Sunday, 21 February 2016

BULU DADA M.Raudah Jambak



BULU DADA
M.Raudah Jambak


        Lampu masih remang-remang ketika layar naik perlahan. Di atas pentas hanya terlihat seperangkat kursi ruang tamu dan seluruh aksesoris rumah. Sederhana. Di sisi kiri dan kanan terlihat pintu kamar yang mengapit seperangkat kursi tamu itu. Musik mengalun sesuai dengan irama malam. Dari kamar sebelah kanan terdengar suara suami istri bertengkar disertai suara tangisan sang istri dan benda-benda yang di banting. Dari kamar sebelah kiri seorang muncul mencari tahu.

Yanti : (keluar mengendap-ngendap dari kamar sangat hati-hati)
Dari kamar kanan masih terdengar suara perkelahian Yanti gelisah. Kadang tersenyum. Kadang cekikiikan sendiri dan kadang takut bercampur heran. Pada saaat Yanti mendekati pintu kamar sebelah kanan hendak kuping, tangannya menyentuh vas bunga yang diletakkan di atas bupet. Vas bunga itu terjatuh suara pertengkaran terhenti.
Yanto  : (berteriak dari dalam kamar) Siapa itu ?
Yanti   : (berlari berjingkat masuk ke kaarnya. Cemas !)
Yanto  : (keluar kamar, tubuhnya masih berbalut sarung dan sambil mencari sesuatu) siapa itu ?!!  (mendekati pintu arah wing kiri). Jangan coba-coba maling dirumahku. Kalau ketahuan, awas ! ku jadikan bakpau sekalian.
Rita    : (Dari dalam kamar) Siapa Bang?!
Yanto  : (masih mencari-cari, menjawab sebenarnya) Tak tahu aku. Mungkin hantu. . .
Rita    : (keluar kamar, tubuhnya berbalut sarung dengan wajah ketakutan) Siapa, Bamg ! hantu??!!! Takut Bang ! (berlari segera mengapit tangan Yanto)
Yanto  : (terkejut) bah…bah….bah….apa-apaan kau ini. Bikin orang terkejut saja memeluk orang gak bilang-bilang, aku juga sedang ketakutan juga tau kau.
Rita    : (mengerti manja) Aaaabang ?! Ita atut.
Yanto  : (seperti jual mahal  sambil memikirkan ucapan istrinya) Aaabang ?! Ita atut….!!! (menghardik) kentut sama kau ! sudah lepaskan tanganku.
Rita    : (masih merengek manja) Aaabang ?! Abang gitu deh….!!
Yanto  : (masih jual mahal, menirukan ucapakn istrinya) Aaaabang ?! abang gitu deh….!! (menghardik). Disini sok mengkek. Di dalam kamar tadi menganuk ! Jual mahal ! nangis ! Sudah lepaskan tanganku, ngerti !!
Rita    : (merajuk meninggalkan Yanto duduk dikursi)
Yanto  : (mengejek) tuh kan ! Merajuk. Sikit-sikit merajuk.
Rita    : (menyeka matanya) Abang kok gitu? Kok malah mengajak bertengkar lagi. Semuakan memang salah abang.
Yanto  : (terkejut mendekati Rita) Apa? Salah katamu ? Eh, dimana salahnya, Disini ! (membuka sarung menunjukkan bulu dadanya yang kelewat lebat).
Rita    : (seperti menangis) Iyalah! Kan sudah berkali-kali aku bilang, Bang ! Bulu dadanya cukurlah. Cukur, Bang cukur.
Yanto  : (setengah emosi) cukur, Bang. Cukur ! Tiap pagi aku cukur. Sebelum mandi lagi ! Tahu kau !
Rita    : (Bangkit dari kursi) M emang tiap pagi abang cukur, tapi tengoklah ! Tengok , Bang! Bulu dadamu makin lebat tumbuhnya. Sementara rambut di kepalamu tak juga tumbuh. Plontos ! Tahu gak…!
Yanto  : Eh, laki-laki punya bulu dada itu biasa, semakin bertambah jantan. Apalagi dengan kepala plontos begini, malah semakin mirip dengan Ronaldo
(mengelus kepalanya).
Rita    : (menunjuk kep kepala Yanto) Kalau yang begini aku memang malah nafsu, begini….(menunjukkan bulu dada Yanto) begitu yang ini nafsu malah hilang. Bukan mirip Ronaldo kamu mirip dengan anak gendruwo.
Yanto  : Dasar perempuan! Dulu katanya kalau laki-laki tak berbulu banci! Itu sebelum menikah, eh begitu menikah dan suaminya berbulu lebat malah dibilang anak gendruwo. Memang aku kawin sama anak kuntilanak! Haa?
Rita    : Eh, bang! Kau kok jadi kasar begitu ? Bilang aku kuntilanak!
Yanto  : Kau yang duluan bilang aku gendruwo.
Rita    : Bang! Dengar yaa! Aku Cuma takut, itu saja. Apalagi beberapa minggu belakangan ini aku selalu bermimpi diperkosa gendruwo.
Yanto  : Eh, kau jangan nuduh ya! (Seperti keceplosan, Yanto menutup mulutnya) eh,tidak jadi ! tidak! Tidak!
Rita    : (Meneruskan) dan semalam aku bermimpi lagi.
Yanto  : Diperkosa gendruwo lagi ?!
Rita    : Enggak Bang!
Yanto  : Jadi ?
Rita    : Aku bermimpi melahirkan anak gendruwo ……………………………
Yanto terdiam mengelus kepala dan bulu dadanya bergantian. Rita sesunggukkan. Sementara dari arah pintu kamar sebelah kiri, Yanti mengintip sambil menahan cekikikannya Rita masih sesenggukkan.
Rita    : Dan di kamar tadi, aku begitu ketakukan ketika bulu dada abang menutupi wajahku. Aku seperti bermimpi dihimpit gendruwo.
Yanto  : Sudahlah ! Lupakan mimpi itu. Dalam hal ini, kau juga yang salah. Dulu ketika kita masih pacaran kau tidak pernah mempersoalkannya. Malah kau bangga ketika kita pergi berenang di kolam Tirtha. Kau malah tersenyum bangga ketika semua mata tertuju kearah bulu dadaku. Sekarang setelah menikah masalah ini baru kau persoalkan.
Rita    : Itu kan dulu bang…. Persoalannyakan jaman sudah berubah …
Yanto  : Eh, tunggu dulu. Dulu kau mengatakan menerima aku apa adanya. Dan aku juga sama menerimamu apa adanya…
Rita    : Ah, tidak ! Abang juga berubah, dulu lembut kepadaku. Sekarang apa ? Kasar!
Yanto  : Buktimu tidak mendasar !  Sedangkan aku punya bukti yang kuat aku masih seperti dulu.
Rita    : Apa buktinya ?!
Yanto  : (mengangkat tangan Rita dan menunjuk kea rah bulu ketiaknya yang tebal…) Ini buktinya !!!
Rita    : (Terdiam dan tertunduk)
Yanto  : Aku tidak pernah mempersoalkan bulu ketiakmu. Apalagi jika berkeringat dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Nah, Apakah aku pernah…..
Rita    : Sudah! Stop. Sekarang jelas abang memang sudah tidak mencintaiku lagi. Abang bohong. Abang benar-benar pembohong !!! (berlari meninggalkan Yanto yang terbengong menuju kamar dan menagis)
Yanto  : (mendekati pintu kunci yang terkunci dari dalam) Ta ! Rita ! Sudahlah maafkan Abang. Abang silap !
Rita    : (Dari dalam berteriak diantara tangisnya) Sudah Aku tidak mau dengar lagi ! abang tidur diluar saja. Dasar gendruwo botak !!!

        Rita masih tersedu. Yanto perlahan dengan persaan kalut menuju kursi. Mengambil sebatang rokok yang tergeletak di atas meja dan menghisapnya. Rita masih terdengar menangis dan membantingkan sesuatu. Detik berikutnya Yanto mendekati kamar Yanti.

Yanto  : ti, Yanti (mengetuk pintu kamar) Yanti. Yan….(Yanti keluar) Maaf, ya, Yan. Tidurmu jadi tak tenang.
Yanti   : Aku nggak apa-apa kok, Bang. Nggak ada masalah.
Yanto  : (menuju kursi diikuti Yanti) Abang semakin tidak mengerti. Bagaimana Abang harus bersikap. Sikap kakak iparmu selalu saja aneh-aneh. Terutama sejak kedatangan mu dari kampong. Padahal dia tahukan adik kandung Abang (terdiam dan berfikir).
Yanti   : (hanya menyimak dengan serius)
Yanto  : Sebagai perempuan kau pasti mengerti dengan kakakmu itukan. Sebagai perempuan kau pasti pahamkan kenapa kakakmu berbuat begitukan?!
Yanti   : Yanti ngerti kok, Bang.
Yanto  : Memang sebelum kedatanganmu kemari, pertengkaran itu sering terjasi. Tapi sekarang semakin menjadi-jadi. Seharusnya, ya dimaklumi sajalah.
Yanti   : Memang seharusnya begitu, Bang.
Yanto  : Nah, Karenna kau perempuan. Bagaimana kalau seandainya……….
Yanti   : (Memotong) Jangan, Bang. Ingat aku ini adik abang. Adik kandung abang…..
Yanto  : (Memotong) BElum selesai tolol ! (Yanti terdiam) Abang Cuma mau minta tolong……..
Yanti   : ( Memotong) Bang, ingat Bang. Aku belum menikah. Aku ini adik Abang. Aku……
Yanto  : (Memotong) aku tahu, tahu, tahu……. Begok ! (Yanti terdiam kemmbali) kaarena kau adik Abanglah makanya minta tolong. Bisa nggak ?!
Yanti   : (Berfikir) Bisa, sih bisa. Asal jangan…….?
Yanto  : (Memotong) BEgok, BEgok, Begok. Aku minta tolong bukan untuk melayani  aku di atas ranjang. Bedogol.
Yanti   : (Dengan perrasaan lega) Jadi apa, Bang ?
Yanto  : Aku ingin minta toling supaya kau menerangkan tentang prinsipnya yang tidak tepat karna kau perempuan, maka kemungkinan caramu lebih tepat dari pada apa yang abang lakukan, ngerti ! bilang kepadanya dengan perlahan-lahan prinsipnya itu kurang mendasr dan sulit masuk akal.
Yanti   : Oh, itu (terdiam) oke ! tapi bagaimana kalau kakak juga memarahiku ?
Yanto  : Sebagai perempuan, tentu dia tidak akan marah kepadamu. Apalgi kau tidak memiliki bulu dada sepertiku.
Yanti   : (tersenyum) Memang lain lubuk lain ikannya, lain lading, lain belalang.
Yanto  : Ya, dimana bumi dipijak, disitu kita kencing. Ah, sudahlah tak usah berpatah-petitih segala. Maksudmu apa?!
Yanti   : nggak Bang. Aku hanya teringat Tutik tetangga kita di kampong.
Yanto  : Oh, Tutik gendut anak tulang tigor ? lantas kenapa?
Yanti   : Dia tidak peduli kalau suaminya berabadan kurus, kebanggaannya dengan suaminya itu karena dadanya penuh dengan bulu. Tapi…..(melirik kakaknya Yanto) kepalanya tidak sepelontos Abang.
Yanto  : Ya, ya, terus….?
Yanti   : Anehnya justru suaminya yang risih. Pernah satu kali suaminya membabat bulu dadanya, sehingga badannya yang kerempeng itu semakin kelihatan tiipis seperti kerupuk saja .
Yanto  : LAntas istrinya tidak marah ?
Yanti   : Wah,  bukan sekedar marah, malah ngamuk dia, satu kamoung dibuatnya geger. Suaminya di hajarnya sampai babak belur. Dan dilarang pulang sebelum bulu di dadanya tumbuh kembali.
Yanto  : Ah, ada-ada saja.
Yanti   : Iya, Bang. Anehnya lagi suaminya juga begitu mencintai istrinya yang gemuk bongsor kayak kerbau itu. Segala cara dilakukan agar bulu dadanya cepat tumbuh. Dan kalau sudah tumbuh dia segera pulan untuk menerima service istrinya luar dalam.
Yanto  : Ha……….ha……….ha……..memang aneh!
Yanti   : Dan setiap pagi dia selalu keliling kampung bersama suaminya yang bertelanjang dada memamerkan bulu dada suaminya yang lebat seperti semak belukar itu.
Yanto  : Pasangan yang unik. Apa pekerjaan suaminya?
Yanti   : Pelukis, Bang. Dan Tuti memang melarang suaminya bekerja. Agar bulu dadanya tetap terjaga.
Yanto  : Ooh begitu. Setengah sinting juga. Orang seperti itu pasti tak ada duanya..
Yanti   : Mugkin juga, bang. Tetapi itulah kenyataannya.
Yanto  : Nah, itulah. Abang  minta tolong kau mau menyampaikan sesuatu kepada kakakmu agar mau merubah pendiriannya. Terutama itu, tu. Anu….
Yanti   : Apanya bang?
Yanto  : bilang pada kakamu agar tidak memaki abang dengan sebutan gendruwo Botak
Yanti   : Itusih mungkin tidak ada masalah, bang. Tapi anang juga harus mengerti juga dengan keinginan kak Rit a agar abang mencukur bulu dada abang setiap saat. Itupun jika abang masih mencintai kak Rita.
Yanto  : Cinta sih cinta. Tapi apa dia tidak lihat banyak juga bintang film yang berbulu dada lebat.
Yanti   : iya tapikan tidak selebat abang.
Yanto  : sudahlah yang penting dia tidak memakiku lagi dengan sebutan yang aku sendiri tidak suka. Genderuwo botak! Genderuwo botak.
Yanti   : iiya tapi abang pernah mengejek kakak juga kan ?
Yanto  : Mengejek bagaimana ?
Yanti   : Abang pernah mengejek kakak, seperti ini, He….ketiak kucir-ketiak kucir !” he…he… (Yanti segera berlari kekamar, Yanto terpaku mengambil rokok dan menghisapnya dalam-dalam)
       
        Lampu meredup perlahan. Waktu pagi hari. Yanti terbangun dari kamaar, hendak ke kamar mandi. Suasana sepi. Ia beres-beres ruang tamu sebentar.

Rita    : (masuk dan segera duduk, mengeluarkan sesuatu dari bungkusan plastic yang di bawanya).
Yanti   : (memandang heran) darimana, Mbak ?
Rita    : Dari apotik depan gang itu.
Yanti   : Beli obat? Mbak sakit??
Rita    : (menggeleng pelan) Nggak, beli krim perontok bulu.
Yanti   : untuk Bang Yanto ??      
Rita    : (mengangguk sekenanya) Matanya sibuk membaca aturan pakai krim itu dan menuklisnya pada sebuah kertas.
Yanti   : Mbak, nanti sore Yanti jadi pulang ke kampong .
Rita    : (terkejut) Lho, kenapa tidak menunggu minggu depan saja ? mbak ingin ikut juga. Rindu suasana kampong.
Yanti   : Lho, kok gitu ??
Rita    : Mbak rindu juga sama BApak dan Ibu.
Yanti   : Terus Bang Yanto??
Rita    : Si genderuwo botak? Ah, dia ? entahlah biarkan saja, lagi pula kerjaan di sini banyak.
Yanti   : Semua kebutuhannya? Makan, minum ?
Rita    : Justru itu Mbak ingin ke kampong. Takut sama si pabrik bulu. Lagi pula dia tidak butuh mbak lagi.
Yanti   : Siapa bilang ?
Rita    : Apa kamu tidak lihat budanya??
Yanti   : Apa itu ? buda?
Rita    : Bulu dada. Dan semalam mbak rasa udah puncaknya. Mbak sudah tidak tahan terus bertengkar mempersoalkan bu….lu…
Yanti   : Tapi buat laki-laki memiliki bulu dada yang lebat kan sudah biasa, Mbak? Jantan katanya.
Rita    : Iya kalau bulu dadanya rapi-rata. Ini abangmu bulu dadanya seperti rambut yang habis di rebonding. Geli, gak…?
Yanti   : Iya, sih. Tapi mbak kan bisa maklum. Lagi pula kan sudah punya komitmen sebelum menikah??
Rita    : Sebenarnya mbak maklum. Mbak mau menerima, tapi abangmum itu yang selalu cari pasal. Ini (menunjuk ke ketiaknya) bulu ketiak mbak katanya sudah pantas dikucir, katanya.
Yanti   : Anggap aja bergurau.
Rita    : Mbak selalu saja menganggapnya bergurau kalau abang tidak menyinggung ketiak si Tamara yang kicin mulus dan berdada montok itu.
Yanti   : Ah, si Mbak….
Rita    : (berdiri dan pergi menuju kamar dan keluar membawa kertas yang kemudian memasukkannya ke amplop sebelum Yanti pergi mandi) Ini titip ya…..
 Yanti  : (melihat tulisanamplop di depan) untuk ibu….?
Rita    : Iya, buat Ibu….
Yanti   : Yanti boleh tahu isinya, Mbak ?
Rita    : Biar ibu tahu. Mbak ingin ibu memberikan masukan dan saran buat mbak bagaimana cara menghadapi abangmu yang kadang rada aneh.
Yanti   : Lho, tadi kitakan sudah ngomong ? lagi pula soal-soal beginiibukan tidak perlu tahu?
Rita    : Justru itu. Mbak ingin ibu yang member kekuatan pada Mbak, sebagai ssesama perempuan.
Yanti   : Maaf, Mbak. Ibu sedang sakit jantung. Suka kumat…
Rita    : Tapi ini persoalan kecil..
Yanti   : nah, Mbak tahu ini persoalan kecil. Tai bagi ibu semua persioalan bisa jadi besar. Sudahlah Mbak maklumi saja (meletakkan surat itu di atas meja…)
Rita    : (terdiam sejenak, mengambil amplop kemudian masuk ke kamar)
