Wednesday 2 March 2016

GURU MENULIS? HARUS



GURU MENULIS? HARUS
(SEKADAR RENUNGAN)
KATA
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
Subagyo Sastrowardoyo

“Didiklah anak-anakmu untuk masa yang bukan masamu”Ungkapan di atas tidak kurang dari 13 abad yang lalu disampaikan Ali Bin Abi Thalib R.A. bahwa masa-masa kita mengenyam pendidikan dulu tidak sama dengan pendidikan masa sekarang dan di masa yang akan datang. Barangkali kata-kata ini diadaptasi oleh para pengambil kebijakan pendidikan ditingkat elit sehingga timbul pergantian dan pengembangan kurikulum. Tercatat tidak kurang dari delapan kali kurikulum pendidikan kita berubah-ubah, yakni kurikulum 1947, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan kurikulum 2006 yang kita kenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan alasan mutu, relevansi, efisiensi, dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Guru yang menjadikan tradisi tulis-menulis sebagai kegiatan sehari-hari mungkin sama langkanya dengan tradisi membaca yang juga rendah. Dapat diperkirakan, ini tak lepas dari budaya baca-tulis kita yang memang buruk.
            Suasana sekolah-sekolah kita berbeda jauh dari sekolah-sekolah di negara-negara Asia tetangga kita, bahkan dengan Vietnam yang baru merdeka dan belum sedekade bergabung dengan ASEAN.
            Pula berbeda dari universitas maupun sentra-sentra pengkajian ilmu zaman dulu yang digambarkan penuh pemandangan orang menenteng buku, berdiskusi, berorasi, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya.
            Sekolah dan universitas masa kini diwarnai berita tawuran antarpelajar/mahasiswa, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, video porno, tuntutan guru untuk diangkat menjadi pegawai negeri, kenaikan honor, serta Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang monoton dan membosankan.
            Menulis adalah kegiatan yang memang seharusnya dilakukan para guru. Selain untuk mendokumentasikan kegiatan pribadinya sebagai agen perubahan, menulis juga dalam rangka mempertanggungjawabkan pengajarannya yang mesti diselaraskan dengan kurikulum.
            Administrasi yang diisi guru di antaranya absensi murid, daftar nilai, leger (kumpulan nilai selama semester yang bersangkutan), rencana pelaksanaan pembelajaran, selain administrasi tambahan yang digariskan sekolah tempatnya mengajar. Pengembangan Keilmuan
            Kegiatan menulis (dan membaca) pulalah yang memungkinkan terjadinya pengembangan keilmuan. Meski Einstein, misalnya, ketika duduk di bangku sekolah dasar disebut gurunya sebagai ”Herr Langweil” (Si Bodoh), komitmennya terhadap pengembangan ilmu dan potensi diri menjadikannya melahap habis sebuah buku geometri yang diberikan oleh seorang teman ayahnya (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu Tahu: Gemar Membaca, 2009).
            Kerajinannya belajar, membuatnya mengadakan dokumentasi—berupa tulisan—atas pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan membaca hingga menemukan teori relativitas yang terkenal itu dan dunia pun mengenangnya sebagai Bapak Sains Modern.
            Atau Isaac Newton, yang ketika duduk-duduk santai di bawah pohon apel dan kejatuhan buahnya menemukan teori gravitasi bumi, kemudian didokumentasikannya menjadi buku Philosophie Naturalis Principia Mathematica yang dianggap sebagai karya ilmiah terbaik sepanjang masa (Suranto Adi Wirawan, Aku Tahu: Orang-orang Besar, 2009)
            Apa yang terjadi bila orang-orang cerdas ini tak mencatat temuannya? Apa jadinya kalau seorang guru tak pernah mendokumentasikan kegiatan sehari-hari serta pengajarannya untuk murid-murid?
            Akankah kita mendapat murid berprestasi jika guru tak mampu mencatat apa-apa yang dibutuhkan murid agar berprestasi? Tentu saja kebutuhan para pelajar lebih diketahui gurunya ketimbang oleh para penulis yang khusus dikontrak penerbit buku.
            Pantas saja, guru yang menjadi penulis (buku) dapat dihitung dengan jari. Memang, memadamkan lampu lebih mudah ketimbang menyalakan sebatang lilin.
Kata siapa menulis itu sulit?
Dan siapa yang bilang menulis itu mudah?
Bila Anda menemui permasalahan atas pertanyaan tersebut di atas, simaklah tulisan ini. Bagi Anda yang berprofesi menjadi guru tentu hal ini akan menjadi semakin berguna karena setiap hari Anda bergumul dengan dunia tulis menulis. Kuncinya terletak pada kebiasaan. Kebiasaan bagi seorang petani yang terbiasa mencangkul di sawah akan lebih mudah mencangkul daripada orang yang pakai dasi di kantoran yang kerjanya di belakang meja. Seorang nelayan akan mudah menebar dan membuat jala dibandingkan dengan pekerjaan lain, karena itu memang kebiasaannya. Dulu saya terbiasa ikut bapak ke laut mencari ikan di laut, maka saya terbiasa dengan kehidupan laut. Tapi lambat laun kebiasaan itu hilang ketika saya tidak membiasakan diri ke laut.
  • Teruslah berlatih menulis. Jangan pernah berhenti menulis. Sebab menulis itu seperti menyetir mobil. Semakin tinggi jam terbang Anda, maka keahlian Anda pun insya Allah semakin baik.
  • Rajin-rajinlah membaca buku-buku yang berkualitas. Jika tubuh kita diibaratkan “pabrik penulis”, maka inputnya – antara lain adalah bacaan, dan outputnya (atau produk yang dihasilkan) adalah tulisan. Dengan demikian, kegiatan membaca bagi seorang penulis sangat penting. Tulisan kita akan banyak diwarnai oleh jenis bacaan yang kita lahap. Bila Anda rajin membaca teenlit, maka Anda akan menjadi seorang penulis teenlit. Bila Anda rajin membaca opini di surat kabar, maka Anda akan menjadi seorang penulis opini. Demikian seterusnya.
Tulisan yang berkualitas, pastilah didahului dulu dengan proses membaca. Tak ada tulisan berkualitas yang langsung mengalir begitu saja bila anda tak membiasakan diri dalam membaca dan menulis. Pada intinya bahwa menulis itu menyenangkan, menulis itu mengasyikkan, menulis itu membebaskan, menulis itu menata pikiran.

  1. menulis sebelum tidur
  2. menulis catatan harian
  3. jangan pernah menunda menulis
  4. jangan pernah berhenti menulis
  5. menulis itu berjuang

Tak usah dari yang sulit-sulit dulu. Menulislah dari hal-hal sederhana; hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri, teman-teman, hasil menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang yang berkeluh-kesah kepada kita, atau fenomena yang tengah terjadi di sekitar kita.
            Jika sudah terbiasa,  maka perlu kita pikirkan hal-hal lain, misalnya media. Ada beberapa strategi penting menembus media  mulai dari cara nonteknis seperti, banyak membaca, kenali karakteristik media, kenali pembaca sampai pada cara teknis penulisan yang pada intinya tidak mempersulit tugas redaktur. “Permudah tugas redaktur” .
Menulis Tanpa Beban
            Cara menulis yang  disarankan bagi kalangan penulis pemula adalah FreeWriting dan Re-Writing. Dengan teknik Free Writing berarti kita menulis secara  bebas, tanpa mempedulikan bagus tidaknya tulisan yang sedang digarap. Pokoknya terus saja menulis sampai capek, sampai tidak ada lagi yang mau ditulis. Sekalipun nggak urut biarkan saja. Tidak bagus cuekin saja. Bahkan karena bingung, akhirnya kita hanya menulis: “… apa ya? Aku tak tahu mau nulis apa? Ah gimana nih? Dst”. Yang ada dalam pikiran kita cuma: what next, next, next!
Perhatikan saja kalau kita lagi emosi (khususnya marah atau gembira), atau dalam pengaruh tekanan (seperti lagi ujian essay).  Naturalnya sebagian besar kita akan menulis dengan cara free writing, ya ‘kan?
Anda yang dalam keadaan normal ngakunya tidak bisa menulis, saya yakin sekali dalam dua keadaan itu dengan ajaib tiba-tiba bisa lancar menulis. Apalagi jika yang mau disampaikan begitu banyak. Bisa sampai pegel.
Lha, setelah selesai menulis, tentu hasilnya wow… jelek sekali ya. Semua serba ada. Banyak yang asal-asalan, atau juga urutannya bisa jadi ngaco.
Disinilah saatnya anda mulai menyunting, mulai dari membuang yang tidak perlu, menyusun lagi urutannya serta membaguskan bahasanya. Bisa bolak-balik berkali-kali, sampai akhirnya anda suka dengan hasil akhirnya. 
Cara lain adalah menulis dengan teknik Re-Writing atau menulis ulang. Ini sangat ampuh digunakan dan sangat mudah bagi para pemula. Yang kita lakukan hanyalah mengumpulkan bahan-bahan (tertulis atau hasil wawancara) lalu kemudian menuliskan-ulang kembali bahan tersebut dengan tentu saja memakai gaya bahasa sendiri.  Sebut sajalah hasilnya sebagai naskah-ramuan.
Ramuan yang baik biasanya selalu berupa pernyataan yang disusun dengan kalimat lain, yang berbeda dengan kalimat sumber informasi yang asli. Sedang ramuan yang buruk seringnya berbentuk kumpulan kalimat sama dengan sumber aslinya. Kadang-kadang malah ada semacam ramuan atau rangkuman yang tidak merangkum, tapi mengutip berbagai pernyataan sesuai dengan aslinya, walaupun dengan kata-kata yang disana-sini diganti dengan kata lain, agar agak berbeda.
Selama naskah-ramuan itu tidak menunjukkan hasil pengumpulan berbagai informasi (lebih dari satu sumber), ia belum dapat disebut naskah-ramuan namanya, tapi itu jiplakan yang ringkas.
Sebaiknya dalam menulis naskah ramuan gunakan gaya bebas saja, seperti sedang menyampaikan informasi kepada seorang teman akrab. Apa yang ditulis biasanya memakai kata lain yang berbeda dengan kata dalam informasi aslinya. Hanya idenya saja yang sama.
Sesudah ramuan itu selesai ditulis, tetap saja sebaiknya naskah itu disunting lagi minimal mengedit bahasanya, atau paling tidak ya judul dan leadnya. Bila perlu, agar lebih gurih rasanya, mungkin masih bisa kita selipkan dan perbaiki intonasinya, nadanya, gaya bahasanya, atau bahkan sedikit digarami dengan humor-humor jenaka.
Menulis adalah kegiatan yang mengasyikkan sekaligus mencerahkan. Banyak orang berkeinginan untuk bisa menulis secara teratur namun terhalang tidak adanya waktu karena kesibukan pekerjaan.
Apakah karena halangan tersebut kegiatan menulis harus terhenti? Jawabnya tidak. Semua orang tetap dapat menyalurkan pemikiran dan perenungannya lewat tulisan sesibuk apapun jika menemukan kiat yang tepat.
Tulisan berikut akan memberikan beberapa kiat buat orang-orang yang sibuk agar bisa menulis secara teratur dan konsisten.

1. Teguhkan niat menulis

Segala sesuatu berawal dari niat. Dengan menetapkan niat yang kuat untuk menulis, maka akan ada dorongan yang memaksa diri untuk melakukannya. Sama halnya dengan menulis, tetapkan target yang jelas misalnya 1 tulisan per minggu atau 2 tulisan per bulan. Dengan cara ini secara mental kita akan merasa berhutang jika belum melakukannya dan secara aktif akan mencari cara agar bisa menyelesaikan hutang tersebut.
Saya pribadi menetapkan target 2 tulisan per minggunya dan sejauh ini masih bisa memenuhinya, meskipun dengan berbagai tantangan kesibukan yang ada.

2. Temukan waktu produktif Anda

Tiap orang memiliki waktu produktif yang berbeda-beda. Ada yang sangat produktif di pagi hari ketika banyak orang belum bangun. Ada yang produktif di tengah malam ketika semua orang tengah terlelap. Ada pula yang menikmati waktu di tengah hari ketika semua orang sedang sibuk bekerja.
Menemukan waktu yang tepat akan membantu produktivitas tinggi dalam menulis. Memanfaatkan waktu yang tepat dan nyaman secara natural, seseorang dapat menyelesaikan beberapa tulisan sekaligus.
Saya sendiri paling suka menulis di tengah malam sampai pagi hari setelah tidur beberapa jam sebelumnya. Pada waktu tersebut, segala sesuatunya menjadi sangat lancar dan berbagai ide bermunculan. Tak jarang saya menulis 2-3 tulisan sekaligus untuk diterbitkan di hari yang berbeda dalam blog ini.

3. Manfaatkan waktu senggang dengan baik

Jika Anda memiliki pekerjaan full time yang menuntut perhatian penuh, maka memanfaatkan waktu dengan baik adalah kunci agar Anda bisa menulis. Sepulang kerja, coba perhatikan kegiatan apa saja yang Anda lakukan. Mandi, makan malam, sholat, bercengkrama dengan keluarga, menonton TV, istirahat dan lain-lain. Kurangi kegiatan yang kurang bermanfaat dan gunakan untuk menulis. Jika Anda terlalu lelah, maka segeralah beristirahat untuk kemudian bangun dengan segar sehingga dapat menulis.
Selain itu, Anda juga dapat memanfaatkan waktu istirahat di kantor dengan menulis. Gunakan waktu istirahat kerja secara efektif sehingga masih ada sisa untuk menulis. Atau Anda dapat membuat draft tulisan dalam perjalanan pergi dan pulang dari kantor. Tentunya hal ini baru bisa dilakukan jika Anda tidak membawa kendaraan sendiri.
Jangan lupa manfaatkan pula waktu akhir pekan ketika libur dari pekerjaan. Saya sering memanfaatkan waktu akhir pekan ini terutama di pagi hari. Jika beruntung, dalam dua jam bisa menyelesaikan beberapa tulisan sekaligus.

4. Kurangi waktu istirahat

Jika Anda benar-benar ingin konsisten menulis sementara Anda juga orang yang sibuk, mau tidak mau harus ada waktu istirahat yang harus dikorbankan. Sebagai contoh sepulang kerja mungkin Anda harus bercengkrama dengan keluarga sampai waktunya tidur malam. Setelah anggota keluarga tertidur, Anda dapat memanfaatkan waktu untuk menulis. Atau sebaliknya, Anda bisa ikutan tidur dan bangun di tengah malam untuk menyelesaikan tulisan.
Mengurangi waktu istirahat adalah cara paling akhir jika memang Anda benar-benar tidak punya waktu. Lantas bagaimana dengan kewajiban kerja keesokan harinya? Jika sudah terbiasa, maka tubuh akan membiasakan diri. Jadi cukup dengan tidur 3-4 jam sehari sudah membuat Anda segar untuk melaksanakan tugas keesokan harinya.

5. Catat ide tulisan

Ide dapat muncul kapan saja. Sama seperti Newton yang mendapat ide gravitasi ketika melihat sebuah apel jatuh. Oleh karena itu segera catat segala ide yang melintas di kepala Anda. Menundanya akan membuat lupa dan menghabiskan energi ketika berusaha mengingatnya kembali.
Catatan ide ini sangat berguna ketika Anda punya waktu senggang untuk menulis. Seringkali orang yang tidak membuat catatan kehabisan waktu mencari ide ketika sebenarnya dia punya waktu yang cukup untuk membuat tulisan.
SELAMAT MENCOBA

No comments: