Bocah
Penari Reog Ponorogo
Oleh Ilham Wahyudi
“Pak, yok kita nonton reog,” rengek anak
itu kepada bapaknya. Sudah tiga hari ia demam karena kerinduannya pada kesenian
reog. Tak pelak Sardi (46) pun segera mengantarkan anak keempatnya itu ke
tempat ia dan teman-temannya berlatih kesenian reog, kenang Sardi.
Adalah Yoga (10) bocah yang tinggal di
Lorong Pandawa Karang Rejo Pasar II, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat itu
yang merengek-rengek minta diantarkan melihat seniman reog berlatih. Saat itu
usianya masih empat tahun. “Si Yoga itu waktu kecilnya kalau dengar musik reog
dia langsung saja nari,” ungkap Sardi pada Medan
Bisnis.
Berbeda dengan anak-anak seusianya, Yoga
ternyata lebih senang menghabiskan waktu luangnya untuk berlatih menari reog.
Tapi bukan berarti ia tak suka bermain dengan anak-anak lain. Sebab setiap ia
menari tarian reog, maka kawan-kawannyalah yang memainkan musik. Walaupun alat
musik yang mereka mainkan seadanya, seperi: saron dan kotak gabus. Namun tak
sedikitpun mengurangi semangat Yoga berlatih.
Memang, sejak usia empat tahun Yoga sudah
senang menari-nari sendiri. Apalagi jika mendengar alunan suara dari alat-alat
musik reog. Inilah yang akhirnya membuat Sardi nekad membelikan anaknya itu
topeng Reog Ponorogo. Bagaimana tidak, di tengah himpitan ekonomi yang serba
pas-pasan, Sardi yang sehari-harinya berprofesi sebagai pencari rumput itu
harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli topeng Reog Ponorogo.
Harga satu topeng Reog Ponorogo tidaklah
murah. Bayangkan saja, satu lembar bulu merak bisa mencapai Rp 6.000. Itu pun
harus pesan dulu dari Jawa. Nah, karena keterbatasan biaya dan tempat pemesanan
yang jauh, Sardi akhirnya menganti bulu merak dengan bulu ayam. Namun soal
harga, bulu ayam ternyata juga tak kalah mahal dibanding bulu merak. Harga satu
bulu ayam Rp 5.000. Sementara itu, satu topeng Reog Ponorogo yang berukuran
besar, biasanya memiliki sekitar 2000 helai bulu. Sedangkan untuk ukuran kecil,
yang sering dipakai Yoga berjumlah 300 helai bulu.
Menyukai kesenian reog sejak kecil, Yoga bukanlah
satu-satunya anak di kampung itu. Sepupunya Rizky (12) juga menyukai kesenian
reog. Dimulai dengan hanya melihat-lihat Yoga berlatih, pelan-pelan Rizky pun tertarik
pula belajar menari reog. Kini mereka berdua menjadi penari reog yang cukup
populer di kampungnya.
Beruntung pagi itu Medan Bisnis berkesempatan menyaksikan Yoga dan Rizky sedang
bersiap-siap sebelum berangkat ke sebuah acara resepsi pernikahan. Selesai
memakai baju khas pemain reog, semua perlengkapan pertunjukanpun dinaikkan di
becak bermotor. Hari itu mereka akan bermain disebuah acara resepsi pernikahan
yang tak jauh dari rumah.
Tidak seperti kelompok reog yang biasa
dimainkan oleh orang dewasa, Yoga dan Rizky hanya mengunakan alat seadanya.
Tidak ada gong, gendang, tipung, serompetan, angklong dan kenong. Seperti yang
sering dipakai kelompok reog dewasa. Semua peralatan musik tersebut telah
digantikan oleh sebuah kaset CD yang berisi lagu dengan judul Singo Manunggal.
Sebagai penari reog yang populer di
sekitaran kampung, Yoga dan Rizky sering pula diundang pada acara-acara ulang
tahun dan sunatan. “Kalau acara sunatan biasanya dibayar Rp 250 ribu. Sedangkan
ulang tahun paling sedikit Rp 100 ribu,” kata Sardi. Sementara itu untuk pertunjukan
pada acara resepsi pernikahan yang sebentar lagi mereka mainkan, Yoga dan Rizky
biasanya dibayar sekitar Rp 350 ribu.
Honor yang Yoga dan Rizky dapati dalam
sekali pertunjukan ternyata bisa saja bertambah. Apalagi kalau mereka menari
dengan semangat. “Kadang-kadang saweran dari penonton bisa sampai Rp 50 ribu,”
sambung Sardi. Namun, itu semua terkadang bisa buyar jika hujan turun saat
mereka sedang pertunjukan. Pasalnya jika hujan, pertunjukan yang biasanya
sering dilakukan outdoor itu terpaksa
harus dihentikan. Hal ini tentulah membuat kesempatan mendapatkan saweran, pun
hilang.
Selain menambah uang jajan, penghasilan
dari bermain reog yang didapati Yoga dan Rizky ternyata juga cukup untuk membantu
keperluan sekolah. Paling tidak, sejak kecil mereka sudah belajar mandiri. Begitupun,
Sardi tidak pernah memaksakan Yoga dan Rizky untuk harus selalu bisa tampil.
Ditanya untuk apa uang yang didapat dari
menari, dengan polos Rizky menjawab, “Untuk beli sepeda, biar mamak naik sepada,”
jawabnya tersenyum. Sedangkan Yoga yang usianya lebih muda dari Rizky hanya
menggelengkan kepala saja ketika ditanya hal yang sama.
Medan,
2010
No comments:
Post a Comment