M. RAUDAH JAMBAK
LINGKUNGAN HIDUP
TOK BOYAK
Jadi, bukannya engkau yang buang sampah ke depan rumah
kami? Nasib baek, kami musayawarahkan
dulu....MACAM TANJUNG KATUNG...TU
TOK BOYAK
BERBISIK DENGAN MAK TE’AH SEBENTAR, KEMUDIAN DIAM-DIAM SEPERTI MALING YANG
MENGENDAP-MASUK KE DALAM RUMAH
LAGU TANJUNG
KATUNG
(Lagu Melayu
Deli)
SEG. 3-
|
BUJI KABIR
Dil Ne Yeh Kahan Hai Dilse, kemana orang kita punya
tetangga? Ah, Mohabbat ho gayi hai tumse, mungkin mereka orang punya rasa
bersalah. Hm, han tem kahnem merepkyahe...bante....
BUJI KABIR MEMANGGIL
TOK BOYAK YANG ENTAH BERSEMBUNYI DIMANA. BERSAMAAN DENGAN ITU BABAH BO DATANG
MEMANGGIL BUJI KABIR YANG JUGA HILANG ENTAH KEMANA
BABAH BO
(berteriak) Woooi, Buji
Kabil. Kemananya si kabil itu pelgi?! Mana semua olang di daelah ini?! Hayya...Yang
kucali pun tak dapat-dapat. Dimana, ya?
TERDENGAR SUARA
RINTIK HUJAN SEBENTAR, LALU MENGHI LANG. Babah
Bo MASIH
MENCARI-CARI.. MARAH. KESAL. HERAN.
BERTERIAK MEMANGGIL ORANG-ORANG.
BABAH BO
(berteriak) Woooi. Adanya kalien
lihat baLang aku. Eh, balang, maksudku sekop. Mananya olang-olang
ini. Kemananya kelien? Macammana mau mengulas, balangnya
aja tak nampak. Eh, balang lagi, maksudku sekop.
TERDENGAR
SUARA ORANG MENGURAS, SEOLAH BERIRAMA DI SUATU TEMPAT. BABAH BO
MULAI HILANG KESABARAN. MEMILIH DUDUK DI KURSI. MARAH. KESAL. HERAN. MENGELENG..
BABAH BO
(Berdiri
mengambil rokok. Menggaruk-garuk kepala kembali duduk. Monolog) Hayya...,
inilah susahnya tinggal di pinggiran kota. Tak hujan aja
kadang-kadang bisa banjiL. Apalagi kalau hujan. Olang-olang gedung di
depan gang itu enaklah dia. Hujan aja tak banjil.
Apalagi kalau tak hujan makin nyonyak tidulnya kulaso. Kulasopun Macam bagitu.
Banyak kali belita kudongal. Sana banjil. Sini banjil. Jangankan mau belbaling.
Jongkokpun payah. Hayya...Hm, ni ado kolan. Kubacolah dulu. Pelan-pelan aku mambaconya. Bial dengal olang-olang. Hayya......kalau
polan macammana nak didengal olang. Ontahlah. Ah, sudah. Kubaco dulu. Kalian dengal yo.eh,
encup kok oe jadi melayu...hayya....ya sudahlah (membaca koran)
MEI LING
(mengucapkan salam tak didengar
langsung masuk dan memperhatikan babah) Ooo, enak-enak abang di sini rupanya. Ngapainlah
abang. Di luar orang-orang sibuk membersihkan sampah-sampah
yang bertumpuk di paret depan rumah abang. Abang kok duduk-duduk aja kerjanya. Bantulah...!
BABAH BO
(bersemangat) Hayya....
Kok oe yang lu malah-malahi. Tau lu, oe sedang pening. Bukannya lu hibul. Malah
datang-datang malah-malah pulak. Hayya.... Dengal, ya. lu dengal. Kalau masuk ke lumah itu ketuk
pintu. Telus ucapkan salam. Nah, kalau tiga kali tidak ada sahutan.
Pulang. Itu namanya sopan santun beltamu. Apa lu nggak pelnah
diajalkan cala beltamu? Hayya..
MEI LING
(heran) Sudahlah. Eh, bang dari tadi aku
menjerit-jerit mengucap salam, di luar sana sibuk terus mengetuk pintu. Abang
aja yang nggak dengar. Lagi pula ini kan rumahku juga. Tau, Abang? Ha
ini biar abang tahu. Dari luar sana kudengar suara abangtu teriak-teriak tak
menentu. Makanya, aku kemari. Entah kenapa-kenapanya, Abang. Takutku abang
tersengat listrik. Maklumlah gara-gara banjir, tidak hanya terendam,
tenggelam, tersengatpun bisa.
BABAH BO
(menggaruk kepala lagi) Manalah
aku tau. Cobaklah kau pikir, dari tadi
aku teriak-teriak tak ada yang menjawab. Terus sekarang kau bilang aku pokak.
Alah-alah, memanglah kau ini. Sudahlah aku teriak tak ada yang dengar. Sekarang
aku kau bilang pokak. Terus kau bilang pulak aku tersengat listrik. Kau doakan
aku supaya cepat mati? Memanglah kau ini alah-alah. Terus apa lagi yang mau kau sumpahkan sama
aku, ha?! Ups, hayya jadi kelual asli oe....
MEI LING
Makanya, Abang ikut aku aja. Kita
keluar. Makin banyak aku becakap, makin banyak pulak tapsiran abang. Kita
bersihkan sampah sampah. Dahan-dahan,
ranting-
ranting, juga batang pohon yang
tumbang. Cocok, Abang rasa?
BABAH BO
:
Ih, cocok kalilah. Tapi lu dulu.
Oe bukannya tak mau. Dali tadi oe Cali sekop.
Dali tadi teliak-terlak. Sekopku tak ketemu. Sualaku tak
ada yang menyahuti. Ah, entah kemana piginya si Buji Kabil, tetangga
kita itu.
MEI LING
(menggeleng) Itulah, Abang. Aku justru
takut abang kenapa-kenapa. Eh, malah si
Buji Kabir yang diurusin......
BABAH BO
Hayya ....oe pusing lho. Ini
sampah oe kasi talok sana, kenapa punya pindah ke muka lumah kita...jadi
banjil...hayya...ini sapa punya kelja
MEI LING
Betul, Bang. Pantas semangat kali bersihkan
paret di dekat rumah kita ini....
BABAH BO
(berpikir agak lama) Ini yang tak cocok sama aku. Kau
tahu, aku cari sekop karena kamar kita telendam. Pigi ke dapul lebih palah
lagi. Di sini aja yang agak kering. Makanya, sambil menunggu si Buji
kabil, mana tahu dia yang buang sampah, aku tunggu sambil duduk baca
kolan ini. Paham kau sekalang.
MEI LING dan BABAH BO saling berbantahan. Mengaku merasa benar.
Saling salah menyalah kan. Pada saat berbantahan itu masuklah cang cang.
CANGCANG
(bertolak pinggang) Papa, Mimi apa-apaannya ini...
Bengak kali.....
MEI LING
(membela diri) Sudah mimi bilang... Tapi
dasar papamu yang bolot.
BABAH BO
He Oe helan..lho....You olang tiap
hali liat oe ma mimimu...you olang bilang bengak...bengak...hayya...yang satu
bilang papa bolot. Hayya Oe tenang lu libut...Oe ...libut Lu
tenang....hayya....
MEI LING
(memotong) Abang lagi. Dengar ya,
Bang. Abang di sini, di kamar banjir. Banjir, Bang.
Banjir. Abang tengok Di luar udah tegenang halaman rumah kita itu. Sampah
penuh di Paret kita itu. Malu, bang. Malu. Orang sibuk gotong royong
membersihkan sampah di paret kita. Abang tidur-tiduran di sini. Bangun
cepat. Bantu orang- orang itu.
BABAH BO
Anu....
MEI LING
Cakap lagi, Abang, azab kubuat
abang nanti.
CANGCANG
Tapi rumah kita belum
dibereskan juga.
MEI LING
Memang. Itukan sudah tugas Abang.
Capek aku membangunkan Abang. Tahu Abang sampek kusiram badan abang tadi nggak
bangun Juga.
CANGCANG
Pantaslah...
BABAH BO
Pantas apa? Ya, pantaslah.
Dasal pemalas.
MEI LING
(marah) Jangan begitu sama cangcang.
CANGCANG
Looos....... Awas (keluar).
SEG. 4-
|
Saling
rajuk. Saling bujuk. Buji
Kabir suntuk. Tidak berapa lama kemudian Bibi
kalima masuk dengan Kalini..
BUJI KABIR
(memasang wajah kesal) Tere Naam hamne
kiyai hai, jeewan apna saara sanam. Jadi, begitu. Terus kalian
pura-pura bertengkar. Pura-pura berantam. Biar aku kasihan. Biar aku sedih. Terus
lupa dengan kelakuan kalian?
BABAH BO
Apa pula pasal kawan sebijik ni, ha?
Masuk bukannya mengucapkan salam. Tapi, datang-datang melepet.
BIBI KALIMA
Zindagi mein Koyi bhi khami ho,
Palko pe jo zaara bhi nami ho. Paham aku sekarang. Memang kalian ini
ada sakit-sakitnya.
KALINI
Apa maksud bibi. Jangan
gitulah. Enak aja tiba-tiba bilang orang
sakit. Orang ini gak sakit. Cuma......Beselemak
macam sampah yang diluar itu kutengok.
BIBI KALIMA
Ooo, jadi kau mau ikut-ikutan cari gara-gara. Bagus. Eh, tau nggak.
Siapa yang membuang sampah sembarangan di luar itu kalau
bukan orang ini, ha.! Tumhi patha to hoga
KALINI
Apa itu bi....
BIBI KALIMA
Stop. Diam. Bencong. Aku sudah lama memperhatikan mereka.
Memang kerjaan mereka nggak pernah beres. Buang sampah
sembarangan. Pokoknya aku ngggak mau tahu kalian
bersihkanlahhalaman rumah kami.
KALINI
Hm, ke mere dil mein kyai hai......
BIBI KALIMA
Artinya.....?
KALINI
Ooo...artinya...idem...atau sda atau...
BIBI KALIMA
Sudah...sudah mo ikut-ikutan....
BUJI KABIR
Tum hi dekha tumhi chacha, tumhi dundha tumhi paaya...
KALINI
Apalagi tu....
BUJI KABIR
Ya, sudahlah..... hajar aja......
Terjadi pertengkaran keluarga Babah Bo dengan keluarga
Buji
Kabir. Sementara Keluarga Tok Boyak ikut
memanasi-manasi... dan
akhirnya terlibat pertengkaran. Poltak si tukang parkir
masuk
melerai.....
POLTAK
(LAYAKNYA MACAM TUKANG PARKIR) Ya
....kiri...kiri....kanan....maju sikit lagi....ya...stop.... (berdiri di antara
keluarga yang bertengkar)...apa ada...? eh, ada apa?
BUJI KABIR
Chori, chori, cuhpke...chupke
POLTAK
Yang jelas kau bicara Madras...
KALINI
Kok Madras, Bang.
POLTAK
Segan awak kalau mau bilang
keleng...ups....
KALINI
OOO...jadi gitu ya....
Kalini merajuk
Poltak membujuk. Kekisruhan terjadi lagi. Masuk Hansip dan Pak Lurah
HANSIP
Halooo, … Pak Lurah datang…. Harap tenaaaang. Ada
apa ini bapak-bapak, ibu-ibu, semua
yang ada di sini, lagi latihan sandiwara ya?
MAK TE’AH
Begaduh kami Pak Hansip, gara-gara Sampah ne. Sama sunge Deli..
HANSIP
Ada apa dengan Sampah? Sungai Deli? Sungai Deli kenapa? Tak perlu
dijawab. Nah, terkait itulah Pak Lurah datang
kemari. Silahkan, Pak Lurah...
PAK LURAH
O,
hm....Baiklah. Terimakasih kepada Pak Hansip yang telah memberikan kesempatan
kepada saya. Baiklah. Bapak/ ibu, dan saudara-saudara yang kami hormati. Sungai Deli memang membutuhkan perhatian kita
semua, ya kan? Terutama yang tinggal disekitarnya, seperti bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara kami.
Kondisi Sungai Deli semakin memprihatinkan. Padahal sungai yang membelah kota
tercinta kita ini punya potensi besar. Tapi apa yang terjadi? Tak perlu
dijawab. Sekarang ini air Sungai Deli tak layak lagi diminum. Ikan-ikannya pun
semakin berkurang, kalau tidak mau dibilang punah. Karena sudah dangkal, tak mampu
lagi menampung banyaknya buangan air, akibatnya sering meluap, lalu menjadikan
banjir. Akhirnya muncullah potensi yang lain.
PAK BOYAK
Potensi apa itu Pak Lurah?
BUJI KABIR
Maaf,
memotong, Pak Lurah. Kya hua tera wada, woh kasam woi radha. Tadi bapak ada
mengatakan, akhirnya muncullah potensi yang lain.... Kalau boleh tahu potensi
apa itu, Pak....?
PAK BOYAK
Oaje.
Itu yang hambe tanye ke Pak Lorah...dodol... cop ulang Pak...Potensi apa itu Pak Lurah?
PAK LURAH
Berpotensi
mengancam kesehatan warga di sekitarnya.
MAK TE’AH
Ah, Pak Lurah ini bisa aja, kirain tadi potensi
apaan, gitu.
HANSIP
Serius.
Pak Lurah lagi
serius. Tidak bermaksud
bercanda.
MAMA LING
Ya udah, teruskan, saya jugak serius kok Pak
Lurah.
BABAH BO
Hayya
kelakuan.....Maaf, Pak lurah yang model begini juga berpotensi mengancam
kesetanan warga di sekitarnya....
PAK LURAH
Hahahaha, saudara-saudaraku, tau kenyataan semua itu kan?
Sebagai warga yang bertempat tinggal di pinggir Sungai Deli, sadar akan betapa
tidak membaiknya lingkungan hidup kita kan?
MEREKA SALING PANDANG.
HANSIP
Tak perlu dijawab. Karena pada prinsipnya,
pertanyaan berulang yang diajukan Pak Lurah sejak tadi itu adalah pertanyaan dalam diri kita
semua. Dan jawabannya pun ada kita diri sendiri juga. Kenapa? Kenapa? Kenapa? ....Silahkan Pak Lurah....
PAK LURAH
Kenapa?
Karena kondisi riil pada Sungai Deli saat ini merupakan tanggung jawab
kita semua untuk memperbaikinya. Dan untuk tujuan mulia itulah kita berkumpul
disini, di malam yang berbahagia ini. Begitu bukan?
PAK BOYAK
Bukan.
PAK LURAH
Kenapa bukan?
BUJI KABIR
Maksudnya bukan untuk tujuan yang bukan-bukan.
PAK LURAH
Ya, itu dia. Sebagai studi banding, untuk
mengatasi banjir berulang yang melanda kelurahan kita ini, saya pernah pergi ke
Japan.
BABAH BO
Hayya
....Jepang maksudnya Pak Lulah?
PAK LURAH
Bukan.
BIBI KALIMA
Jadi?
PAK LURAH
Jalan Pancing, Karena daerah itu juga langganan
banjir. Terus, saya pernah ke Rusia…
CANGCANG
Bekas Uni Sovyet itu Pak Lurah?
PAK LURAH
Bukan. Nanti dikira orang saya Lurah yang suka
jalan-jalan dan menghabiskan uang Negara.
KALINI
Jadi Rusia mana Pak Lurah?
PAK LURAH
Ruko Simpang Asia. Karena daerah itu termasuk juga
rawan banjir. Dalam rangka kepentingan yang serupa, terakhir saya ke Kanada,
Kawasan Jalan Gajah Mada. Nah. cukup sekian dulu saya bertandang ke mAri.
Semoga pertemuan yang kita ini, menjadi pertemuan yang mendatangkan manfaat
bagi semua umat. Akur kan bapak-bapak, ibu-ibu, semua
yang ada di sini?
SEMUA...........
Akur
Pak Lurah.
HANSIP
Masih
pengen dilanjutkan latihan sandiwaranya yang terputus tadi?
SEMUA...........
Ah,
Pak Hansip ini sukak
bersandiwara jugak rupanya.
Pak
Lurah
Baiklah,
saya mohon pamit, masih banyak urusan yang harus segera saya tangani. Akur-akur
ya, jangan begaduh lagi. Bersatu kita teguh, bercerai … ha, mau bilang kawin
lagi ya? Jangan, kena free kick nanti. Mulai sekarang dan seterusnya, Marilah
kita saling bergandeng tangan biar setiap permasalahan yang timbul bisa lebih
mudah diselesaikan. Pemisi.
end
No comments:
Post a Comment