GURU
MENULIS? HARUS
(SEKADAR RENUNGAN)
KATA
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
Subagyo Sastrowardoyo
“Didiklah
anak-anakmu untuk masa yang bukan masamu”Ungkapan
di atas tidak kurang dari 13 abad yang lalu disampaikan Ali Bin Abi Thalib R.A.
bahwa masa-masa kita mengenyam pendidikan dulu tidak sama dengan pendidikan
masa sekarang dan di masa yang akan datang. Barangkali kata-kata ini diadaptasi oleh para
pengambil kebijakan pendidikan ditingkat elit sehingga timbul pergantian dan pengembangan
kurikulum. Tercatat tidak kurang dari delapan kali kurikulum pendidikan kita
berubah-ubah, yakni kurikulum 1947, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan
kurikulum 2006 yang kita kenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dengan alasan mutu, relevansi, efisiensi, dan pemerataan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan.
Guru yang menjadikan tradisi tulis-menulis sebagai kegiatan sehari-hari
mungkin sama langkanya dengan tradisi membaca yang juga rendah. Dapat
diperkirakan, ini tak lepas dari budaya baca-tulis kita yang memang buruk.
Suasana sekolah-sekolah kita berbeda jauh dari sekolah-sekolah di negara-negara Asia tetangga kita, bahkan dengan Vietnam yang baru merdeka dan belum sedekade bergabung dengan ASEAN.
Pula berbeda dari universitas maupun sentra-sentra pengkajian ilmu zaman dulu yang digambarkan penuh pemandangan orang menenteng buku, berdiskusi, berorasi, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya.
Sekolah dan universitas masa kini diwarnai berita tawuran antarpelajar/mahasiswa, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, video porno, tuntutan guru untuk diangkat menjadi pegawai negeri, kenaikan honor, serta Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang monoton dan membosankan.
Menulis adalah kegiatan yang memang seharusnya dilakukan para guru. Selain untuk mendokumentasikan kegiatan pribadinya sebagai agen perubahan, menulis juga dalam rangka mempertanggungjawabkan pengajarannya yang mesti diselaraskan dengan kurikulum.
Administrasi yang diisi guru di antaranya absensi murid, daftar nilai, leger (kumpulan nilai selama semester yang bersangkutan), rencana pelaksanaan pembelajaran, selain administrasi tambahan yang digariskan sekolah tempatnya mengajar. Pengembangan Keilmuan
Kegiatan menulis (dan membaca) pulalah yang memungkinkan terjadinya pengembangan keilmuan. Meski Einstein, misalnya, ketika duduk di bangku sekolah dasar disebut gurunya sebagai ”Herr Langweil” (Si Bodoh), komitmennya terhadap pengembangan ilmu dan potensi diri menjadikannya melahap habis sebuah buku geometri yang diberikan oleh seorang teman ayahnya (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu Tahu: Gemar Membaca, 2009).
Kerajinannya belajar, membuatnya mengadakan dokumentasi—berupa tulisan—atas pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan membaca hingga menemukan teori relativitas yang terkenal itu dan dunia pun mengenangnya sebagai Bapak Sains Modern.
Atau Isaac Newton, yang ketika duduk-duduk santai di bawah pohon apel dan kejatuhan buahnya menemukan teori gravitasi bumi, kemudian didokumentasikannya menjadi buku Philosophie Naturalis Principia Mathematica yang dianggap sebagai karya ilmiah terbaik sepanjang masa (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu: Orang-orang Besar, 2009)
Apa yang terjadi bila orang-orang cerdas ini tak mencatat temuannya? Apa jadinya kalau seorang guru tak pernah mendokumentasikan kegiatan sehari-hari serta pengajarannya untuk murid-murid?
Akankah kita mendapat murid berprestasi jika guru tak mampu mencatat apa-apa yang dibutuhkan murid agar berprestasi? Tentu saja kebutuhan para pelajar lebih diketahui gurunya ketimbang oleh para penulis yang khusus dikontrak penerbit buku.
Pantas saja, guru yang menjadi penulis (buku) dapat dihitung dengan jari. Memang, memadamkan lampu lebih mudah ketimbang menyalakan sebatang lilin.
Kata siapa menulis itu sulit?Suasana sekolah-sekolah kita berbeda jauh dari sekolah-sekolah di negara-negara Asia tetangga kita, bahkan dengan Vietnam yang baru merdeka dan belum sedekade bergabung dengan ASEAN.
Pula berbeda dari universitas maupun sentra-sentra pengkajian ilmu zaman dulu yang digambarkan penuh pemandangan orang menenteng buku, berdiskusi, berorasi, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya.
Sekolah dan universitas masa kini diwarnai berita tawuran antarpelajar/mahasiswa, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, video porno, tuntutan guru untuk diangkat menjadi pegawai negeri, kenaikan honor, serta Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang monoton dan membosankan.
Menulis adalah kegiatan yang memang seharusnya dilakukan para guru. Selain untuk mendokumentasikan kegiatan pribadinya sebagai agen perubahan, menulis juga dalam rangka mempertanggungjawabkan pengajarannya yang mesti diselaraskan dengan kurikulum.
Administrasi yang diisi guru di antaranya absensi murid, daftar nilai, leger (kumpulan nilai selama semester yang bersangkutan), rencana pelaksanaan pembelajaran, selain administrasi tambahan yang digariskan sekolah tempatnya mengajar. Pengembangan Keilmuan
Kegiatan menulis (dan membaca) pulalah yang memungkinkan terjadinya pengembangan keilmuan. Meski Einstein, misalnya, ketika duduk di bangku sekolah dasar disebut gurunya sebagai ”Herr Langweil” (Si Bodoh), komitmennya terhadap pengembangan ilmu dan potensi diri menjadikannya melahap habis sebuah buku geometri yang diberikan oleh seorang teman ayahnya (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu Tahu: Gemar Membaca, 2009).
Kerajinannya belajar, membuatnya mengadakan dokumentasi—berupa tulisan—atas pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan membaca hingga menemukan teori relativitas yang terkenal itu dan dunia pun mengenangnya sebagai Bapak Sains Modern.
Atau Isaac Newton, yang ketika duduk-duduk santai di bawah pohon apel dan kejatuhan buahnya menemukan teori gravitasi bumi, kemudian didokumentasikannya menjadi buku Philosophie Naturalis Principia Mathematica yang dianggap sebagai karya ilmiah terbaik sepanjang masa (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu: Orang-orang Besar, 2009)
Apa yang terjadi bila orang-orang cerdas ini tak mencatat temuannya? Apa jadinya kalau seorang guru tak pernah mendokumentasikan kegiatan sehari-hari serta pengajarannya untuk murid-murid?
Akankah kita mendapat murid berprestasi jika guru tak mampu mencatat apa-apa yang dibutuhkan murid agar berprestasi? Tentu saja kebutuhan para pelajar lebih diketahui gurunya ketimbang oleh para penulis yang khusus dikontrak penerbit buku.
Pantas saja, guru yang menjadi penulis (buku) dapat dihitung dengan jari. Memang, memadamkan lampu lebih mudah ketimbang menyalakan sebatang lilin.
Dan siapa yang bilang menulis itu mudah?
Bila
Anda menemui permasalahan atas pertanyaan tersebut di atas, simaklah tulisan
ini. Bagi Anda yang berprofesi menjadi guru tentu hal ini akan menjadi semakin
berguna karena setiap hari Anda bergumul dengan dunia tulis menulis. Kuncinya
terletak pada kebiasaan. Kebiasaan bagi seorang petani yang terbiasa mencangkul
di sawah akan lebih mudah mencangkul daripada orang yang pakai dasi di kantoran
yang kerjanya di belakang meja. Seorang nelayan akan mudah menebar dan membuat jala
dibandingkan dengan pekerjaan lain, karena itu memang kebiasaannya. Dulu saya
terbiasa ikut bapak ke laut mencari ikan di laut, maka saya terbiasa dengan
kehidupan laut. Tapi lambat laun kebiasaan itu hilang ketika saya tidak
membiasakan diri ke laut.
- Teruslah berlatih menulis. Jangan pernah berhenti menulis. Sebab menulis itu seperti menyetir mobil. Semakin tinggi jam terbang Anda, maka keahlian Anda pun insya Allah semakin baik.
- Rajin-rajinlah membaca buku-buku yang berkualitas. Jika tubuh kita diibaratkan “pabrik penulis”, maka inputnya – antara lain adalah bacaan, dan outputnya (atau produk yang dihasilkan) adalah tulisan. Dengan demikian, kegiatan membaca bagi seorang penulis sangat penting. Tulisan kita akan banyak diwarnai oleh jenis bacaan yang kita lahap. Bila Anda rajin membaca teenlit, maka Anda akan menjadi seorang penulis teenlit. Bila Anda rajin membaca opini di surat kabar, maka Anda akan menjadi seorang penulis opini. Demikian seterusnya.
Tulisan yang berkualitas, pastilah didahului dulu
dengan proses membaca. Tak ada tulisan berkualitas yang langsung mengalir
begitu saja bila anda tak membiasakan diri dalam membaca dan menulis. Pada intinya bahwa menulis itu menyenangkan, menulis itu mengasyikkan,
menulis itu membebaskan, menulis itu menata pikiran.
- menulis sebelum tidur
- menulis catatan harian
- jangan pernah menunda menulis
- jangan pernah berhenti menulis
- menulis itu berjuang
Tak usah dari yang sulit-sulit dulu. Menulislah dari hal-hal
sederhana; hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri, teman-teman,
hasil menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang yang berkeluh-kesah kepada
kita, atau fenomena yang tengah terjadi di sekitar kita.
Jika
sudah terbiasa, maka perlu kita pikirkan
hal-hal lain, misalnya media. Ada beberapa strategi penting menembus
media mulai dari cara nonteknis seperti, banyak membaca, kenali
karakteristik media, kenali pembaca sampai pada cara teknis penulisan yang pada
intinya tidak mempersulit tugas redaktur. “Permudah tugas redaktur” .
Menulis Tanpa Beban
Cara
menulis yang disarankan bagi kalangan penulis
pemula adalah FreeWriting dan Re-Writing. Dengan teknik Free
Writing berarti kita menulis secara bebas, tanpa mempedulikan bagus
tidaknya tulisan yang sedang digarap. Pokoknya terus saja menulis sampai capek,
sampai tidak ada lagi yang mau ditulis. Sekalipun nggak urut biarkan saja.
Tidak bagus cuekin saja. Bahkan karena bingung, akhirnya kita hanya menulis: “…
apa ya? Aku tak tahu mau nulis apa? Ah gimana nih? Dst”. Yang ada dalam pikiran
kita cuma: what next, next, next!
Perhatikan saja
kalau kita lagi emosi (khususnya marah atau gembira), atau dalam pengaruh
tekanan (seperti lagi ujian essay). Naturalnya sebagian besar
kita akan menulis dengan cara free writing, ya ‘kan?
Anda yang dalam
keadaan normal ngakunya tidak bisa menulis, saya yakin sekali dalam
dua keadaan itu dengan ajaib tiba-tiba bisa lancar menulis. Apalagi jika yang
mau disampaikan begitu banyak. Bisa sampai pegel.
Lha, setelah selesai menulis, tentu
hasilnya wow… jelek sekali ya. Semua serba ada. Banyak yang
asal-asalan, atau juga urutannya bisa jadi ngaco.
Disinilah saatnya
anda mulai menyunting, mulai dari membuang yang tidak perlu, menyusun lagi
urutannya serta membaguskan bahasanya. Bisa bolak-balik berkali-kali, sampai
akhirnya anda suka dengan hasil akhirnya.
Cara lain adalah
menulis dengan teknik Re-Writing atau menulis ulang. Ini sangat ampuh
digunakan dan sangat mudah bagi para pemula. Yang kita lakukan hanyalah
mengumpulkan bahan-bahan (tertulis atau hasil wawancara) lalu kemudian menuliskan-ulang
kembali bahan tersebut dengan tentu saja memakai gaya bahasa sendiri. Sebut sajalah
hasilnya sebagai naskah-ramuan.
Ramuan yang baik
biasanya selalu berupa pernyataan yang disusun dengan kalimat lain, yang
berbeda dengan kalimat sumber informasi yang asli. Sedang ramuan yang buruk
seringnya berbentuk kumpulan kalimat sama dengan sumber aslinya. Kadang-kadang
malah ada semacam ramuan atau rangkuman yang tidak merangkum, tapi mengutip
berbagai pernyataan sesuai dengan aslinya, walaupun dengan kata-kata yang
disana-sini diganti dengan kata lain, agar agak berbeda.
Selama naskah-ramuan itu tidak menunjukkan
hasil pengumpulan berbagai informasi (lebih dari satu sumber), ia belum dapat
disebut naskah-ramuan namanya, tapi itu jiplakan yang ringkas.
Sebaiknya dalam
menulis naskah ramuan gunakan gaya
bebas saja, seperti sedang menyampaikan informasi kepada seorang teman akrab.
Apa yang ditulis biasanya memakai kata lain yang berbeda dengan kata dalam
informasi aslinya. Hanya idenya saja yang sama.
Sesudah ramuan itu
selesai ditulis, tetap saja sebaiknya naskah itu disunting lagi minimal
mengedit bahasanya, atau paling tidak ya judul dan leadnya. Bila perlu, agar
lebih gurih rasanya, mungkin masih bisa kita selipkan dan perbaiki intonasinya,
nadanya, gaya
bahasanya, atau bahkan sedikit digarami dengan humor-humor jenaka.
Menulis adalah kegiatan yang mengasyikkan
sekaligus mencerahkan. Banyak
orang berkeinginan untuk bisa menulis secara teratur namun terhalang tidak
adanya waktu karena kesibukan pekerjaan.
Apakah karena halangan tersebut kegiatan menulis harus terhenti? Jawabnya
tidak. Semua orang tetap dapat menyalurkan pemikiran dan perenungannya lewat
tulisan sesibuk apapun jika menemukan kiat yang tepat.
Tulisan
berikut akan memberikan beberapa kiat buat orang-orang yang sibuk agar bisa
menulis secara teratur dan konsisten.
1. Teguhkan niat menulis
Segala sesuatu berawal dari niat. Dengan menetapkan niat yang kuat untuk menulis, maka akan ada dorongan yang
memaksa diri untuk melakukannya. Sama halnya dengan menulis, tetapkan target
yang jelas misalnya 1 tulisan per minggu atau 2 tulisan per bulan. Dengan cara
ini secara mental kita akan merasa berhutang jika belum melakukannya dan secara
aktif akan mencari cara agar bisa menyelesaikan hutang tersebut.
Saya pribadi menetapkan target 2 tulisan per minggunya dan sejauh ini masih
bisa memenuhinya, meskipun dengan berbagai tantangan kesibukan yang ada.
2. Temukan waktu produktif Anda
Tiap orang memiliki waktu produktif yang berbeda-beda. Ada yang sangat
produktif di pagi hari ketika banyak orang belum bangun. Ada yang produktif di
tengah malam ketika semua orang tengah terlelap. Ada pula yang menikmati waktu
di tengah hari ketika semua orang sedang sibuk bekerja.
Menemukan waktu
yang tepat akan membantu produktivitas tinggi dalam menulis. Memanfaatkan waktu
yang tepat dan nyaman secara natural, seseorang dapat menyelesaikan beberapa
tulisan sekaligus.
Saya sendiri paling suka menulis di tengah malam sampai pagi hari setelah
tidur beberapa jam sebelumnya. Pada waktu tersebut, segala sesuatunya menjadi
sangat lancar dan berbagai ide bermunculan. Tak jarang saya menulis 2-3 tulisan
sekaligus untuk diterbitkan di hari yang berbeda dalam blog ini.
3. Manfaatkan waktu senggang dengan baik
Jika Anda memiliki pekerjaan full time yang menuntut perhatian
penuh, maka memanfaatkan waktu dengan baik adalah kunci agar Anda bisa menulis.
Sepulang kerja, coba perhatikan kegiatan apa saja yang Anda lakukan. Mandi,
makan malam, sholat, bercengkrama dengan keluarga, menonton TV, istirahat dan
lain-lain. Kurangi kegiatan yang kurang bermanfaat dan gunakan untuk menulis.
Jika Anda terlalu lelah, maka segeralah beristirahat untuk kemudian bangun
dengan segar sehingga dapat menulis.
Selain itu, Anda juga dapat memanfaatkan waktu istirahat di kantor dengan
menulis. Gunakan waktu istirahat kerja secara efektif sehingga masih ada sisa
untuk menulis. Atau Anda dapat membuat draft tulisan dalam perjalanan
pergi dan pulang dari kantor. Tentunya hal ini baru bisa dilakukan jika Anda
tidak membawa kendaraan sendiri.
Jangan lupa manfaatkan pula waktu akhir pekan ketika libur dari pekerjaan. Saya sering memanfaatkan waktu akhir pekan
ini terutama di pagi hari. Jika beruntung, dalam dua jam bisa menyelesaikan
beberapa tulisan sekaligus.
4. Kurangi waktu istirahat
Jika Anda benar-benar ingin konsisten menulis sementara Anda juga orang
yang sibuk, mau tidak mau harus ada waktu istirahat yang harus dikorbankan.
Sebagai contoh sepulang kerja mungkin Anda harus bercengkrama dengan keluarga
sampai waktunya tidur malam. Setelah anggota keluarga tertidur, Anda dapat
memanfaatkan waktu untuk menulis. Atau sebaliknya, Anda bisa ikutan tidur dan
bangun di tengah malam untuk menyelesaikan tulisan.
Mengurangi waktu
istirahat adalah cara paling akhir jika memang Anda benar-benar tidak punya
waktu. Lantas bagaimana dengan kewajiban kerja keesokan harinya? Jika sudah
terbiasa, maka tubuh akan membiasakan diri. Jadi cukup dengan tidur 3-4 jam
sehari sudah membuat Anda segar untuk melaksanakan tugas keesokan harinya.
5. Catat ide tulisan
Ide dapat muncul
kapan saja. Sama seperti Newton yang mendapat ide gravitasi ketika melihat
sebuah apel jatuh. Oleh karena itu segera catat segala ide yang melintas di
kepala Anda. Menundanya akan
membuat lupa dan menghabiskan energi ketika berusaha mengingatnya kembali.
Catatan ide ini sangat berguna ketika Anda punya waktu senggang untuk
menulis. Seringkali orang yang tidak membuat catatan kehabisan waktu mencari
ide ketika sebenarnya dia punya waktu yang cukup untuk membuat tulisan.
SELAMAT MENCOBA
No comments:
Post a Comment