M. Raudah Jambak
ABAL-ABAL
NARATOR
Selamat malam dan selamat
menikmati malam. Penonton. O, Penonton. Malam ini aku sedang gelisah. Bukan.
Bukan geli-geli basah. Gelisah. G-E-L-I-S-A-H. Titik. Tapi, jangan senang dulu.
Begitupun, aku masih mendapatkan anugerah. Maaf, anugrah. Sebab, sekian lama
aku berfikir ingin membuat sebuah cerita. Akhirnya, kudapatkan juga. Aku suka
menyebutnya dengan istilah Abal-abal. (tertawa) hahaha..jangan cemberut dulu.
Ini bukan persoalan arti, tapi soalnya adalah pemaknaan. Lho, jangan protes
dulu. Setelah kalian tahu jalan ceritanya, baru kalian tahu apa itu abal-abal.
Nah, begini ceritanya.....(Hadrah)
PROFESOR
ALANG
(MASUK MENGHADAP
PENONTON, MENGHELA NAPAS) Hhhh… Akhirnya selesai juga… Tak percuma saya
begadang tiap malam, sampai-sampai lupa pada kewajiban suami terhadap istri.
Bayangkan, sudah satu tahun lebih saya mengerjakan eksperimen ini. Lupa makan,
lupa tidur, lupa segala-galanya. Tapi, coba lihat hasilnya…. (MENUNJUK KE BELAKANG)…
Mesin Waktu ciptaan saya ini sudah terwujud dengan sempurna. Dengan Mesin Waktu
ini, saya --Profesor ALANG--, bakal sohor kemana-mana, terkenal ke seluruh
dunia. Di televisi, di majalah, di koran-koran, bahkan di berbagai situs dunia
maya sekali pun, nama Profesor Alang bakal selalu menghias berbagai
pemberitaan. Ya, betapa tidak… dengan Mesin Waktu ciptaanku ini… (BERGAYA
SEPERTI ORANG BERDEKLAMASI)… aku melanglang waktu demi waktu, abad demi abad.
Aku bisa melanglang ke jaman purba atau bahkan ke jaman avant garde yang belum
tentu dialami manusia masa kini. Bihari, kiwari, baringsupagi, bakal aku
singgahi.
SUTRADARA
(MASUK PENTAS
SAMBIL MARAH-MARAH) Aimak, jelebau, sakau, Sontoloyo... ! Disuruh akting eh
malah deklamasi! Akting, akting! Prolog-nya juga jangan terlalu panjang, Monoton.
Nanti penonton bosan. Kalau penonton sudah merasa bosan, nanti pada bubar.
Kalau penonton pada bubar, siapa coba yang akan nonton pertunjukan kita?!
PROF.
ALANG
Kalau tidak ada
penonton YA udah, Pak Sutradara, sudah saja jangan main.
SUTRADARA
(GERAM) Jangan
main bagaimana?! Percuma kita latihan kalau tidak main!
PROF.
ALANG
Ah, Pak
Sutradara ini MACAMMANANYA? Ikhlaskan saja kita bermain, Pak, tak usah ada
pamrih supaya kita ditonton orang.
SUTRADARA
(AGAK SINIS)
Ooo, jadi maunya kamu ditonton binatang, begitu?
PROF.
ALANG
Bukan begitu,
Pak Sutradara. Pak Sutradara kan sering wanti-wanti pada pemain, pada kita,
pada aktor-aktornya, bahwa bermain teater itu harus ikhlas, jangan dibebani
rasa pamrih. Bukan begitu, Pak Sutradara?
SUTRADARA
(MAKIN GERAM)
Bukan! Maksudnya bukan begitu, Lembu! Dengarkan ya baik-baik… Ikhlas dalam
bermain teater itu adalah… ikhlaskan hati, lenturkan rasa kita, supaya kita
lebur dengan peran yang kita mainkan.
PROF.
ALANG
Jadi…
SUTRADARA
Sudah! Sekarang
sudah bukan waktunya diskusi.
PROF.
ALANG
Tapi…
SUTRADARA
Tidak ada
“tapi”! Cepat, segera mainkan peran kamu!
PROF. ALANG
Pak Sut,…
(ANAK-ANAK MASUK
MENGHADANG PROFESOR ALANG DAN MENGEJAR KEMANAPUN PROFESOR ALANG BERLARI. SAMPAI
AKHIRNYA PROFESOR ALANG BERSEMBUNYI. ANAK-ANAK KECARIAN. LALU SALAH SEORANG
DIANTATRANYA MENGAJAK BERMAIN SAMBIL MENARI-DOLANAN)
PROF.
ALANG
(KELUAR DARI
PERSEMBUNYIAN MENGGERUTU) Huh, tidak demokratis! Sok! Mau menang sendiri! (TETAPI TIBA-TIBA TERTAWA SENDIRI.
MANGGUT-MANGGUT KEMBALI, WAJAHNYA MENYIRATKAN RASA BANGGA.)
TIBA-TIBA
MUNCULLAH AMINAH SAMBIL MEMANGGIL-MANGGIL.
AMINAH
Bang Alang, Bang
Alang, Bang Alang...!
PROF. ALANG
MASIH ASYIK MENATAP DAN MENELITI MESIN IMAJINASI CIPTAANNYA ITU. TAK HIRAU PADA
TERIAKAN AMINAH. MERASA TAK DIHIRAUKAN, TENTU SAJA AMINAH MENJADI MARAH
KARENANYA.
AMINAH
Bang Alang!
TETAP TAK
DIHIRAUKAN.
AMINAH
Bang Alang!
KARENA MASIH TAK
DIHIRAUKAN, AMINAH SEGERA MENCOPOT SELOPNYA, LALU DILEMPARKANNYA KE ARAH
PROFESOR ALANG.
AMINAH
(SAMBIL MELEMPAR
SELOP) Bang Alang!
P. Alang KAGET
BUKAN ALANG-KEPALANG.
PROF.
ALANG
Alah Mak, Aminah!
Whats going on. Apa-apaan kamu sayang, hah...! Saya Profesor ngerti bikin hilang wibawa. bukannya
hormat Saya sedang meneliti. Malah mengganggu keasyikan saya!
AMINAH
Huh, memangnya
jendral dihormat-hormat. Jangankan jendral, Abang tu ya prajurit juga bukan!
PROF.
ALANG
E, e, eh… masa
yang KAMU tidak tahu profesi saya?! Abang ini sudah waktunya dihormat-hormat.
Dihargai!
AMINAH
Memang, barang
antik masih bisa dihargai. ABang tu bukannya antik, tapi sudah kelewat jadul.
Diobral juga bakal jatuh harga!
PROF.
ALANG
Astagfirulloh, hati-hati
melontarkan pernyataan! Heh, Aminah, begini-begini juga Abang ini calon suami
kamu. Lebihnya lagi, Bang Alang ini sudah jadi
profesor... ProfesorAlang!
AMINAH
Wuah, profesor
juga profesor linglung! Tahunya aku model Abang tu...
(AMINAH PERGI P.
ALANG TERBENGONG-BENGONG MEMANGGIL AMINAH. TARI PANEN BUAH (KARO) MASUK.....)
NARATOR
Nah,
sudah mulai terasa abal-abalnya? Belum? Baiklah. Aku pernah mendengar sebuah
istilah dari sebuah kebudayaan. Katanya begini Seni
dan Budaya ini, ini, dan ini memang
tak pernah lapuk oleh panas dan tak pernah lekang oleh hujan. Dilihat dari
kebudayaan yang ada termasuk kebudayaan dari daerah lain ikut mewarnainya.
Hadrah adalah tarian yang menceritakan tentang puji-pujian dan ucapan rasa
syukur atas kelahiran anak. Termasuk Dolanan anak-anak. Selain itu ada juga
tarian dari daerah-daerah
yang menceritakan kegembiraan masyarakat dalam menyambut panen dalam balutan
adat daerah itu. Selain tarian ada
juga lagu-lagu yang melengkapi keragaman budaya di sana. Yok, kita tengok lagi….(LAGU-LAGU)
(ANAK-ANAK MASUK
HENDAK MENCARI PROFESOR ALANG. SAMPAI MEREKA MERASA KELELAHAN. LALU HENDAK
PULANG DENGAN MENUMPANG BECAK. TARI BECAK MASUK.....SETELAH ITU KELUAR)
DI SUATU TEMPAT
DI VERONA, DI TAMAN YANG BERBEDA DENGAN TAMAN SEBELUMNYA. AMINAH LATIHAN AKTING
DENGAN P. ALANG. AMINAH JADI JULIET MASUK DIIRINGKAN BANG ALANG YANG JADI ROMEO.
ROMEO
Oh, Juliet… demi
rembulan yang cahayanya menyepuh pucuk pepohonan di sana, aku bersumpah…
JULIET
Diamlah, Romeo,
janganlah bersumpah demi bulan. Wujud bulan selalu berubah setiap saat. Dia
kadang-kadang bulat penuh, kadang-kadang tinggal sepotong, kadang-kadang pula
tersisa seperti sabit. Aku tak mau sumpahmu itu berubah setiap saat.
ROMEO
Lalu, demi apa
aku bersumpah, supaya kau tahu bahwa cintaku tak akan berpaling darimu?
JULIET
Bersumpahlah
demi dirimu sendiri. Aku percaya pada cinta sucimu itu.
ROMEO
Hanya saja,
Juliet… hanya saja di antara kita ada tembok penghalang yang tak mudah kita
lewati. Permusuhan di antara keluarga kita tak kunjung damai. Malah kian
meruncing saat mereka tahu bahwa kita sedang menjalin cinta.
JULIET
Oh, Romeo…
Kenapa namamu harus Romeo? Kenapa aku harus Juliet? Kenapa kau dilahirkan dari
keluarga Montague, sedangkan aku harus ditakdirkan sebagai Capulet?
ROMEO
Juliet, semua
itu tak perlu kau pertanyakan. Kehendak Tuhan memang penuh misteri.
JULIET
Oh…. Kenapa kau
harus menjadi musuhku, Romeo? Tapi di mataku, kau adalah dirimu sendiri, bukan
Montague, bukan siapa-siapa. What is a name. Ya, apalah artinya sebuah nama.
Tokh seandainya bunga mawar tidak bernama mawar, harumnya akan tetap saja
sebagai bunga mawar. Karena itu, siapa pun namamu, engkau tetaplah Romeo yang
kucinta sepenuh hati. Bersumpahlah, Romeo, kau akan tetap mencintaiku meskipun
aku sudah tiada.
ROMEO
Heh, apa
maksudmu Juliet? Kenapa kau bicara seperti itu?
JULIET
Tidak, Romeo….
(MEMANDANG KE SUATU TEMPAT, MENGALIHKAN PEMBICARAAN) Ah, kau lihat, Romeo…. Di
sana ada sekuntum mawar sedang tumbuh… (MENUNJUK KE TEMPAT YANG DI PANDANGNYA)
Petiklah buat aku, sebagai tanda cintamu itu!
ROMEO MEMANDANG
KE TEMPAT YANG DITUNJUK JULIET.
ROMEO
Baiklah, demi
gadis yang kucinta sampai mati, akan kupetik mawar itu. Akan kupersembahkan
untukmu sebagai tanda cintaku yang paling dalam.
ROMEO KEMUDIAN
BERGEGAS MENINGGALKAN TEMPAT ITU, HENDAK MEMETIK MAWAR YANG DIINGINKAN JULIET.
SEMENTARA
DITINGGALKAN KEKASIHNYA, DARI BALIK GAUNNYA JULIET SEGERA MENGELUARKAN BOTOL
KECIL BERISI RACUN.
SETELAH
MEMANDANG KESANA-KEMARI, DENGAN AGAK RAGU-RAGU, DITEGUKNYALAH SEGERA RACUN
TERSEBUT. DAN PADA AKHIRNYA, JULIET PUN TERKULAI LEMAS.
KETIKA AKHIRNYA
MUNCUL ROMEO SAMBIL MEMBAWA “PESANAN” JULIET, DIDAPATINYA JULIET SUDAH TERBUJUR
KAKU. ROMEO SEGERA MEMBURU TUBUH TERBUJUR ITU.
ROMEO
Oh, Juliet…
Juliet… Apa yang terjadi, Juliet? (MATANYA TERTUMBUK PADA BOTOL KECIL BERISI
RACUN. DITELITINYA BOTOL ITU DENGAN PERASAAN SANGAT TERPUKUL) Oh, Juliet,
kenapa kau lakukan ini. Kenapa, Juliet? Bukankah aku telah bersumpah akan
mencintaimu sampai kapan pun?
KEMUDIAN, DENGAN
PERLAHAN ROMEO MENGELUARKAN PEDANG KECIL YANG TERSELIP DI PINGGANGNYA. DENGAN
PERLAHAN-LAHAN PULA UJUNG PEDANG ITU IA TUJUKAN PADA ULU HATINYA. LALU MEREKA
TERBANGUN KARENA SEKELOMPOK ORANG YANG HENDAK LATIHAN MENARI.
PENARI
I
(diikuti penari lainnya) Bang, Bangun! Kak, Bangun. Sekarang jadwal
latihan kami.... Gantianlah......
AMINAH DAN BANG ALANG SAMBIL MENGGARUK-GARUK KEPALA KELUAR. PENARI
MEMBENTUK FORMASI TARIAN…..
SUTRADARA
(MASUK PENTAS
SAMBIL MARAH-MARAH) Aimak, jelebau, sakau, Sontoloyo... ! Disuruh akting eh
malah pergi! Akting, akting! Aku Cuma bilang Prolog-nya juga jangan terlalu
panjang, Monoton. Nanti penonton bosan. Kalau penonton sudah merasa bosan,
nanti pada bubar. Kalau penonton pada bubar, siapa coba yang akan nonton
pertunjukan ini?!Eh, malah meninggalkan tempat latihan. Kubilang tadi
sebentarnya aku pergi. Alah, mak... (memanggil Alang dan Aminah) Alang! Alang!
Profesor Alang......! Aminah, Aminah, Aminah oi bunga hati kembang, pot
hatiku... where are you now.....?!
SUTRADARA KELUAR
PERLAHAN-LAHAN TERDENGAR LAGU-LAGU DI SENANDUNGKAN. SETELAH ITU MASUK TARIAN lainnya….
SUTRADARA
(MASUK PENTAS
SAMBIL MARAH-MARAH) Aimak, jelebau, sakau, Sontoloyo... ! Disuruh akting eh
malah pergi! Akting, akting! Aku Cuma bilang Prolog-nya juga jangan terlalu
panjang, Monoton. Nanti penonton bosan. Kalau penonton sudah merasa bosan,
nanti pada bubar. Kalau penonton pada bubar, siapa coba yang akan nonton
pertunjukan ini?!Eh, malah meninggalkan tempat latihan. Kubilang tadi
sebentarnya aku pergi. Alah, mak... Kurasa dialog tadinya yang kubilang. Ah,
sudahlah... (memanggil Alang dan Aminah) Alang! Alang! Profesor Alang......!
Aminah, Aminah, Aminah oi bunga hati kembang, pot hatiku... where are you
now.....?! (TAPI BEGITU MELIHAT ALANG DAN AMINAH BEROBAH KARAKTER KABAYAN DAN
ITEUNG SUTRADARA HANYA TERBENGONG MELIHAT MEREKA. TETAPI LAMA-KELAMAAN IKUT
LARUT DAN SESEKALI MEMBERI ARAHAN....
PENTAS
MENGGAMBARKAN SEBUAH PEKARANGAN DEPAN RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA.
KABAYAN YANG
DIPERANKAN BANG ALANG DENGAN MEMAKAI KAOS OBLONG DAN PANGSI, DILILIT KAIN
SARUNG, KELUAR MENUJU BALE-BALE YANG TERLETAK DI PEKARANGAN RUMAH ITU.
PENAMPILANNYA TAMPAK KUSUT, DENGAN RAMBUT ACAK-ACAKAN. SEMENTARA MATANYA MASIH
TERPEJAM, ATAU MEREM-MEREM AYAM, RUPANYA
IA SEDANG TIDUR SAMBIL BERJALAN.
IA SEGERA
MEMBARINGKAN DIRINYA DI BALE-BALE ITU. DAN KEMBALI TIDUR DENGAN NIKMATNYA.
SESEKALI BIBIRNYA MENYUNGGINGKAN SENYUM. SESEKALI PULA TERTAWA.
DARI LUAR
TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA ITEUNG YANG DIPERANKAN AMINAH MEMANGGIL-MANGGIL
NAMANYA.
ITEUNG
(DARI ARAH LUAR)
Kabayan, Kabayan, Kabayan...!
KABAYAN MASIH
TETAP BERBARING, SAMBIL MENGUAP BEBERAPA KALI.
ITEUNG MUNCUL DARI
SEBUAH TEMPAT, MUNGKIN DARI DALAM RUMAH. KETIKA DILIHATNYA KABAYAN SEDANG
TIDUR, ITEUNG GELENG-GELENG KEPALA.
ITEUNG
Astagfirulloh
al’adzim… Tidak ada kenyangnya kamu tidur, Kabayan! Teu di kamar teu di luar,
dasar pelor, nempel sama bantal langsung saja molor! (MENGHAMPIRI DAN SEGERA
MEMBANGUNKAN KABAYAN) Kabayan…! Kabayan…! Kabayan…!
TAPI TETAP SAJA
KABAYAN TAK BANGUN-BANGUN. ITEUNG SEGERA
MENGAMBIL SELOP YANG DILETAKKANNYA AGAK JAUH DARI SANA. LALU DARI AGAK
JAUH ITEUNG MELEMPARKAN SELOP ITU KE
ARAH KABAYAN.
ITEUNG
(SAMBIL MELEMPAR
SELOP) Kang Kabayan!
MERASA KAGET
OLEH SERANGAN MENDADAK ITU, KABAYAN SEGERA BANGUN.
KABAYAN
(SAMBIL
MENGGISIK-GISIK MATANYA) Ari nyaneh, Iteung! Apa-apaan kamu teh, hah...! Ka
salaki teh bukan aya hormatnya Si Jikan mah. Malah mengganggu tidur salaki
saja!
ITEUNG
Huh, memangnya
jendral dihormat-hormat. Jangankan jendral, kamu mah prajurit juga bukan!
KABAYAN
Astagfirulloh,
etah-etah Si Jikan! Heh, Iteung, begini-begini juga Si Kabayan ini salaki kamu.
Lebihnya lagi, Si Kabayan ini sudah jadi
profesor... Profesor Kabayan!
ITEUNG
Wuah, profesor
ti mana horeng! Ngimpi kampu mah, Kabayan! Ngimpi!
KABAYAN
(MERASA
KEBINGUNGAN) Heh, ngimpi?
ITEUNG
Iya, ngimpi!
Jangankan profesor, SD juga tidak lulus kamu mah.
KABAYAN
(MENCUBIT-CUBIT
LENGANNYA) Ngimpi? Ah, maenya sih? (TERUS SENYAM-SENYUM PADA ITEUNG) Ya sudah
atuh, sana ke dapur. Siapkan sarapan. Akang mau sarapan.
ITEUNG
Siapkan sendiri,
sana! Enak saja, bangun tidur maunya diladeni!
KABAYAN
Ya iya atuh. Kan
kamu teh pamajikan Akang. Tugas seorang istri mah harus meladeni salaki.
Meladeni salaki teh hukumnya wajib!
ITEUNG
(SINIS) Iya, da
istri mah banyak wajibnya ketimbang hak-nya!
KABAYAN
Hak? Hak
nanahaon, Jikan? Hak naon? Kan punya hak juga ku kamu mah tidak dihargai, malah
dibalang-balangkeun geuning. Tuh, lihat selop kamu (MENUNJUK PADA SELOP YANG
TADI DILEMPARKAN ITEUNG), buktinya kamu tidak menghargai hak sendiri, tahu?!
ITEUNG
Seblu kamu,
Kabayan! Jangan pake bahasa pelesetan, siah! (SAMBIL SEGERA MENGAMBIL SELOPNYA)
KABAYAN
Etah, etah Si
Iteung, ka salaki nyebut setan? Kawalat siah!
ITEUNG
Tuda boga salaki
teh…
KABAYAN
Sudah, ah. Akang
lapar! (SAMBIL BERLALU MENINGGALKAN TEMPAT ITU)
ITEUNG
(BERTERIAK) Kang
Kabayan! Kang Kabayan...!
KABAYAN
(DARI LUAR)
Sudah, sudah! Akang mau sarapan dulu! Supaya ada tenaga buat memerangi kamu!
ITEUNG
Jig bae rek
sarapan mah. Kejona ge da euweuh, wew! (BERANJAK PERGI, MENGIKUTI
KABAYAN)
SUTRADARA
Bagus. Bagus!
Tetapi belum memuaskan. Ekspresi setengah-setengah. Artikulasi Berantakan...
Latihan lagi yang serius....(BERANJAK PERGI, DIIKUTI P. Alang dan Aminah.
SELANJUTNYA MASUK TARI KARAPAN SAPI/JUBLAK SUWENG-JAWA)
NARATOR
Deli serdang
yang makmur. Deli serdang yang sejahtera itulah cita-cita kita semua.
Kemakmuran dan kesejahteraan itu, tentunya diringi dengan segala doa dan usaha.
Deli serdang yang makmur. Deli serdang yang sejahtera itulah harapan kita
semua. Kemakmuran dan kesejahteraan itu, tentunya dengan turut
menumbuhkembangkan senibudaya. Menjaga dan merawat seni, budaya, dan tradisi
yang ada. Tanpa membeda-bedakan dari mana seni, budaya dan tradisi itu berasal.
Jagalah. Rawatlah. Selama seni, budaya, dan tradisi itu menambah kekayaan
khasanah kecintaan kepada negeri kita INDONESIA.
(SETELAH ITU
TARI DARI ETNIS TIONGHOA KELUAR DILANJUTKAN DENGAN LAGU-LAGU.....)
NARATOR
Deli serdang
yang makmur. Deli serdang yang sejahtera itulah cita-cita kita semua.
Kemakmuran dan kesejahteraan itu, tentunya diringi dengan segala doa dan usaha.
Deli serdang yang makmur. Deli serdang yang sejahtera itulah harapan kita
semua. Kemakmuran dan kesejahteraan itu, tentunya dengan turut
menumbuhkembangkan senibudaya. Menjaga dan merawat seni, budaya, dan tradisi
yang ada. Tanpa membeda-bedakan dari mana seni, budaya dan tradisi itu berasal.
Jagalah. Rawatlah. Selama seni, budaya, dan tradisi itu menambah kekayaan
khasanah kecintaan kepada negeri kita INDONESIA.
(SETELAH ITU
TARI DARI BERBAGAI ETNIS KELUAR DITUTUP DENGAN LAGU-LAGU.....LALU SELURUH
PEMAIN MENGAMBIL POSISI DIBELAKANG PENARI KEMUDIAN MEMBERI HORMAT)
NARATOR
Terimakasih atas segala perhatian mohon maaf atas segala kesalahan dan
kekhilapan. Semoga berkenan. Dan sampai jumpa pada lain waktu dan kesempatan.
Salam.....
MEDAN,
5 MARET 2012
M.
RAUDAH JAMBAK
Naskah M. Raudah Jambak
MARI MENCINTAI SENIBUDAYA DAN TRADISI NEGERI
SENDIRI
No comments:
Post a Comment