Tuesday 22 September 2020

Kurban Ismail

SAJAK-SAJAK M. RAUDAH JAMBAK Kurban Ismail seandainya aku tetap menjadi kamu maka, kunikmati percik kilat pisau ayah di leherku sebab di tubuhmu, pengorbanan bermula semacam lorong waktu : ia jembatan menuju surga segala keikhlasan purba seandainya Tuhan tak menarik tubuhku ia akan menjadi darah daging, menjelma sajakku yang paling abadi di aliran darah yang paling sunyi 2013 Kisah kurban adalah Ismail menjelma Qibas dihunus pisau adalah Qibas menutupi, ketelanjangan ismail pasrah adalah kurban, yang membekaskan jejak keikhlasan ibrahim di pagi yang paling sexsi adalah ibrahim, membekaskan jejak pada kilau pisau dan simbah darah adalah aku yang berkisah, tentang ismail yang menjelma Qibas ibrahim yang menjelma Qibas aku yang menjelma Qibas pada pikirmu yang Qibas 2013 Hujan Mata Hujan meneteskan matat-mata. Mata-mata menggenang dirinduku. Berkecipak pada hulu. Gemericik di hilir. Mengantar perahu kertas. Menuju Nuh. (2013) Mata Hujan Ia terus mencari Mata-mata kerontang Melukiskan sungai Pada kenang. Pada Nuh (2013) SAJAK-SAJAK M. RAUDAH JAMBAK Perahu Nuh /1 Nuh kehilangan perahu yang tersisa hanya kertas. Maka, atas kuasa Tuhan, Ia sulap kertas itu. Menjadi perahu Perahu Nuh/2 Bila Kana’an datang Katakan Nuh telah menunggunya. Tak perlu mencari bukit. Tak usah menetap di Gunung. Sebab perahu telah selesai Walau dari kertas yang masai. (2013) Bukit Kertas Kana’an meracik bukit dari kertas-kertas bekas tempat ia berdiri menantang “Mana banjirmu!” nyala apinya, Kana’an menyulap bukit Jadi makanan, sebab banjir Membuatnya kelaparan. (2013) SAJAK-SAJAK M. RAUDAH JAMBAK Kata Hujan Istri Nuh menderaskan kata Hujan dan angin kencang Menderu dari mulutnya. Tak sempat ia berlari Menyelamatkan diri; Ia tenggelam Dalam mulutnya. (2013) Angin Kencang Angin mabuk Memuntahkan hujan, Hujan mabuk Memuntahkan banjir Banjir mabuk memuntahkan sajak-sajak. Yang tersangkut Di perahu Nuh (2013) SAJAK-SAJAK M. RAUDAH JAMBAK Doa Hujan Tuhan yang baik Jangan biarkan Nuh Tenggelam dimataku. (2013) Keringat Hujan Sebenarnya hujan telah lama henti Tapi keringatnya tak pernah henti Melayarkan perahu Nuh. Sebenarnya hujan kelelahan, Tapi keringatnya tak pernah segan Menenggelamkan Kana’an. Membekaskan sejarah Pada tanah (2013) Siklus Hujan, Rindu Dan Kau hujan berlari mencari perlindungan dimataku tetapi, diam-diam mengalir membanjiri rindu rindu membuncah dicelah-celah hujan mataku tetapi, entah mengapa alirnya mencuri bayangmu bayangmu terlukis pada kanvas bulan merah jambu tetapi, ia menjelma sungai mengalirkan arusnya ke hulu hulu hilir adalah titik permulaan dan awal perjumpaan tetapi, di garis tertentu ia menguap di muara samudera awan awan pada hulu, hulu pada bayang, bayang pada rindu, rindu pada hujan hujan tak pernah lelah menumpahkan gerimis-gerimis waktu ke sekian menemu kau, menemu Nuh (2013) M. Raudah Jambak, lahir di Medan, 5 Januari 1972. Dosen Ilmu Komunikasi Filsafat Panca Budi. Direktur Komunitas Home Poetry. Antologi Puisinya Seratus Untai Biji Tasbih (1999).

No comments: