisi dan cerpen terbaik masing-masing mendapat Rp 50 juta.

Komisaris PT Kharisma Pena Kencana Nugroho S selaku penggagas Anugerah Sastra Pena Kencana mengatakan, ”Pemberian anugerah akan berkelanjutan dan ke depan hadiahnya diharapkan ditingkatkan.”

”Dengan melibatkan pembaca dalam penilaian sastra, kita akan mampu menjaring pendukung lebih luas,” tandas Triyanto, yang Januari 2008 menjadi peserta Gang Festival dan Residensi Sastra di Sydney, Australia.

Sastra koran

Sebanyak 20 cerpen terbaik Indonesia 2008 dan 100 puisi terbaik Indonesia 2008 adalah cerpen-cerpen dan puisi-puisi yang dimuat di koran Kompas, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Jawa Pos, Lampung Pos, Bali Pos, Pontianak Pos, dan Pikiran Rakyat.

”Tak bisa dimungkiri betapa sastra hari ini adalah ’sastra koran’. Dan koran yang dipilih dianggap mewakili pemuatan karya sastra seluruh Indonesia,” ujar Direktur Program Triyanto.

Dalam bedah buku, Sapardi mengatakan, sajak-sajak koran dalam antologi 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 tidak ada yang berujud puisi konkret yang ekstrem yang mengubah seni kata menjadi seni visual.

Sapardi mengakui, sejumlah puisi tampak masih gagap, mengingatkan kita pada sebagian besar puisi dekade 1950-an ketika kebanyakan penyair dalam tahap awal memahami dan menghayati bahasa Indonesia.

Djamal mengatakan, kini koran menjadi kiblat sastra. ”Cuma yang menjadi masalah sastrawan adalah keterbatasan halaman koran,” katanya. Menurut dia, peran sastra ke depan adalah bagaimana memproyeksikan masa depan Indonesia.

Sedangkan Radhar yang mengkritisi cerpen dan puisi menilai dunia sastra atau fiksi Indonesia belum berhasil menyodorkan kepada publik, manusia, sejarah tentang pemahaman terhadap publik, manusia, dan sejarah itu sendiri.

”Pembaca tak mendapatkan trotoar untuk menjalani hidup ini. Cerpen dan juga puisi tampil untuk membaguskan bahasa, tidak dalam makna. Yang ditemui dunia yang ideal, tidak dunia nyata,” tandasnya. (YURNALDI)

Wednesday 11 November 2009

TATA CAHAYA

Arsip untuk teater kategori
Tata Cahaya
Posted in teater on September 8, 2008 by endonesa



TATA CAHAYA







Fungsi Tata Cahaya

Secara umum, tata cahaya berfungsi untuk membentuk situasi, menyinari gerak pelaku, dan mempertajam ekspresi demi penciptaan karakter pelaku. Dengan demikian, imajinasi publik ke situasi tertentu, yang tragis, yang sublim, yang lepas dari dunia keseharian atau spesifik iluminasi.

Secara khusus, tata cahaya dapat berfungsi untuk

1. mengadakan pilihan bagi segala hal yang diperlihatkan

Hal yang sangat penting bagi cahaya lampu adalah dapat berperan di atas panggung untuk membiarkan penonton dapat melihat dengan enak dan jelas. Apa yang terlihat akan bergantung pada sejumlah penerangan, ukuran objek yang tersorot cahaya, sejumlah cahaya pantulan objek, kontrasnya dengan latar belakang, dan jarak objek dan pengamatnya.

1. mengungkapkan bentuk

Jika sebuah pementasan lakon disoroti dengan cahaya lampu biasa, maka para pemeran, dan peralatan (properti), dan semua bagian dari skeneri akan nampak datar atau flat, tidak menarik. Di sini tidak nampak sinar tajam (high-light), tidak ada bayangan, dan monoton. Agar objek yang terkena cahaya nampak dengan bentuk yang wajar, maka penyebaran sinar harus memiliki tinggi-rendah derajat pencahayaan yang memberikan keanekaragaman hasil perbedaan tinggi-rendahnya derajat pencahayaan itu.

Pengungkapan bentuk pada hakikatnya disempurnakan oleh pencahayaan. Sudut datang cahaya dan arah cahaya lampu khusus, harus diramu bersama dengan hati-hati sehingga menghasilkan pencahayaan yang seimbang hingga ada pembeda antara keremangan dan bayangan. Kontras dan keanekaragaman warna juga merupakan bagian-bagian yang harus dapat dibedakan sehingga dapat memikiat perhatian penonton.

1. membuat gambar wajar

Di dalam fungsi ini, juga termasuk cahaya lampu tiruan yang menciptakan gambaran cahaya wajar yang memberi petunjuk terhadap waktu sehari-hari, waktu setempat, dan musim.

1. membuat komposisi

Membuat komposisi dengan cahaya adalah sama dengan menggunakan cahaya sebagai elemen rancangan. Hal ini terkait dengan kebutuhan skeneri, objek mana yang harus disorot dengan intensitas yang rendah/tinggi hingga berkomposisi bagus, pola-pola bayangan juga harus diperhatikan.

1. menciptakan suasana (hati/jiwa)

Dengan pengaturan cahaya diharapkan dapat menciptakan suasana termasuk adanya perasaan atau efek kejiwaan yang diciptakan oleh pemeran dengan didukung oleh cahaya.



Macam-macam Lampu

Lampu tidak dapat berdiri sendiri dalam tata cahaya, melainkan wajib hukumnya untuk berpadu dengan listrik, kabel sebagai penghantar listrik, holder sebagai rumah lampu, dan dimmer sebagai pengontrol lampu.

Secara umum, terdapat tiga macam lampu, yaitu

1. lampu cahaya umum: jenis-jenis lampu biasa, lampu kerja, dan lampu “flood”
2. lampu cahaya khusus: jenis-jenis lampu spot, seperti “ellipsoidal”, “lekolites”, “spherical”, dan “mirror”
3. lampu cahaya campuran: jenis-jenis lampu strip, seperti lampi border, lampu kaki, lampu “backing”, lampu siklorama



Tiga macam lampu itu memiliki sifatnya masing-masing. Lampu cahaya memiliki sifat cahaya yang memencar, disebabkan oleh cahaya yang keluar dari lampu hanya dipantulkan melalui reflektor menembus cahaya pada kaca lampu. Sedangkan pada jenis lampu khusus, cahaya yang keluar dari lampu setelah dipantulkan melalui reflektor kemudian dibiaskan melalui lensa. Pembiasan melalui lensa tersebut menyebabkan sorotan cahayanya terpadu dan keluar dengan tajam. Pada lampu campuran sifatnya seperti lampu umum, hanya setelah cahaya terpantul melalui reflektor kemudian dibiaskan melalui kaca lampu yang berwarna-warni, satu lampu satu warna, biasanya merah, hijau, putih atau amber.

Beberapa jenis-jenis lampu secara khusus dijelaskan di bawah ini.

1. lampu cahaya umum
2. lampu cahaya campuran (strip)
3. lampu cahaya khusus(fresnellites)
4. lampu cahaya khusus (lekolites) (lihat lampiran 1)



Tipe-tipe lampu menurut petunjuk ukurannya, terapat tiga tipoe lensa yang berbeda.

a. lampu spot lensa konveks

1. lensa 20 cm 1000-2000 watt

2. lensa 9 cm 500-1000 watt

3. lensa 7,5 cm 250-400 watt

b. lampu spot lensa step (fresnell)

1. lensa 21/24 cm 5000 watt

2. lensa 12,5/18 cm 2000 watt

3. lensa 12 cm 1000-2000 watt

4. lensa 9 cm 250-750 watt

5. 4,5 cm 100 watt

c. 1. 18 cm 300-5000 watt 10-120 beam

2. 12 cm 1000-2000 watt 20-240 beam

3. 12 cm 250-750 watt 15-180 beam

4. 18 cm 250-750 watt 26-340 beam

5. 18 cm 300-5000 watt 10-450 beam (lihat lampiran)

Sarana Pengendali Lampu

Sarana pengendali lampu pada dasarnya terdapat empat hal penting, yaitu

1. intensitas

Untuk mengendalikan cahaya lampu dari terang ke gelap atau gelap ke terang biasanya dipergunakan alat yang disebut dimmer. Dengan alat ini, masing-masing satuan lampu yang diapsang di atas pentas dapat dikendalikan mulai dari pencahayaan penuh, perlahan-lahan surut, sampai mati sama sekali, dan sebaliknya. Yang menentukan intensitas cahaya lampu pentas selain dimmmer juga kekuatan lampunya (watt-nya) dan dimensi dari perumahan lampu itu.

Seorang penata cahaya dapat mengatur intensitas paling tinggi yang diperlukan bagi masing-masing daerah panggung yang dikehendaki pencahayaannya. Tiap-tipa saluran dimmer dapat digunakan untuk memberi keseimbangan intensitas cahay tersebut dari setiap sumbernya. Secara ideal diharapkan bahwa skeneri (suasana gerak-gerik di atas pentas) setiap adegan dapat dihasilkan dari pencahayaan masing-masing sumbernya. Adegan berikutnya mungkin akan terdiri dari hasil pencahayaan yang berbeda susunan intensitasnya meskipun sering dipergunakan dalam asluran dimmer yang sama.



2. warna

Warna juga penting peranannya sebagai alat pengendali intensitas cahaya. Di negara teklnologi maju yang telah lama menggunakan intensitas cahaya listrik sebagai alat utama cahaya panggung, pada abad XV tidak saja membedakan intensitas cahaya lampu antara komedi dan tragedi, akan tetapi juga membedakan tata wana cahayanya. Warna-warna hangat dipergunakan untuk cahaya komdei, sedangkan warna dingin dipergunakan untuk cahaya tragedi. Konsepsi warna demikian itu masih secara umum dan masih banyak dipergunakan hingga pada saat ini, namun juga banyak sekali kejutan-kejutan warna cahaya yang diciptakan secara cerdik yang menjadi tantangan.

Penggunaan warna cahaya di panggung sangat menarik oleh karena sifat-sifatnya yang unik. Di satu pihak ia memiliki sifat objektif oleh karena takarannya sudah pasti, misalnya, sumber cahayanya, kekuatan lampunya, perumahan lampunya, media atau filter (saringan) warnanya, semuanya sudah pasti. Namun, sorotan warna cahaya lampu itu ketika memantul dari benda atau pemeran yang kena sorot, pantulan warnanya yang sampai mata penonton bisa berubah.

Di lain pihak, warna memiliki sifat subjektif atau memiliki faktor psikologis karena kemauan sang sutradara yang lebih tertarik kepada pantulan warna-warna para pemeran di mata penonton. Dengan demikian, diperlukan kemahiran tersendiri bagi seorang penata cahaya untuk mengolah faktor-faktor objketif dan subjektif. Tidak saja diperlukan pengetahuan yang mendalam, akan tetapi juga pengalaman yang matang untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.



3. distribusi

Distribusi adalah kepekatan, penyebaran, dan arah cahaya lampu. Hal ini akan berhubungan pula dengan banyak sedikitnya jumlah lampu, banyak sedikitnya jummla tipe-tipe peralatan lampu, dan penempatan kedudukan lampu itu. Kualitas distribusi cahaya lampu teristimewa diberikan oleh masing-masing tipe peralatannya (lampu cahaya khusus atau lampu cahaya umum), besar kecilnya cahaya ditentukan oleh penggunaan dimmer, tajam atau lembutnya garis cahaya tergantung dari sudut datangnya cahaya ke sasaran, dan lain sebagainya. Masing-masing peralatan bergantung dari tipenya membentuk berbagai efek pencahayaan. Tempat kedudukan lampu-lampu itu terarah menurut kemamuan penata cahaya berdasarkan atas plot cahaya (light plot). Cahaya cerah diarahkan ke sana, cahaya redup di arahkan kemari, dan seterusnya yang semuanya diarahkan dan disusun menuju sasaran platis dan komposisi yang berefek visual.

Ada tiga perangkat pengendali distribusi cahaya lampu yang saling berhubungan, yaitu

1. perangkat pengendali lampu umum yang menghasilkan cahaya yang memencar

2. perangkat pengendali lampu khusus yang memiliki cahaya mengempal, dan

3. perangkat pengendali yang berada pada berbagai warna cahaya yang tersorot ke permukaan objek yang sama.

Fakta membuktikan bahwa skeneri, kostum, peralatan, dan bahkan tata rias para pemeran memiliki berbagai kemampuan menyerap danm memantulkan cahaya lampu yang perlu dipertimbangkan. Hal ini sangat penting untuk diperhitungkan dalam distribusi cahaya dalam sebuah peemntasan. Bahkan seorang pemeran yang bergerak di atas pentas dapat merubahj distribusi cahaya apabila tidak diperhitungkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh segenap tubuh, kostum, dan peralatan yang dibawanya aadalah pemantul cahaya seperti halnya bagian set yang lain.



4. gerakan

Sarana pengendali lampu yang terakhir adalah gerakan, yaitu perubahan satu atau lebih kualitas cahaya. Gerakan cahaya lampu ini bisa terjadi oleh karena beberapa hal. Gerakan cahaya lampu ini bisa terjadi oleh karena beberapa hal. Gerakan cahaya lampu yang sengaja digerakkan oleh awak panggung (manual) untuk mengikuti gerakan pemeran (biasanya disebut follow spot). Kemudian ada gerakan cahaya lampu yang diatur secara mekanis (banyak digunakan lampu disko). Di samping itu, ada pula gerakan cahaya lampu meremang (dim turun) dan emnerang (dim naik), yaitu kecenderungan pengaturan gerakan cahaya lampu melalui alat dimmer yang penanganannya hanya dapat dimungkinkan melalui induk mekanis atau alat elektris. Hanya dengan alat elektronis modern, hal ini bisa dilaksanakan dengan baik. Satu orang operator pengendali lampu (manual) dapat menangani tidak lebih dari tiga atau empat bilah tahanan (resistensi) atau autotransformer yang terdapat pada tangan-tangan (handle) dimmer dan itupun terletak dalam kelompok yang berdekatan. Gerakan cahaya pada saat pertunjukan sedang berjalan harus dikerjakan dengan cermat. Apabila tidak, dikhawatirkan akan menyesatkan dan luput dari nilai-nilai dramatik yang akan dicapai.

Selain itu, ruang operator lampu dengan orang yang mengendalikan lampu harus memiliki pandnagan penuh ke atas panggung. Dengan demikia, ia dapat mengoordinasikan gerakan-gerakan cahaya atau perubahan cahaya dengan gerak-geriknya. Gerakan cahaya lampu akan memberikan kualitas dinamis cahaya berbagai lakon apabila ia mengikuti pola-pola komposisi yang bagus yang dibuat berdasarkan nilai rasa puisi, musik, visual, serta kadar pertunjukkan (rasa teater).

Langkah-langkah Pemasangan Lampu

1. Sebelum memasang lampu, harus memahami dulu skenario dari drama yang akan dipentaskan. Setelah paham, maka akan diperoleh gerakan-gerakan panggung. Dengan demikian dapat diketahui daerah-daerah yang dipakai dalam pementasan tersebut.

2. Buatlah sketsa pergerakan para aktor dari skenario yang akan dipentaskan!

3. Tentukan plot cahaya dari fokus daerah-daerah yang dipakai.

4. Pilihlah warna-warna dari lampu sesuai dengan kebutuhan skenario.

5. Setelah itu, buatlah desain tata letak lampu berikut aliran listrik melalui kabel, termasuk paralel atau serinya.

6. Cek lampu yang akan digunakan berikut holder dan kabelnya. Pastikan semuanya dalam kondisi yang bagus. Jangan mengecek lampu dalam keadaan terpasang di atas panggung. Sebaiknya cek di bawah panggung.

7. Setelah semuanya dalam kondisi yang pasti, naikkan lampu dan fokuskan.

8. Perhitungkan juga skenerinya sehingga dalam penajaman atau peremangan cahaya dapat menghasilkan sesuai dengan kondisi dramatis yang diinginkan sutradara.

9. Cobalah dengan bayangan para pemeran berikut propertinya sehingga dapat diketahui suasana dramatisnya sesuai dengan arahan sutradara.

10. Lakukan gladi sebelum pementasan dimulai. Evaluasi dan perbaikilah. Selamat mencoba! (Lihat lampiran)



Contoh-contoh Tata Cahaya dalam beberapa Pementasan


































DAFTAR RUJUKAN



(didownload dari http://theater.harvard.edu/jobs/ld pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)

(didownload dari www.artangela.com/ images/photo/ pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)

(gambar didownload dari http://www.dekalb.k12.ga.us/~druidhills/uhry/uhrytheater.html pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)

(gambar didownload dari http://www.theyrecoming.com/leigh/portfolio/lighting/ParadoxGuardsCell.shtml pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)

(gambar didownload www.unclejeff.org/ Quills.html dari pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)

Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka

Supriyanto, Henri. 1986. Pengantar Studi Teater. Surabaya: KOPMA IKIP Surabaya

Poetry Reading melalui Latihan Dasar Teater

Poetry Reading melalui Latihan Dasar Teater

Teknik Pembelajaran Membacakan Puisi Bergaya Poetry Reading

Melalui Latihan Dasar Teater*









Dalam membacakan puisi, dikenal dengan tiga gaya, yaitu gaya potery reading, gaya deklamatoris, dan gaya teaterikal. Teknik pembelajaran membacakan puisi yang akan diuraikan adalah teknik membacakan puisi dengan gaya poetry reading. Teknik pembelajaran membacakan puisi ini dilakukan secara berkesinambungan. Teknik ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan metafisika. Keduanya merupakan perpaduan yang diperlukan dalam membacakan puisi. Kedua pendekatan ini dipalikasikan dalam bentuk latihan-latihan dasar yang akrab dalam kehidupan berteater.



Adapun teknik pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut.

I. Pendekatan Struktual

Sebelum melakukan pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang akan dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.

a. Membaca berulang-ulang

Tahap ini merupakan tahap mengenali bentuk puisi. Dengan membaca berulang-ulang, akan diketahui bentuk puisi berikut makna yang hendak disampaikan penyair. Tipografi puisi dapat digali hingga menemukan maksud penyair.



b. Memberinya jeda

Setelah memahami bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak didengar saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata yang hendak dipisah pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda jeda, dapat mempermudah untuk menyampaikan isi dari puisi kepada pendengar (penonton). Dengan pemenggalan tanda yang tepat, setidaknya makna yang disampaikan lebih baik.



c. Mencari alur

Setiap karya sastra yang baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan puncak alur sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik itu. Dengan menemukan alur, puisi dapat dibacakan secara tepat. Pembaca puisi harus bisa membedakan suara ketika sedang membacakan bait-bait yang merupakan penciptaan konflik, konflik, hingga penyelesaian konflik. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bait-bait mana yang harus dibcakan secara maksimal.



d. Memahami makna secara insentif

Setelah melakukan tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang memerlukan waktu cukup lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perenungan banyak terjadi di sini. Tidak cukup 10-20 menit untuk mencari “nyawa” dari puisi yang dipilih, melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari. Pada awal tahap ini harus dilakukan secara serius, kemudian boleh dilakukan di sela-sela aktivitas sehari-hari, misal sambil makan.



II. Pendekatan Latihan Dasar Teater

1. Pemanasan

Latihan pemahasan diperlukan untuk membuat kondisi tubuh yang lelah menjadi bugar. Senam pemanasan ini bisa dimulai dengan

1. gerakan kepala; menoleh kanan kiri, atas bawah, dan berputa

2. senam mimik: ekspresi menangis, tertawa, melongo, sinis, kejam, dll,

3. gerakan tangan: membentuk huruf S, lengan dibuka dan ditutup, dll

4. gerakan kaki; diangkat ke depan, ke kanan, ke kiri, dll. bergantian dari kaki kanan dan kiri

5. ditutup dengan berlari-lari kecil.

Senam ini dapat dikreatifitaskan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki fasilitator, dalam hal ini guru.



1. Olah napas

Dalam pernapasan, dikenal pernapasan dada dan perut. Kedua jenis pernapasan ini harus dipadukan untuk memperoleh kualitas vokal dan penghayatan yang memerlukan perpaduan lagi dengan detak jantung dan imajinasi.

1. Siswa diminta untuk mengambil napas kecil, kemudian mengeluarkannya

2. Setelah dirasa cukup, siswa diminta untuk menarik napas dan menyimpannya dalam dada, kemudian mengeluarkannya dengan pelan-pelan

3. Siswa diminta mengambil napas dengan 3hitungan, diminta menahannya dengan 3 hitungan, dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan dengan hitungan 3 juga (Melakukan pernapasan segitiga)

4. Latihan berikutnya ditingkatkan menjadi 5 hitungan, 7 hitungan, 9 hitungan, dan semampunya.

5. Setelah dirasa cukup, siswa diminta melakukan proses nomor 2-4 dengan menyimpannya di perut.

6. Siswa diminta mengambil napas terengah-engah dengan berbagai posisi, misal dengan posisi terlentang atau berdiri

7. (langsung dilanjutkan olah vokal)

1. Olah vokal

1. Kemudian siswa diminta berbisik dengan mengucapakan beberapa larik puisi.

2. Setelah itu, diminta berteriak hingga artikulasi dan intonasinya tepat dan terdengar dalam jarak sesuai dengan ukuran proporsional. Misal aula, suara siswa harus terdengar hingga di sust belakang aula.

3. Siswa kemudian diminta untuk menilai satuan suara (desible) milik temannya ketika berbisik maupun berteriak dengan dua pilihan, yaitu sama atau berbeda desible-nya. Setiap siswa berpasangan dan melakukannya secara bergiliran

4. Setelah mengetahui kapasitas desible temannya, setiap siswa diwajibkan untuk dapat mengetahui berapa keras, lantang, dan lembut suaranya agar terdengar sesuai dengan kapasitas proporsi ruang (jika dilakukan dalam ruangan)

5. Siswa diminta untuk mengucapkan beberapa larik dalam bait-bait puisi di dalam ruang dan di luar ruang.



Latihan olah napas dapat melibatkan kelompok silat olah pernapasan. Sedangkan latihan vokal dapat melibatkan kelompok paduan suara yang lebih memahami tentang olah vokal yang baik. Paling tidak, teknik dan materinya tidak menyimpang jauh dan usefull.



1. Konsentrasi

Pada tahap ini, konsentrasi merupakan salah satu latihan dasar dalam membacakan puisi. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika performansi nantinya. Membacakan puisi bukan membaca puisi untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Jadi proses membacakan puisi dilakukan di hadapan orang lain. Untuk itulah, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mengatasi segala rangsangan yang bisa mengganggu proses pembacaan puisi.

Adapun langkah-langkah untuk melakukan latihan dasar konsentrasi adalah

1. siswa diminta untuk menanggalakn semua aksesori yang mengikat di tubuh, seperti arloji, gelang, dll. Upayakan mereka juga mengendurkan ikat pinggang. Jika mereka memakai sepatu, sebaiknya dilepas berikut kaos kakinya.

2. semua siswa diminta untuk mencari posisi yang sangat rileks. Hal ini dilakukan agar aliran darah yang mengalir dari jantung berjalan sangat lancar dan membuat tubuh bugar. Siswa diperbolehkan untuk duduk hingga merebahkan diri. Namun siswa harus diingatkan agar jangan sampai tertidur karena terbawa oleh hawa. Konsentrasi bukan mengosongkan pikiran, tetapi memusatkan perhatian pada satu titik. Pikiran jangan sampai kosong sebab akan sangat rawan dimasuki oleh “roh ghaib”, terlebih dilakukan di tempat yang rawan.

3. ajaklah siswa untuk memejam mata agar lebih mudah melakukan konsentrasi

4. siswa diajak untuk memusatkan pikiran dengan cara mendengarkan suara-suara yang paling jauh

5. jika dirasa bahwa siswa sudah dapat memusatkan pikiran pada pikiran yang jauh, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan pikiran dengan mendengarkan suara-suara yang jauh dengan cara mengidentifikasi bunyi dan mengakrabinya

6. setelah itu, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan perhatian pada suara-suara yang dekat dengan mereka. Biarkan mereka mengidentifikasinya dan mengakrabinya

7. setelah dirasa cukup, ajaklah siswa untuk mencari, mendengarkan, dan memusatkan perhatian pada suara yang sangat dekat, yaitu detak jantungnya. Biarkan mereka berkonsentrasi pada detak jantungnya. Ajaklah mereka untuk benar-benar merasakan detak jantungnya mulai dari gejala berdenyut, berdenyut hingga efek yang ditinggalkan setelah denyut itu selesai dan menuju ke denyut selanjutnya. Biarkan mereka mengakrabinya Usahakan agar aliran darah mengalir dengan lancar. Jika ada salah satu bagian tubuh, misalnya siku atau lutut, ditekuk, maka akan menyebabkan aliran darah tidak lancar dan menyebabkan kejang (Jawa: keram)

8. (langsung dilanjutkan latihan imajinasi)



1. Imajinasi (Penghayatan)

1. memberikan kesadaran bahwa denyut jantung sesungguhnya memompa darah ke seluruh tubuh.

2. memberikan kesadaran bahwa dengan mengendalikan detak jantung yang dipadukan dengan napas mampu membawa pada suasana yang diinginkan

3. mengajak siswa berkonsentrasi pada area kepala dengan fokus mata. Bahwa mata yang dimiliki memiliki potensi untuk melirik, melotot, terpejam, dll. Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bola mata yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi.

4. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk berkonsentrasi pada mulut. Sama dengan mata, mulut juga memiliki potensi untuk bisa maksimal. Mulut bisa untuk melongo, menguap, tertutup, dll. Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bibir yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Bibir memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.

5. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak wajah (mimik). Siswa diminta berkonsentrasi pada bentuk mimik. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana bentuk mimik yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Mimik memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.

6. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak kepala. Siswa diminta berkonsentrasi pada gerakan kepala. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan kepala yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Kepala memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.

7. Siswa kembali diminta untuk berkonsentrasi pada bagian tengah dari tubuh, khusnya bagian atas punggung (Jawa: pundak). Bagaimana gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Punggung memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.

8. Siswa diajak berkonsentrasi dan berimajinasi pada bagian tangan. Siswa diminta untuk tetap berimajinasi pada puisi yang telah dipilih. Bagaimana gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Tangan memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.

9. (langsung dilanjutkan dengan latihan ekpsresi)



1. Ekspresi

1. jika dirasa cukup, siswa diminta untuk membayangkan jika seandainya mereka benar-benar menyaksikan peristiwa tersebut bahkan mengalaminya sendiri

2. upayakan agar mereka bisa “lepas” dalam menghayati. Biarkan mereka menangis bahkan tertawa. Usahakan agar tidak mengeluarkan kata-kata terlebih dulu.

3. biarkan siswa larut dan mengekspresikannya dengan larik-larik dalam puisi yang diingat

4. jika siswa sudah lepas, minta mereka perlahan-lahan mengendalikan ekspresi itu

5. jika siswa sudah bisa mengendalikan, siswa diminta untuk mengambil nafas pelan-pelan kemudian mengeluarkannya. Lakukan secukupnya.

6. jika siswa dalam kondisi yang tenang, siswa diminta untuk menggerakkan jari-jemari tangan dengan pelan-pelan dan merasakannya dari kondisi sebelum digerakkan, bergerak, hingga sudah digerakkan. Siswa diminta untuk merasakan angin yang melewati tangan.

7. lakukan proses yang sama dengan jari-jemari kaki

8. setelah dirasa cukup, semua siswa diminta untuk membuka mata perlahan-lahan dan menyadari bahwa tubuhnya masih terdapat di tempat yang menjadi latihan tadi, misalnya aula, tempat parkir, kelas, dll.

9. untuik mengekspresikan semua kepenatan yang ada dalam jiwa, dalam hitungan ketiga, semua siswa diminta untuk mengambil napas dan mengeluarkannya dengan teriakan “hah”.



Setelah melakukan teknik latihan di atas, semua siswa dminta untuk membacakan puisi di depan siswa yang lain. Beberapa catatan yang perlu diingat adalah

1. membaca puisi berbeda dengan membacakan puisi. Membacakan puisi dilakukan untuk orang lain. Jadi, makna yang terdapat dalam bentuk puisi disampaikan semaksimal mungkin agar isi puisi bisa “sampai” di penonton.

2. seseorang yang membacakan puisi harus benar-benar memahami makna yang terkandung dalam puisi tersebut atau dengan istilah menemukan nyawa puisi. Jika ada orang yang membacakan puisi tanpa memahami makna puisi tersebut, maka tidak ada bedanya dengan orang gila yang sedang kesumat.

3. penghayatan dan ekspresi harus total, namun emosi tetap terkontrol. Jika ekspresinya dilepas begitu saja, maka emosi tidak terkontrol dan proses pembacaan puisi akan terganggu karena pembaca puisi asyik dengan emosinya sendiri. Akibatnya isi puisi tidak sampai pada penonton.

4. intonasi dan artikulasi dalam membacakan puisi harus dilatih lebih intensif. Karena dua hal inilah yang menjadi faktor utama dalam mengantarkan kata-kata untuk menyampaikan makna dari penyair menuju ke penonton melalui transkata dari pembaca puisi

5. dalam membacakan puisi, dapat memakai metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Namun pada akhirnya nanti, setiap siswa harus memiliki karakteristik sendiri dalam membacakan puisi, atau lazim dikenal dengan istilah be your self.

6. rambu-rambu guru: 1) makna harus bisa ditemukan sendiri oleh pembaca. Kalau pun tidak memahami, guru sebaiknya jangan mendikte bahwa larik tertentu harus dibaca seperti ini. Biarkan siswa menemukan makna dan mengungkapnya sesuai dengan selera. Di Akhir, guru diperkenankan memberikan apresiasi terhadap ciri khas pembacaan puisi dari siswa, dan 2) diupayakan agar siswa dapat menemukan sendiri bait-bait mana yang merupakan konflik dan mungkin harus dibaca lebih tajam. Guru jangan mendikte cara membaca bait-bait tertentu. Hal ini berakibat bahwa siswa kadang kurang nyaman dalam membaca karena memenuhi selera (apresiasi guru)

7. semoga sukses





[*] Disusun oleh Didin Widyartono, S.S, S.Pd.

mahasiswa pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia UM

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Ajaran Pembelajaran
Ajaran pembelajaran merupakan sebuah halaman berisi tentang pembelajaran dalam bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi a) pembelajaran bahasa dan b) pembelajaran sastra. Untuk informasi lebih lanjut, klik submateri pada halaman utama ajaran pembelajaran.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi pembelajaran Bahasa Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan belajar, kajian pustaka penelitian ini akan difokuskan pada (1) pembelajaran bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi metode dan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran

2.1 Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).

2.2 Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembicaraaan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Pendekatan Pembelajaran
Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori tentang hakikat bahasa mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa, karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai media komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa mengemukakan proses psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat aksiomatis dalam definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran bahasa. Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang mengemukakan tesis-tesis linguistik menurut pandangan kaum strukturalis dan pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran behavioerisme diturunkan metode pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).

2.2.2 Metode Pembelajaran
Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Dalam strategi pembelajaran, terdapat variabel metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan (c) startegi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1989). Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut.
(a) Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari pebelajar. Adapun startegi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara pebelajar dengan variabel pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro. Strategi mikro mengacu pada metode untuk mengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip. Sedangkan strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isis pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip. Strategi makro lebih banyak berurusan dengan bagaimana memilih, menata ururtan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran yang paling berkaitan. Penataan ururtan isi mengacku pada keputusan tentang bagaimana cara menata atau menentukan ururtan konsep, prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak keterkaitannya dan menjadi mudah dipahami.

(b) Strategi Penyampaian Pembelajaran
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Strategi ini memiliki dua fungsi, yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).
Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan strategi penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2) interaksi pebelajar dengan media, dan (3) bentuk belajar mengajar.
(1) Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat, maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan emdia adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar. Adapun bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu pada apakah pembelajaran dalam kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan atau mandiri (Degeng, 1989).
Martin dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pembelajaran.
Essef dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga kriteria dasar yang dapat digunakan untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan interaksi media di dalam menyajikan informasi kepada pebelajar, menyajikan respon pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan lain-lain) jumlah jam yang diperlukan, jumlah siswa yang menerima pembelajaran, jumlah jam yang diperlukan untuk pelatihan, dan (3) persyaratan yang mendukungh atau biaya operasional.

(2) Interaksi Pebelajar Dengan Media
Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting yang kedua untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena strategi penyampaian tidaklah lengkap tanpa memebri gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media pada kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan pembelajaran.

(3) Bentuk Belajar Mengajar
Gagne (1968) mengemukakan bahwa “instruction designed for effective learning may be delivered in a number of ways and may use a variety of media”. Cara-cara untuk menyampaikan pembelajaran lebih mengacu pada jumlah pebelajar dan kreativitas penggunaan media. Bagaimanapun juga penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntu penggunaan jenis media yang berbeda dari kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.

(c) Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana interaksi antara pebelajar dengan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian tertentu yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling sedikit ada empat klasifikasi variabel strategi pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1) penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran, (2) pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan (3) pengelolaan motivasional, dan (4) kontrol belajar.
Penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran atau komponen suatu strategi baik untuk strategi pengorganissian pembelajaran maupun strategi penyampaian pembelajaran merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan pembelajaran. Penjadwalan penggunaan strategi pengorganisasian pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan “kapan dan berapa lama siswa menggunakan setiap komponen strategi pengorganisasian”. Sedangkan penjadwalan penggunaan strategi penyampaian melibatkan keputusan, misalnya “kapan dan untuk berapa lama seorang siswa menggunakan suatu jenis media”.
Pembuatan catatan kemajuan belajar siswa penting sekali bagi keperluan pengambilan keputusan-keputusan yang terkait dengan strategi pengelolaan. Hal ini berarti keputusan apapun yang dimabil haruslah didasarkan pad ainformasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa tentang suatu konsep, prosedur atau prinsip? Bila menggunakan pengorganisasian dengan hierarki belajar, keputusna yang tepat mengenai unsur-unsur mana saja yang ada dalam hierarki yang diajarkan perlu diambil. Semua ini dilakukan hanya apabila ada catatan yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa.
Pengelolaan motivasional merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan inetraksi siswa dengan pembelajaran. Gunanya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagian besar bidang kajian studi sebenarnya memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal menggunakannya sebagai alat motivasional. Akibatnya, bidang studi kehilangan daya tariknya dan yang tinggal hanya kumpulan fakta dan konsep, prosedur atau prinsip yang tidak bermakna.
Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers (dalam Machfudz, 2002) menyatakan dalam bukunya “Approaches and Methods in Language Teaching” bahwa metode pembelajaran bahasa terdiri dari (1) the oral approach and stiuasional language teaching, (2) the audio lingual method, (3) communicative language teaching, (4) total phsyical response, (5) silent way, (6) community language learning, (7) the natural approach, dan (8) suggestopedia.
Saksomo (1984) menjelaskan bahwa metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1) metode gramatika-alih bahasa, (2) metode mimikri-memorisasi, (3) metode langsung, metode oral, dan metode alami, (4) metode TPR dalam pengajaran menyimak dan berbicara, (5) metode diagnostik dalam pembelajaran membaca, (6) metode SQ3R dalam pembelajaran membaca pemahaman, (7) metode APS dan metode WP2S dalam pembelajaran membaca permulaan, (8) metode eklektik dalam pembelajaran membaca, dan (9) metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan.
Menurut Reigeluth dan Merril (dalam Salamun, 2002) menyatakan bahwa klasifikasi variabel pembelajaran meliputi (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.
(1) Kondisi Pembelajaran
Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Salamun, 2002). Kondisi ini tentunya berinteraksi dengan metode pembelajaran dan hakikatnya tidak dapat dimanipulasi. Berbeda dengan halnya metode pembelajaran yang didefinisikan sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Semua cara tersebut dapat dimanipulasi oleh perancang-perancang pembelajaran. Sebaliknya, jika suatu kondisi pembelajaran dalam suatu situasi dapat dimanipulasi, maka ia berubah menjadi metode pembelajaran. Artinya klasifikasi variabel-variabel yang termasuk ke dalam kondisi pembelajaran, yaitu variabel-variabelmempengaruhi penggunaan metode karena ia berinteraksi dengan metode danm sekaligus di luar kontrol perancang pembelajaran. Variabel dalam pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (a) tujuan dan karakteristik bidang stuydi, (bahasa) kendala dan karakteristik bidang studi, dan (c) karakteristik pebelajar.

(2) Metode Pembelajaran
Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan menurut Salamun (2002), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh dalam menyajikan materi pelajaran secara teratur dengan cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.
(3) Hasil Pembelajaran
Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran (Salamun, 2002). Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya tarik.
Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes), yaitu hasil nyata yang dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, dan hasil yang diinginkan (desired outcomes), yaitu tujuan yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan metode sebaiknya digunakan klasifikasi variabel-variabel pembelajaran tersebut secara keseluruhan ditunjukkan dalam diagram berikut.

Kondisi Tujuan dan karakteristik bidang studi Kendala dan karakteristik bidang studi Karakteristik siswa

Metode Strategi pengorganisasian pembelajaran: strategi makro dan strategi mikro Strategi penyampaian pembelajaran Strategi pengelolaan pembelajaran



Hasil Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran

Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)

Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio antara jefektifan dan jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun daya tarik pembelajaran erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya dipengaruhi kualitas belajar.

2.2.3 Teknik Pembelajaran
Istilah teknik dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pengertian implementasi perencanaan pengajaran di depan kelas, yaitu penyajian pelajaran dalam kelas tertentu dalam jam dan materi tertentu pula. Teknik mengajar berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk menyajikan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran bersifat implementasi, individual, dan situasional.
Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1) ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4) pemebrian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming), (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri, dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main peran, dan sosio-drama, (11) karya wisata dan bermain-main, dan (12) eklektik, campuran, dan serta—merta.


DAFTAR PUSTAKA
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta: Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud

Media Pembelajaran
1.1 Pengertian
Secara etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang berasal dan Bahasa Latin “medius” yang berarti tengah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang” sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT, 1977:162).
Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar). Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e” merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan Web sebagai bahan ajar online.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli komunikasi atau ahli bahasa tentang pengertian media yaitu
(1) orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterapilan, dan sikap yang baru, dalam pengertian meliputi buku, guru, dan lingkungan sekolah (Gerlach dan Ely dalam Ibrahim, 1982:3)
(2) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber (pemberi pesan) dengan penerima pesan (Blake dan Horalsen dalam Latuheru, 1988:11)
(3) komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang (Degeng, 1989:142)
(4) media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pildran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efesien sesuai dengan yang diharapkan (Sadiman, dkk., 2002:6)
(5) alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi, yang terdiri antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer (Gagne dan Briggs dalam Arsyad, 2002:4)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pengajaran adalah bahan, alat, maupun metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara guru dan anak didik dapat berlangsung secara efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dicita-citakan.

1.2 Klasifikasi
Dari segi perkembangan teknologi, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir (Seels & Glasgow dalam Arsyad, 2002:33). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pilihan media tradisional dapat dibedakan menjadi (1) visual diam yang diproyeksikan, misal proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, dan filmstrips, (2) visual yang tidak diproyeksikan, misal gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pemaran, papan info, (3) penyajian multimedia, misal slide plus suara (tape), multi-image, (4) visual dinamis yang diproyeksikan, misal film, televisi, video, (5) cetak, misal buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah ilmiah/berkala, lembaran lepas (hand-out), (6) permainan, misal teka-teki, simulasi, permainan papan, dan (7) realia, misal model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka). Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir dibedakan menjadi (1) media berbasis telekomunikasi, misal teleconference, kuliah jarak jauh, dan (2) media berbasis mikroprosesor, misal computer-assistted instruction, permainan komputer, sistem tutor intelejen, interaktif, hypermedia, dan compact (video) disc.

1.3 Tujuan
Penggunaan media pengajaran sangat diperlukan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran membaca puisi. Menurut Achsin (1986:17-18) menyatakan bahwa tujuan penggunaan media pengajaran adalah (1) agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan tepat guna dan berdaya guna, (2) untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan informasi materi kepada anak didik, (3) untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima serta memahami materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik, (4) untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih banyak dan mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik, (5) untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik. Sedangkan Sudjana, dkk. (2002:2) menyatakan tentang tujuan pemanfaatan media adalah (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi, (2) bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami, (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, dan (4) siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan penggunaan media adalah (1) efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan belajar mengajar, (2) meningkatkan motivasi belajar siswa, (3) variasi metode pembelajaran, dan (4) peningkatan aktivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

1.4 Manfaat
Secara umum manfaat penggunaan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu (1) media pengajaran dapat menarik dan memperbesar perhatian anak didik terhadap materi pengajaran yang disajikan, (2) media pengajaran dapat mengatasi perbedaan pengalaman belajar anak didik berdasarkan latar belakang sosil ekonomi, (3) media pengajaran dapat membantu anak didik dalam memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara lain, (5) media pengajaran dapat membantu perkembangan pikiran anak didik secara teratur tentang hal yang mereka alami dalam kegiatan belajar mengajar mereka, misainya menyaksikan pemutaran film tentang suatu kejadian atau peristiwa. rangkaian dan urutan kejadian yang mereka saksikan dan pemutaran film tadi akan dapat mereka pelajari secara teratur dan berkesinambungan, (6) media pengajaran dapat menumbuhkan kemampuan anak didik untuk berusaha mempelajari sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan, (7) media pengajaran dapat mengurangi adanya verbalisme dalain suatu proses (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) (Latuheru, 1988:23-24).
Sedangkan menurut Sadiman, dkk. (2002:16), media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya (1) obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film, atau model, (2) obyek yang kecil bisa dibantu dengan menggunakan proyektor, gambar, (3) gerak yang terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography, (4) kejadian atau peristiwa di masa lampau dapat ditampilkan dengan pemutaran film, video, foto, maupun VCD, (5) objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan (6) konsep yang terlalu luas (misalnya gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain.
Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar perlu direncanakan dan dirancang secara sistematik agar media pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran, yaitu (1) pemanfaatan media dalam situasi kelas atau di dalam kelas, yaitu media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas, (2) pemanfaatan media di luar situasi kelas atau di luar kelas, meliputi (a) pemanfaatan secara bebas yaitu media yang digunakan tidak diharuskan kepada pemakai tertentu dan tidak ada kontrol dan pengawasan dad pembuat atau pengelola media, serta pemakai tidak dikelola dengan prosedur dan pola tertentu, dan (b) pemanfaatan secara terkontrol yaitu media itu digunakan dalam serangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan untuk dipakai oleh sasaran pemakai (populasi target) tertentu dengan mengikuti pola dan prosedur pembelajaran tertentu hingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, (3) pemanfaatan media secara perorangan, kelompok atau massal, meliputi (a) pemanfaatan media secara perorangan, yaitu penggunaan media oleh seorang saja (sendirian saja), dan (b) pemanfaatan media secara kelompok, baik kelompok kecil (2—8 orang) maupun kelompok besar (9—40 orang), (4) media dapat juga digunakan secara massal, artinya media dapat digunakan oleh orang yang jumlahnya puluhan, ratusan bahkan ribuan secara bersama-sama.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa seorang guru
dalam memanfaatkan suatu media untuk digunakan dalarn proses belajar mengajar harus memperhatikan beberapa hal, yaitu (1) tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) isi materi pelajaran, (3) strategi belajar mengajar yang digunakan, (4) karakteristik siswa yang belajar. Karakteristik siswa yang belajar yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan siswa terhadap media yang digunakan, bahasa siswa, artinya isi pesan yang disampaikan melalui media harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa atau kosakata yang dimiliki siswa sehingga memudahkan siswa dalam memahami isi materi yang disampaikan melalui media. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan jumlah siswa. Artinya media yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan jumlah siswa yang belajar.

1.5 Prinsip-prinsip Pemilihan Media
Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan adanya beraneka ragam media yang dapat digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Rumampuk (1988:19) bahwa prinsip-prinsip pemilihan media adalah (1) harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa, (2) pemilihan media hams secara objektif, bukan semata-mata didasarkan atas kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan atau hiburan. pemilihan media itu benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa, (3) tidak ada satu pun media dipakai untuk mencapai semua tujuan. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk menggunakan media dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya dipilih secara tepat dengan melihat kelebihan media untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu, (4) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar dan materi pengajaran, mengingat media merupakan bagian yang integral dalam proses belajar mengajar, (5) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri dan masing-masing media, dan (6) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan. Sedangkan Ibrahim (1991:24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran, antara lain (1) sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media yang paling baik untuk mencapai semua tujuan. masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. penggunaan berbagai macam media pembelaiaran yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran, (2) pemilihan media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan dengan dasar pertimbangan efektivitas belajar siswa, bukan karena kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan, (3) pernilihan media hendaknya memperhatikan syarat-syarat (a) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (b) ketersediaan bahan media, (c) biaya pengadaan, dan (d) kualitas atau mutu teknik. Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran adalah (1) media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan serta karakteristik siswa yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa yang belajar), (2) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru harus mengenal ciri-ciri dan tiap tiap media pembelajaran, (3) pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada siswa yang belajar, artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa, (4) pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat siswa belajar.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diturunkan sejumlah faktor yang mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran yang dapat dipakai sebagai dasar dalam kegiatan pemilihan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah (1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (2) karakteristik siswa atau sasaran, (3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan, (4) keadaan latar atau lingkungan, (5)kondisi setempat, dan (6) luasnya jangkauan yang ingin dilayani (Sadiman 2002:82).
Pemilihan media pembelajaran oleh guru dalam pembelajaran berbasis kompetensi membaca puisi juga harus berpedornan pada prinsip-prinsip pemilihan media yang dilatari oleh sejumlah faktor di atas. Pemilihan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar harus disesuaikan dengan tujuan instruksional membaca puisi yang akan dicapai, isi materi pelajaran pembelajaran membaca puisi, metode mengajar yang akan digunakan, dan karakteristik siswa. Sehubungan dengan karakteristik siswa, guru harus memiliki pengetahuan tentang kemampuan intelektual siswa usia SMA, agar guru dapat memilih media yang benar-benar sesuai dengan siswa yang belajar. Ketepatan dalam pemilihan media akan dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar membaca puisi sehingga guru dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

1.6 Karakteristik Audien
Seorang guru terlebih dahulu harus mengenal/memahami karakter siswanya dengan baik agar dalam proses belajar mengajar dapat memilih media yang baik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Anak didik/siswa dapat diidentifikasi melalui 2 (dua) tipe karakteristik, yaitu karakteristik umum dan karakteristik khusus. Karakteristik umum meliputi umur, jenis kelamin, jenjang/tingkat kelas, tingkat kecerdasan, kebudayaan ataupun faktor sosial ekonomi. Karakteristik khusus meliputi pengetahuan, kemampuan, serta sikap mengenai topik atau materi yang disajikan/diajarkan. Hal ini penting karena langsung berpengaruh dalam hal pengambilan keputusan untuk memilih media dan metode mengajar (Latuheru, 1998:3).
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu, sebaliknya tanpa minat tidak mungkin melakukan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaiatannya dengan sifat-sifat siswa, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat afektif, seperti motivasi, rasa percaya diri, dan minatnya (Usman, 2002:27).
Minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keefektifan belajar siswa. Jadi, unsur efektif merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran (James dalam Usman, 2002:27).
Media Interaktif
Berdasarkan penjelasan pada jenis-jenis media pembelajaran, bahwa Seels & Glasgow (dalam Arsyad, 2002:33) mengelompokkan media interaktif merupakan kelompok pilihan media teknologi mutakhir. Media teknologi mutakhir sendiri dibedakan menjadi (1) media berbasis telekomunikasi, misal teleconference, kuliah jarak jauh, dan (2) media berbasis mikroprosesor, misal computer-assistted instruction, permainan komputer, sistem tutor intelejen, interaktif, hypermedia, dan compact (video) disc.
Media pembelajaran interaktif adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa) yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan kecepatan dan sekuensi penyajian (Seels & Glasgow dalam Arsyad, 2002:36).
Media pembelajaran interaktif yang dimaksudkan adalah berbentuk Compact-Disk (CD). Media ini disebut CD Multimedia Interaktif. Disebut multimedia dikarenakan bahwa media ini memiliki unsur audio-visual (termasuk animasi). Disebut interaktif karena media ini dirancang dengan melibatkan respon pemakai secara aktif. Karena itu, media ini berupa CD, maka dapat dikelompokkan sebagai bahan ajar e-Learning. Swajati (2005) mengemukakan bahwa e-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar yang ada di sekolah ke dalam bentuk digital. Huruf “e” yang ada di depan kata learning merupakan singkatan dari kata “elektronik”. Jadi, e-Learning dapat diartikan sebagai proses belajar yang menggunakan media elektronik dan digital.
Memahami pengertian e-Learning dapat menimbulkan kebingungan karena merujuk pada banyak istilah yang berbeda dalam mendefinisikan sesuatu yang sama. Swajati (2005:5) mengemukakan bahwa banyak orang lebih memilih kata learning dari pada training, karena dogs are trained, people learn. Lebih lanjut ia menhelaskan bahwa istilah yang berhubungan dengan e-Learning adalah Technology-Based Learning (TBL) daripada Technology-Based Training (TBT), Computer-Based Training (CBT), Computer-Based Learning (CBL), Computer-Based Instruction (CBI), Computer-Based Education (CBE), Internet-Based Training (IBT), Intranet-Based Training (juga IBT), dll. Hal ini terbukti dengan pernyataan Kemp (dalam Sadiman 2002:28) yang menyebutkan istilah Computer-Based Instruction (CBI).
Menurut Swajati (2005:7-9), model-model dalam e-Learning dapat berupa tutorial, simulasi, Electronic Performance Support System (EPSS) misal aplikasi Help pada software Microsoft Ofiice, game instruksional, tes, pemeliharaan dokumen, dan panduan, serta bisa kombinasikan berbagai model.
Berdasarkan pengamatan peneliti, media e-Learning dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media interaktif online dan offline. Media e-Learning yang bersifat online dapat diwujudkan dalam bentuk website/situs. Tentu pemanfaatan media online ini memakan biaya yang cukup besar dan memperlambat jaringan jika menggunakan file media yang sangat besar, namun juga memberikan kemudahan menyampaikan, meng-update isi, para siswa juga bisa mengirim email kepada siswa lain, mengirim komentar pada forum diskusi, memakai ruang chat, hingga link video conference untuk berkomunikasi langsung. Sedangkan media e-Learning yang bersifat offline dapat diwujudkan dalam bentuk CD. Keuntungan pemanfaatan media offline, misalnya CD-Multimedia Interaktif adalah (1) mampu menampilkan multimedia dengan file lebih besar, (2) jauh lebih hemat dibanding dengan pemanfaatan media secara online, (3) tingkat interaktivitasnya tinggi karena memiliki lebih banyak pengalaman belajar melalui teks, audio, video, hingga animasi yang dikemas dengan tayangan gambar yang ditampilkan bersamaan dengan judul dan narasi suara dan juga menampilkan tingkah laku manusia atau pekerjaan yang kompleks.
Lebih lanjut Swajati (2005:11) menjelaskan bahwa pada akhir 1980 dikembangkan konsep CD-Interaktif (CD-I) yang dirancang untuk digunakan di rumah, sekolah, dan kantor. Popularitas format CD-I didukung oleh kemudahan dan murahnya biaya karena dapat dihubungkan dengan TV seperti halnya VCR. Disk-I dapat memuat teks, animasi komputer, dan audio digital bersamaan dengan video yang ditampilan secara full-screen. Namun pada saat kompuert multimedia mengalami penurunan harga yang sangat cepat, popularitas teknologi CD-I terkalahkan. Setelah CD-I tumbang, banyak berkembang CD Multimedia Interaktif yang menuntut perlengkapan CD-ROM (Compact Disk—Read Only Memory) yang telah menjadi perlengkapan standar untuk semua komputer beberapa tahun ini. e-Learning mulai disampaikan melalui CD-ROM sejak pertengahan tahun 1990. CD-ROM ini berkembang menjadi DVD-ROM (Digital Video Disk—Read Only Memory). CD-ROM memiliki kapasitas 650 MB atau hampir 1 jam durasi video berkualitas rendah sedangkan DVD-ROM memiliki kapasitas jauh lebih besar, yaitu 4,7 GB atau 2 jam lebih durasi video berkualitas tinggi. Hanya saja, di Indonesia, media DVD-ROM ini tidak sepesat CD-ROM karena harga player maupun disk lebih mahal daripada CD-ROM yang harga disk-nya dimulai dengan harga Rp 1.500,00 padahal disket dijual dengan kisaran harga Rp 3.000,00 dengan kapasitas 1,44 MB atau 6 detik durasi video berkualitas rendah.
Di masa depan, Swajati (2005:2) mengemukakan bahwa e-Learning akan disampaikan menggunakan Personal Digital Assistant (PDA), misalnya Palm Pilot dan Pocket PC, bahkan lewat piranti wireless seperti telepon seluler. Hal ini merupakan inovasi baru dalam dunia pendidikan. Media ini digolongkan dalam bentuk pendidikan bergerak (mobile education) yang disebut sebagai m-Learning.