Yanti   : (terkejut melihat Yanto ,asuk tiba-tiba) Lho, sudah pulang mengajar, Bang ??
Yanto  : (duduk sambil membuka sepatunya) belum, daftar kumpulan nilai ketinggalan.
Yanti   ; (ragu) Yanti pulang kampung sore ini, Bang. Dan sebaiknya dipercepat saja, mungkin, tidak usah menunggu sore.
Yanto  : (berpikir) nggak besok-besok aja, Ti?
Yanti   : Nggak, Bang. Yanti mau mengurus surat-surat dulu sebelum mengantar surat lamaran pekerjaan. Mbak Rita mungkin minggu depan juga mau ke rumah di kampung. Abang yang mengantarkan?
Yanto  : (heran) apa? Apa Mbakmu mau ulang !
Yanti   : Ya, katanya rindu kampung.
Yanto  : Wah, wah, wah seminggu yang lalu kan baru dari kampung?
Yanti   : Ini lain. Mbak ingin sekali curhat dengan ibu, saya bilangibu lagi kambuh sakit jantungnya. Bagi ibu semua persoalan bisa jadi besar.
Yanto  : (melihat ke atas meja , meraih dan membaca tulisan di botol krim) Punya siapa ini?
Yanti   : (ragu)  Mbak Rita. Baru di belinya daari apotek. Katanya buat merontokkan buda-nya Abang…
Yanto  : buda…?
Yanti   : Ya, bulu dada-nya Abang.
Yanto  : Ah, dasar. Ini sudah tidak main-main (membawa  botol krim ke kamar)
Yanti   : (ketakutan masuk ke kamar tidak jadi mandi)
Yanto  : (marah-marah keluar dari kamar) aku masih belum ngerti. Aku ingin tahu apa maksudmu membeli semua ini? Apa kau tidak percaya semua sudah kulakukan untukmu dan tetap tidak pernah behasil ? atau kau Cuma ingin mempermallukan aku??
Rita    :maksudku baik? Suupaya bulu dadamu terawat dengan baik, tidak seperti habis di rebonding begitu? (menangis) Abang tidak pernah menerima maksud baikku….
Yanto  : Ah, cukup. Lebih bagus kau rontokkan saja bulu ketiakmu yang seperti kuciranitu. Jangna Cuma meributkan bulu dada ku ini. Sebaiknya kubuang saja (mencari tempat sampah)
Rita    : (bberlari mengejar, terjadi aksi kucing-kucingan ) Genderwo Botak, kembalikan krim itu. Kau hanya mengerti dengan perasaanmu saja. Aku tersiksa. Tahu tidak !!!!?
Yanto  : kau yang egois ketiak kucir. Kennapa tidak kau pergunakan untukmu
Rita    : Kau, kau, kau yang mulai lagi (aksi kejar-kejaran terus berlangsung)
Yanto  : (tidak sadar Yanti sudah bersiap-siap) Bukaan aku, tapi kau lah yang selalu mencari gara-gara. Aku tidak akan pernah patah semangat dan tidak akan pernah menyinggung tentang bulu ketiakmu, kalau kau tidak pernah mengatakan genddruwo botak…
Rita    : Iya, tapi siapa yang menggelari aku ketiak kucir kalau bukan kau. Padahal kau tahu sudah dari pacaran ketiakku selalu berbulu. Selalu keringatan, dan bau.
Yanto  : Aku juga ! Tapi kenapa kau tidak pernah mau memakluminya. Dan kau selalu katakan telah diperkosa gendruwo botak, setiap kita selesai ber….itu…ber anu, ya itulah.
Rita    : Itu tidak akan aku katakan kalau kau tidak mengatakan ketiakku penuh dengan bubur basi dan sudah pantas dicukur, atau kalau tidak dikucir saja!
Yanto  : Diam…………..
Rita    : Kau yang diam…
(mereka tiba-tiba terdiam, seperti mengingat sesuatu dan berteriak seketika begitu meneka tahu Yanti sudah pergi tiba-tiba)

Rita dan Yanto   : Yanti…………………………………………….!!!!

(LAYAR TURUN SETELAH LAMPU FADE OUT)
diilhami dari bakdisumanto


M. Raudah Jambak, lahir di Medan, 5 Januari 1972.  Mulai meracik sastra sejak SD, seperti puisi dan cerita mini. Lalu, di masa kuliah produktivitas menganyam sastra seperti tak mau berhenti. Karya-karyanya banyak berlabuh di berbagia media lokal, nasional, dan asia tenggara. Sering mengantongi predikat juara dalam berbagai even menulis dan membaca sastra, pun teater. Begitu pula dalam bentuk antologi, acap berdampingan dengan tokoh-tokoh sastra yang cukup mumpuni di jagad sastra nasional dan internasional. . Beberapa karyanya masuk dalam beberapa antologi, seperti  Tanah Pilih (antologi puisi Temu Sastrawan Indonesia I, Jambi) dan Jalan Menikung ke Bukit Timah (antologi cerpen Temu Sastrawan Indonesia II, Bangkabelitung), Pulau Marwah (TSI Tanjung Pinang), Akulah Musi (Temu Penyair Nusantara, Palembang). Sinetron, Film, maupun IKLAN. Kegiatan yang di kuti selain di Medan-Sumatera Utara,  PEKSIMINAS III di TIM Jakarta (1995), work shop cerpen MASTERA, di Bogor (2003), Festival Teater Alternatif Gedung Kesenian Jakarta Awards, di Jakarta (2003) dan workshop teater alternatif, di TIM Jakarta (2003), Pameran dan Pergelaran Seni Se-Sumatera, di Taman Budaya Banda Aceh-Monolog (2004). Menyutradarai monolog "Indonesia Undercover" dalam seleksi Monolog 2005, di Taman Budaya Sumatera dalam rangka monolog nasional di Graha Bakti, Taman Ismail Marzuki, Panggung Idrus Tintin, Riau, Taman Budaya Banda Aceh, Taman Budaya Lampung, Solo, Panggung Penyair Se-Asia Tenggara, Tanjung Pinang,dll. Karyanya selain di Medan juga pernah dimuat di Surat Kabar/Majalah  Nasional/buku di Malaysia, Radio Nederland, Cyber sastra,dll. Sering menjuarai berbagai lomba selain lomba baca/cipta puisi, cerpen, lawak, dongeng, proklamasi dan juga Teater lokal, nasional maupun Asia tenggara. Selain masuk sebagai pengurus di beberapa organisasi seni, sastra dan budaya, ia aktif juga dalam kegiatan lainnya termasuk dunia politik. Sering didaulat sebagai Sutradara,  juri dan pembicara, atau narasumber terkait (terangkum dalam REKAM JEJAK RAUDAH JAMBAK). Saat ini bertugas di beberapa sekolah sebagai staf pengajar, Panca Budi,Budi Utomo dan UNIMED, juga sebagai Direktur di Komunitas Home Poetry. Alamat kontak-Taman Budaya SumateraUtara, Jl.Perintis Kemerdekaan No. 33 Medan. HP. 081223212875. Mail:mraudahjambak@gmail.com, mraudahjambak@yahoo.com


No comments: