Sunday, 21 February 2016

Bulan Bulat, Kok Bujur Sangkar?



MEDAN-SUMUT POS- Komunitas Teater di Kota Medan, Sumatera Utara, di bawah bimbingan sastrawan M Raudah Jambak, menggelar pementasan yang berlangsung di Taman Budaya Sumatera Utara, Sabtu (6/2) sore. Kali ini, M Raudah Jambak yang bertindak sebagai Sutradara mementaskan teater bergenre semi realis.
Pementasan diberi tajuk Bulan Bujur Sangkar, dimulai pukul 15.00 WIB ini, dan berlangsung selama 60 menit. Keseluruhan penonton berasal dari pelajar dan mahasiswa.
“Biasanya bulan itu bulat, tapi kenapa ini bujur sangkar,” kata Raudah Jambak sembari tersenyum, tadi malam. Ia menjelaskan bahwa pementasan itu akan digelar dua sesi.
Sesi pertama pukul 15.00 WIB untuk kalangan pelajar dan mahasiswa. Sedangkan sesi II digelar pukul 20.00 WIB untuk kalangan profesional seperti seniman.
Dalam lakon, pemeran tampil ada 4 orang. Masing-masing menghayati peran yang telah diberikan sutradara. Syafrizal Sahrun berperan sebagai orangtua, Indra Trian berperan sebagai anak muda dan Meha berperan sebagai perempuan. Tia berperan sebagai gembala.
Pementasan teater yang mengadopsi karya Iwan Simatupang ini mengisahkan seorang pejuang di jaman penjajahan belanda, pemuda yang melahirkan karya-karya. “Banyak bermajas dan filsafat-filsafat. Hidup di tahun 1945 itu, orang-orang yang membuat karya sastra akan banyak ditangkap penjajah,” sebut Raudah.
Dalam cerita itu lagi, Syafrizal Sahrun yang berperan sebagai orangtua ini berkata, “Aku membunuh oleh karena itu aku ada.”
Kalimat filosofis ini, kata Raudah, dapat diartikan sebagai dorongan positif bagi kalangan muda agar terus berkarya. “Arti positifnya, aku berkarya supaya dikenal orang. Melalui hasil karya itu, kamu terkenal. Dan jika sudah terkenal, rendah hatilah, akan abadi,” ungkap Sutradara yang sudah melahirkan ratusan naskah dari tahun 1993 ini.
Pementasan yang dihargai dengan Rp25 ribu per tiket ini, awalnya tak memiliki modal sama sekali. Dia memanfaatkan relasi di bagian percetakan untuk mencetak tiket maupun spanduk.
Pria yang telah puluhan tahun aktif di dalam Teather LKK IKIP ini menambahkan, pementasan seperti itu merupakan media pembelajaran untuk memanusiakan manusia secara arif dan bijaksana.
Raudah menyatakan, sejak tahun 2012,Bulan Bujur Sangkar sudah dicanangkan. “Bahkan juga sudah sempat dimonologkan. Cuma pemain nggaksanggup. Nggak sanggup karena hapalan naskah dan bingung menafsirkan. Dalam naskah banyak kata-kata filsafat. Jadi mereka stres karena sulit menafsirkan,” katanya.
Akibatnya, formasi pemain, peran hingga penata cahaya, rambut dan tim artistik mengalami rotasi. Syukurlah akhirnya Pementasan Bulan Bujur Sangkar bisa digelar 4 komunitas secara gotong royong antara Theater LKK, Teather LKSM, Komunitas samasama dan Komunitas Kompoe Poetry. (ted/smg)

No comments: