First day at school boleh jadi jadi momen yang tak terlupakan. Terutama bagi
pelajar SMP, SMA, dan Mahasiswa tentunya. Yup, lantaran mereka kudu rela paksa
‘menikmati’ suka-duka masa orientasi siswa alias MOS yang udah jadi agenda rutin lembaga pendidikan
formal setiap tahunnya. Kalo ditingkat perguruan tinggi, umumnya dikenal dengan
Orientasi Studi dan Perkenalan Kampus alias OSPEK.
Seandainya MOS diisi
dengan acara biasa-biasa aja, tentu pelajar baru nggak perlu was-was bin H2C.
Kenyataannya, selalu ada yang luar biasa dalam setiap MOS. Dari tahun ke tahun,
dari sekolah ke sekolah, MOS selalu punya ciri khas masing-masing. Yang pasti,
MOS berbanding lurus dengan tugas-tugas ‘aneh bin ajaib’ yang bikin repot
keluarga, bahkan warga sekampung (kayak mo kawinan aja!)
Kalo nggak bikin
repot, bukan MOS namanya. Inilah yang adakalanya bikin sewot keluarga, terutama
orangtua. Bayangin aja, saat pulang sekolah menjelang maghrib di hari pertama
MOS, nggak ada wajah ceria bin riang gembira terlukis di wajah anaknya. Yang
ada, wajah kusut, panik, bingung, dan sedikit ketakutan. Semuanya terjawab saat
sang anak menyodorkan daftar tugas yang mesti kelar besok sebelum jam 6 pagi.
Yang bikin parah, tugas yang diberikan panitia, instruksinya juga nggak jelas,
penuh teka-teki, dan memungkinkan salah tafsir. Seperti misalnya disuruh nyari
tip-ex warna biru atau sendal bakiak jepang yang nggak pake karet. Malam-malam
gini? Nah lho! (kesurupan kali yee?)
Sekadar having fun
Kegiatan orientasi siswa emang punya acara berbeda tiap sekolah atau kampus.
Tapi secara umum, kegiatan MOS dimaksudkan untuk mengenalkan siswa baru pada lingkungan sekolahnya.
Terutama sistem pendidikannya, aturan administrasi sekolah, metode belajar,
ekstra kurikuler yang bisa diikuti, staf pengajar, hingga perkenalan dengan
kakak kelas dan senior mereka. Selain acara wajib di atas, MOS juga selalu
disusupi acara tambahan yang seru dan adakalanya gokil biar suasana masa orientasi
nggak monoton. Untuk urusan ini, pantia tahu yang mereka mau.
Acara tambahan biasanya
dimaksudkan untuk ngelatih mental dan disiplin siswa
baru. Siswa baru kudu siap dan
berani malu berdandan ‘unix’ dengan membawa tugas yang ‘aneh bin ajaib’.
Sialnya, bukan tanpa hukuman kalo mereka lupa atau salah bawa tugas dari
panitia. Mereka bisa dikerjain abis-abisan. Disuruh nyari wafer coklat yang
gambar catwomen-lah, nyari pulpen dengan tinta putih, atau ngumpulin 27
semut yang terdiri dari 10 pasangan suami-istri dan 7 anaknya. Nah lho,
puyeng-puyeng dah!
Nggak heran kalo bagi panitia
dan kakak kelas, MOS menjadi ajang senang-senang. Kapan lagi bisa ngecengin
adik kelas yang cakep. Kapan lagi bisa ngerjain adik kelas yang tengil. Kapan
lagi bisa ngeliat pelajar yang berdandan dan bertingkah laku kayak badut
sirkus. Dan kapan lagi bisa sok kuasa biar ditakuti serta kapan lagi bisa sok
pahlawan untuk menarik simpati. Ya, kapan lagi....
Ada juga bumbu kekerasannya
Memang nggak
se-ekstrim yang pernah terjadi di sebuah institusi pencetak birokrat di
Bandung, tapi bumbu kekerasan dalam masa orientasi sekolah tetep aja kerasa. Meski nggak di setiap sekolah.
Saat MOS, biasanya hubungan panitia sebagai senior dan siswa baru yang
berstatus junior nggak jauh beda kayak atasan dan bawahan. Dengan waktu yang
terbatas, panitia kudu berimprovisasi di sela-sela kegiatan wajib MOS untuk
melatih mental dan disiplin siswa baru.
Konsekuensinya, junior nggak punya pilihan untuk menolak permintaan panitia
kalo pengen selamat. Nah lho!
Kerja panitia tentu
lebih ringan kalo saja juniornya mudah diajak kerjasama. Sayangnya, dengan
beragam latar belakang dan karakter, jangankan dengan panitia, sesama juniornya
aja masih napsi-napsi. Kalo udah gini, panitia kudu narik urat leher
berkali-kali untuk meminta kerjasama mereka. Kondisi ini yang seringkali
melahirkan fenomena bullying alias tindakan sewenang-wenang senior
kepada junior (murid baru) saat MOS. Baik secara mental maupun fisik. Hati-hati
ah!
Secara mental, bullying
biasanya mulai nongol saat panitia keabisan cara bijak bin santun untuk
mengarahkan juniornya. Walhasil, kata-kata cacian, makian, dan daftar absen
penghuni kebon binatang berhamburan tak terkendali. Harapannya sih, junior jadi
takut dan under pressure biar lebih mudah diajak kerjasama. Padahal
kenyataannya, bisa jadi junior malah depresi, menutup diri serta lebih mikirin
diri sendiri, boro-boro kepikiran untuk kerjasama. Yang penting nyari selamet.
Waduh!
Secara fisik, ini mah
udah bukan lagi kata-kata yang keluar, tapi bisa bogem mentah atau tendangan
tanpa bayangan yang unjuk gigi. Kondisi ini sangat mungkin terjadi, jika panita
ketemu junior yang ngeyel dan bergengsi tinggi. Junior yang dengan sengaja
nggak bawa ‘properti’ pesanan panitia. Atau junior yang tingkah lakunya
dianggap melecehkan wibawa senior di hadapan junior yang lain. Udah mah
panitia capek-capek ngorbanin waktu, tenaga, dan pikiran, untuk siapkan MOS, eh
juniornya malah berbuat seenaknya. Gimana nggak esmosi coba?
Kekerasan saat MOS
emang susah dikikis kalo ego dan emosi antara senior dan junior udah ikutan
main. Apalagi usia SMA dan mahasiswa yang emosinya mudah terpancing saat
dirinya tersinggung, dilecehkan, diledek, atau dipermainkan. Buntutnya,
kekerasan fisik saat MOS bisa menyulut konflik yang lebih besar antara senior
dan junior. Berabe kalo udah gini mah. Makanya mesti ada yang dibenahi agar
hubungan senior dan junior tetep harmonis, nggak cuma saat MOS. Setuju?
Senior-Junior, tetep akur
Sobat, nggak enak
rasanya kita pake status senior atau junior. Kesannya pembedaan kelas gitu.
Khawatir yang senior ngerasa paling berkuasa dan yang junior kebagian jadi
objek penderita. Apalagi di hadapan Allah, semua punya kedudukan sama. Yang
bedain hanya ketakwaan dan keilmuan masing-masing aja. Nggak diliat siapa yang
duluan sekolah, yang duluan ikut ngaji, atau yang duluan aktif dakwah. Meski
boleh jadi yang duluan, kaya akan pengalaman dan ilmu. Tapi tetep, nggak
membenarkan adanya diskriminasi terhadap yang lebih muda. Karena itu, kita pake
sebutan senior-junior semata-mata untuk ngebedain yang duluan masuk sekolah.
Nggak ada maksud lain. Setuju?
Untuk hubungan
antara yang senior dan junior sendiri, Rasul udah ngingetin kita dalam
sabdanya: “Barangsiapa yang tidak menyayangi anak-anak muda dan tidak
mengetahui hak (dalam riwayat yang lain: tidak menghormati) orang-orang dewasa,
maka ia bukanlah golongan kami.” (HR Abu Dawud)
Kita bisa meneladani
keseharian Rasul ketika berhadapan dengan yang tua atau saat membimbing yang
lebih muda. Beliau sangat menghormati sahabatnya yang lebih tua dan
memerintahkan umatnya agar menempatkan para senior lebih dahulu dibanding
yunior. Sabda beliau, “Sesungguhnya termasuk dalam mengagungkan Allah adalah
memuliakan orang-orang tua...” (HR Abu Dawud).
Tapi bukan berarti
membenarkan yang lebih tua untuk menyombongkan diri dan membangga-banggakan
keseniorannya. Nggak ada alasan yang membolehkan kita bersikap angkuh bin
tinggi hati. Allah Swt. berfirman:
فَلاَ
تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang
orang yang bertakwa (di antaramu). (QS an-Najm [53]: 32)
Beliau pun tak
memandang sebelah mata kepada yang lebih muda. Sebagaimana perkataan sahabat
abu Said al-Khudhriy r.a.: “Ketika masa Nabi saw.
aku masih remaja, dan aku banyak menghafal perkataan beliau saw., tidak ada
yang menghalangiku untuk banyak menceritakan hadits beliau saw. ketika itu
kecuali karena pada saat itu masih banyak para sahabat yang lebih senior dari
aku.” Bahkan Usamah bin Zaid yang baru berusia 17 tahun pernah ditunjuk untuk
memimpin para shahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar sebagai komandan
pasukan kaum Muslim menghadapi pasukan Romawi.
Nah sobat, indah
banget kan kalo hubungan antara senior dan junior dilandasi persaudaraan dan
kasih sayang seperti dicontohkan Rasulullah saw.? Nggak ada rasa ingin
menjatuhkan atau meremehkan satu sama lain. Apalagi sampe melahirkan fanatisme
terhadap angkatannya. Nggak banget dah!
Merajut ukhuwah, meraih berkah
Masa orientasi sekolah merupakan ajang yang pas bagi kita untuk
menjalin pertemanan, bukan nambah musuh. Karena itu, nggak ada salahnya kalo
kita modifikasi MOS menjadi lebih asyik, antisakit hati, dan penuh berkah.
Nggak datar, garing, sekadar having fun, atawa dibumbui kekerasan.
Artinya, selain materi-materi wajib dari sekolah, kita sisipkan juga games-games
seru yang merekatkan hubungan antar siswa baru maupun
dengan kakak kelas. Lebih bagus lagi kalo kita masukkan juga materi berupa
motivasi dan dorongan untuk melecutkan semangat pada siswa baru dalam
menuntut ilmu dan berprestasi. Ditambah pembinaan akhlak dengan ajaran Islam
biar tahu gimana harusnya bersikap yang baik dan benar.
Sekadar catatan
untuk para senior, kalo pengen dihargai dan dihormati oleh junior, ada baiknya
kita pun kudu mau menghormati dan menghargai mereka. Rasa hormat itu lebih ngejoss
kalo lahir dari perasaan hati yang ikhlas, bukan hasil dari tekanan mental atau
sok kuasa kita kepada junior. Bikin deh junior pede dan nyaman jika berteman
dengan senior. Tetap berwibawa di hadapan junior saat membina mereka, tapi
jangan pasang muka serem or sadis. Biasa aja lagi.
Dan nggak usah
berlindung di balik pembinaan mental dan melatih disiplin untuk membenarkan
kekerasan. Jika kita mengharapkan rasa simpati junior pada kakak kelas, staf
pengajar, atau aturan sekolah, jangan bikin mereka antipati dan menyimpan
dendam. Karena junior juga manusia, punya hati punya rasa. Udah nggak jamannya
MOS dijadikan ajang bullying alias tindakan sewenang-wenang senior
kepada junior. Apalagi sampe jadi mata rantai yang terus berulang setiap tahun
sebagai bentuk balas dendam. Sebaliknya, jadikan junior sebagai mitra dan teman
seperjuangan meski beda usia. Bahkan seharusnya senior menjadi kakak yang baik
buat adik-adiknya yang berstatus murid baru. Jangan ada gap atau dendam
antara junior dan senior.
Oya, khusus di rohis
nih, tentu wajib nyontohin dan bimbing junior dengan metode pembinaan Islam.
Lemah-lembut tapi tidak longgar. Ketat dan tegas tapi tidak membuat stres.
Disiplin tapi tetap enjoy bagi yang diajarin. Eh, yang pasti kita kasih
gambaran bagaimana Islam mengatur perilaku kita agar lebih mulia sebagai
manusia. Mari, kita jadikan MOS sebagai sarana untuk merajut ukhuwah dan meraih
berkah. Bukan menambah masalah dan mencari musuh. Yup, inilah MOS wanted!
Setuju?
No comments:
Post a Comment