Sunday 21 February 2016

DRAMA TVRI RAUDAH JAMBAK



Drama Pendek














BANJIR OH BANJIR

Muhammad Raudah Jambak















TVRI
SUMATERA UTARA
2009

BANJIR OH BANJIR

Muhammad Raudah Jambak

Dimainkan oleh
Komunitas Home Poetry
Pimpinan M Raudah Jambak



Para pelaku:

Ulong (30 tahun)              :    Ahmad Badren Siregar

Nasir (30 tahun)               :    Djamaluddin

Sahdiran (35 tahun)         :    Syahdi Azhari

Genel   (30 tahun)            :     Rahma

Pak Kades (40 tahun)      :     M. Raudah Jambak

Di bantu dengan peran orang-orang













BANJIR OH BANJIR

Muhammad Raudah Jambak



Sinopsis



Ulong tidak sadar rumahnya terendam banjir. Mulai dari dapur kamar tidur, apalagi kamar mandi. Hanya yang menjadi persoa lan adalah halaman rumah ulong juga terendam banjir. Selidik punya selidik selain dari hujan yang tak kunjung henti juga sam pah yang bertimbun.  Tetapi, ulong tidak sadar dia asik-asikan di rumah. Nasir marah. Perdebatan terjadi. Genel juga marah. Akhirnya, perdebatan itu pun dapat diselesaikan oleh pakar banjir yang kebetulan datang ke rumah mereka. Nah, selamat menyaksikan.

Medan, November 2009
Muhammad Raudah Jambak









Fragmen Pendek
Muhammad Raudah Jambak
BANJIR OH BANJIR

ADEGAN SATU
Ext. Ruang Tamu. Rumah sederhana. Pagi hari
Terdengar orang-orang berbondong-bondong, pergi ke suatu tempat. Ulong baru  bangun. Marah. Kesal.  Heran. Berteriak memanggil orang-orang.

Ulong              : (berteriak) Woooi, Mananya semua orang di rumah ini?! Alah-alah.
                          Yang kucari pun tak dapat-dapat. Dimana, ya?
Terdengar suara rintik hujan sebentar, lalu menghilang.. Ulong masih mencari-cari.. Marah. Kesal.  Heran. Berteriak memanggil orang-orang.
Ulong              : (berteriak) Woooi. Adanya kalien lihat barang aku. Eh, barang,
                          maksudku sekop. Mananya orang-orang ini. Kemananya kelien?
                          Macammana mau menguras, barangnya aja tak nampak. Eh, barang,
                          maksudku sekop.
Terdengar suara orang menguras, seolah berirama di suatu tempat. Ulong mulai hilang kesabaran. Memilih duduk di kursi. Marah. Kesal.  Heran. Mengeleng..
Ulong              : (Berdiri mengambil rokok. Menggaruk-garuk kepala kembali duduk.
                           Monolog) Ah, inilah susahnya tinggal di pinggiran kota. Tak hujan
                           aja kadang-kadang bisa banjir. Apalagi kalau hujan. Orang-orang ge
                           dung di depan gang itu enaklah dia. Hujan aja tak banjir. Apalagi
                           kalau tak hujan makin nyonyak tidurnya kuraso. Kurasopun macam
                           begitu. Banyak kali berita kudongar. Sana banjir. Sini banjir.
                           Jangankan mau berbaring. Jongkokpun payah. Alah-alah........ Hm, ni
                           ado koran. Kubacolah dulu. Pelan-pelan aku mambaconya. Biar
                           dengar orang-orang. Alah-alah...kalau polan macammana nak
                           didengar orang. Ontahlah. Ah, sudah. Kubaco dulu. Kalian dengar
                           yo. (membaca koran)  Gubsu Diminta Bentuk Tim Banjir               
                           Bandang Rabu, 30 September 2009,
MEDAN-Hingga awal tahun 2010 mendatang, Sumut berada dalam kondisi rawan bencana banjir bandang dan longsor.
Hal itu disebabkan rusaknya kawasan hutan di hulu, sehingga ekosistem terganggu dan curah hujan yang tinggi menjadi media perantara. Sekjen Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU), Jimmy Panjaitan, mengungkapkan ada beberapa lokasi yang harus diwaspadai, terutama kawasan yang terdapat ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengelola Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang masih aktif maupun tidak aktif, juga termasuk kawasan hutan yang terdapat aktifitas illegal logging.
“Karenanya, Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan, serta kabupaten-kabupaten pemekaran dari Tapsel, tetap menjadi kawasan rawan bencana. Selain itu, Dairi, Langkat, Labuhan Batu, Asahan, dan Nias juga menjadi daerah rawan bencana banjir bandang dan longsor,” beber Jimmy.
Dia menambahkan, bencana yang menimpa beberapa kawasan di Sumut, akibat perubahan fungsi hutan dan juga perusakan hutan yang cukup signifikan. Seperti kasus yang masih segar di Muara Batang Gadis, dimana gelondongan-gelondongan kayu yang terbawa arus banjir, bukti masih berlangsungnya aktifitas perambahan kayu di daerah hulu.
“Dari data KPHSU, saat ini luas tutupan kawasan hutan di Sumut hanya tersisa sebesar 20 persen saja, dari luas wilayah administrasi provinsi.
Tentu saja kondisi ini akan menggiring kita pada persoalan multi krisis lingkungan. Dan ini adalah bencana! Bencana paling besar yang akan menghadang di depan kita akibat perusakan hutan,” ungkap Jimmy.
Karenanya, untuk mengatasi ancaman itu, diharapkan Gubsu Syamsul Arifin membentuk Tim Audit dan Penilaian Lingkungan. Sasarannya, perusahaan - perusahaan yang memanfaatkan potensi hutan dan kawasan hutan, serta kebijakan-kebijakan pemerintahan daerah yang mengatur tentang kehutanan atau bersinggungan dengan hutan di wilayahnya.
“Tim itu harus lintas intansi pemerintah ditambah stakeholder lainnya, di luar pemerintah, guna menghindari terjadinya manuver-manuver kepentinganan jika ditangani oleh salah satu instansi.
Kehadiran tim ini sangat diperlukan untuk membangun kebijakan kehutanan di Sumut sebagai rujukan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” harap Jimmy. (jafar)
Nasir                : (mengucapkan salam tak didengar langsung masuk dan memperha     
                          tikan ulong) Ooo, enak-enak abang di sini rupanya.
                          Ngapainlah abang. Di luar orang-orang sibuk membersihkan sampah-
                          Sampah yang bertumpuk di paret depan rumah abang. Abang kok
                          duduk-duduk aja kerjanya. Bantulah...!             
Ulong              : (bersemangat) He, Sir. Kok aku yang kau marah-marahi. Tau kau,
aku sedang pening. Bukannya kau hibur. Malah datang-datang marah-marah pulak. Hei, Sir. Dengar, ya. Kau dengar. Kalau masuk ke rumah orang itu ketuk pintu. Terus ucapkan salam. Nah, kalau tiga kali tidak ada sahutan. Pulang. Itu namanya sopan santun bertamu.  Apa kau nggak pernah diajarkan cara bertamu?
Nasir                : (heran) Sudahlah. Eh, bang dari tadi aku menjerit-jerit mengucap
salam, di luar sana sibuk terus mengetuk pintu. Abang aja yang nggak dengar. Tau, Abang? Ha ini biar abang tahu. Dari luar sana kudengar suara abangtu teriak-teriak tak menentu. Makanya, aku kemari. Entah kenapa-kenapanya, Abang. Takutku abang tersengat listrik. Maklumlah gara-gara banjir, tidak hanya terendam, tenggelam, tersengatpun bisa.
Ulong               : (menggaruk kepala lagi) Manalah aku tau. Cobaklah kau pikir, dari
                          tadi aku teriak-teriak tak ada yang menjawab. Terus sekarang kau
bilang aku pokak. Alah-alah, memanglah kau ini. Sudahlah aku teriak tak ada yang dengar. Sekarang aku kau bilang pokak. Terus kau bilang pulak aku tersengat listrik. Kau doakan aku supaya cepat mati? Memanglah kau ini alah-alah.  Terus apa lagi yang mau kau sumpahkan sama aku, ha?!
Nasir               : Makanya, Abang ikut aku aja. Kita keluar. Makin banyak aku
                            becakap, makin banyak pulak tapsiran abang. Kita bersihkan sampah     sampah. Dahan-dahan, ranting-ranting, juga batang pohon yang tumbang. Cocok, Abang rasa?
Ulong             : Ih, cocok kalilah. Tapi kau dulu. Aku bukannya tak mau. Dari tadi aku
                         Cari sekopku. Dari tadi teriak-teriak. Sekopku tak ketemu. Suaraku
                         tak ada yang menyahuti. Ah, entah kemana piginya si Genel, biniku
                        itu.  
Nasir              : (menggeleng) Itulah, Abang. Kak Genel yang menyuruhku nengok
abang di sini. Dia takut abang kenapa-kenapa. Sayang kali kakak itu kutengok sama abang.   
Ulong             : Yang betul kau...,Sir.
Nasir              : Betul, Bang. Abang tengoklah Kak Genel yang paling semangat
bersihkan paret di depan rumah abang ini....
Ulong            : (berpikir agak lama) Ini yang tak cocok sama aku. Kau tahu, aku cari
sekop karena kamarku terendam. Pigi ke dapur lebih parah lagi. Di sini aja yang agak kering. Makanya, sambil menunggu si genel, mana tahu dia membelikan aku makan, aku duduk sambil baca koran ini. Paham kau sekarang.
Nasir dan ulong saling berbantahan. Mengaku merasa benar. Saling salah menyalah kan. Pada saat berbantahan itu masuklah Genel.
Genel               :  (bertolak pinggang) Sir, apanya kau. Kubilang tengok abang kau.
                           Tengok abang kau, eeeh, malah di sini kalian berdebat. Bengak kali
                            kau memang.
Nasir                :  (membela diri) Sudah kubilang, Kak. Tapi dasar abang yang bolot.
Genel               :  Diam Kau. Membantah pulak kau lagi.
Ulong              :  (ketawa) Menyesal kau kan, makanya.....
Genel               :  (memotong) Abang lagi. Dengar ya, Bang. Aku sengaja menyuruh si
                           Nasir ini untuk menjeput Abang. Banjir, Bang. Banjir. Abang tengok
                           Di luar udah tegenang halaman rumah kita itu. Sampah penuh di
                           Paret kita itu. Malu, bang. Malu. Orang sibuk kerja di luar
                           membersihkan sampah di paret kita. Abang tidur-tiduran di sini.
                           Bangun cepat. Bantu orang- orang itu.
Ulong              :  Anu....
Genel               :  Cakap lagi, Abang, azab kubuat abang nanti.
Ulong              :  Tapi rumah kita perlu dibereskan juga.
Genel               :  Memang. Itukan sudah tugas Abang. Capek aku membangunkan
                           Abang. Tahu Abang sampek kusiram badan abang tadi nggak bangun
   Juga.
Ulong              :  Pantaslah...
Genel               :  Pantas apa? Ya, pantaslah. Dasar pemalas.\
Ulong              ;  (merajuk) Jangan gitulah sayang. Malu abang sama nasir.
Genel               :  Looos......Aku keluar dulu. Ingat jangan sampe Abang nggak datang.
   Awas (keluar).
Saling rajuk. Saling bujuk. Nasir suntuk. Tidak berapa lama kemudian Mas Sahdiran masuk. Ulong dan Nasir terkejut.
Sahdiran          :  (memasang wajah kesal) Jadi, begitu. Terus kalian pura-pura
   bertengkar. Pura-pura berantam. Biar aku kasihan. Biar aku sedih.
   Terus lupa dengan kelakuan kalian?
Ulong              :   Apa pula pasal kawan sebijik ni, ha? Masuk bukannya mengucapkan
   salam. Tapi, datang-datang merepet.
Sahdiran          :  Paham aku sekarang. Memang kalian ini ada sakit-sakitnya.
Nasir                :  Apa maksud Mas Sahdiran. Bagus-bagus lah sikit. Enak aja tiba-tiba
                           bilang  orang sakit. Mas Sahdi lah yang sakit. Beselemak macam
                           sampah yang diluar itu kutengok.
Sahdiran          :   Ooo, jadi kau mau ikut-ikutan cari gara-gara. Bagus. Eh, tau nggak.    
                             siapa yang membuang sampah sembarangan di luar itu kalau bukan
                             kalian, ha.!
Ulong              :  Anu....
Sahdiran          :  Stop. Diam. Nggak usah ngomong. Bencong. Aku sudah lama
                           memperhatikan kalian. Memang kerjaan kalian nggak pernah beres.
                           Buang sampah sembarangan. Pokoknya aku ngggak mau tahu kalian
                           bersihkanlah rumahku.
O.S                  :   (Bang, belum juga abang beranjak dari dalam tu.....?)
Ulong              :   Tengoklah dah merepet kakak kelen tu. Udahlah keluar kita.
Semua             :  Yok, yok....(semua keluar)


                                                               
                                                                        CUT
Medan, 2009
Muhammad Raudah Jambak

No comments: