SURAT KABAR DAN SECANGKIR KOPI PAGI
Karya : Joey Sankerta | Dibaca : 829 Kali
Zaman telah mengisyaratkan pada kita
Tentang rupa-rupa surga
Tentang cinta
Tentang kelembutan
Tapi mengapa masih ada saja......
Minggu pagi saat aku sedang berdiskusi dengan ruang hampa dan secangkir rasa
Aku membaca tragedi itu lagi
Dizaman yang semakin menua.....
Dizaman yang meneriakkan emansipasi
Satu lagi ketimpangan terjadi
Satu lagi pengekangan terhadap hak diabaikan
Perutku mual, kepalaku berputar
Aku teringat akan bunda tercinta
Aku merasakan gesekan kakinya terkelupas
Aku merasakan tamparan keras dipipinya saat ayah mengamuk rejam
Secangkir rasa yang telah hambar dipagi buta
Saat dia berjalan terseok memikul beban
Saat pelecehan disana sini dari kaum yang merasa kuat
Mereka masih terbelakangkan.
Kepalaku berputar ketika kubaca selembar kabar
Ayah telah menodai anak perempuannya
Dan anak-anak perempuan dilecehkan atas dasar nafsu
Mengapa, mengapa tak dikuliti saja kelamin mereka
Mengapa tak dikebiri saja nafsu mereka
Dan pelecehan itu semakin menua dinegri yang telah rapuh
Aku tersadar saat jejak langkah bunda mengetuk rasa
Darah bercecer dari telapak kakinya, dari matanya, dari rahimnya
Bunda melahirkan anak-anak perempuan dan laki-laki
Bunda membesarkan mereka dalam kasih yang setara
Tapi mengapa pelecehan masih saja terjadi
Zaman telah meneriakkan pada kita
Tentang secangkir kopi pagi, dan selembar surat kabar
Tentang sepiring nasi, dan segelas air putih
Zaman telah menuakan otak kita tentang beragam dokma
Dan pagi itu aku membacanya lagi
Tentang para buruh perempuan yang di terlantarkan
Tentang budak-budak yang dinodai majikannya
Tentang penyiksaan terhadap anak-anak negri
Dan tentang segudang penjegalan hak kaum hawa
Dipagi selanjutnya aku masih melihat berita yang sama
Dibulan berikutnya kisah itu masih dihantarkan
Kepalaku berputar, persendianku terasa nyeri
Air mataku menetes tanpa disadari
Setahun kemudian aku terpaku disudut ini
Menyaksikan selembar kabar tentang bunda
Bunda tercinta, matanya masih mengalirkan darah
Kaki dan tangannya masih terikat
Wajahnya membiru
Tapi senyum kelembutan masih terpancar
Air susunya masih mengalir menetek anak-anaknya
Kisah ini belum berakhir !.....
Dan entah kapan akan berakhir?
Jakarta, 5 Desember 2005
Nama : Joey Sankerta
Pekerjaan : Umum
Umur : 23 Tahun
BAHIYAH HASBI
Karya : Heri Djuhaeri | Dibaca : 716 Kali
siluet yang kuambung
adalah wajah dengan seribu wangi kenanga
para wali melindungimu
lewat gurat ayat-ayat fatihah
hasbi
kau adalah fatimahnya para wali
tersenyum menjuntai di sepanjang subuh
hingga kunang-kunang girang
hasbi
tubuhku lunglai
kerudung putihmu menjadi secawan anggur
mabuk tanpa batas
entah bidadari atau peri
duduk sederhana di sampingku
aku hanya kenal dirimu
bahiyah hasbi
2006
Nama : Heri Djuhaeri
Pekerjaan : Mahasiawa UPI
Umur : 20 Tahun
PALESTINA MENANGIS
Karya : B.N Afandi | Dibaca : 1655 Kali
Silahkan Lihat dan Kunjungi Karya Anda di BLOG SUKAINTERNET
Visit www.SUKAINTERNET.BLOGSPOT.com
Palestina menangis...
Tak berbuat dosa tapi merasakan kepedihan yang teramat
pedih
Tentara-tentara yaunis israel biadap suguhan mereka
Nyawa mereka hanya sebagai pengantar tuk kaum penghuni
neraka.
Palestina...
Semangat perjuanganmu tak kenal menyerah
Walau senjata tak melekat tapi doa dan jalan jihad
membekalimu ke medan perang
Mungkin kau kelak ditakdirkan bahagia di alam
sepanjang masa
Mungkin kamu di dunia ini hanya mencari kerindloan
illahi melalui semangat juangmu melawan kaum yahudi.
Allahhuakbar...Allahuakbar...perjuanganmu tak akan
sia-sia.
Kudus 2009
lelaki, tv dan kemerdekaan
Karya : Lukman Asya | Dibaca : 1290 Kali
-setia umbara
tak ada tuhan di dalam tv
kau tak akan bisa shahadat lagi
selagi para puisi sakit hati
dan tak ingin bersahabat
dalam peradaban aneh penuh iklan
kau duduk depan tv
adalah mungkin kemerdekaan
ketakutan dalam sejarah bapa
tercatat di kitab-kitab purba
tentang zaman modern
yang akan memalingkanmu
dari suling suara burung, dari tagore
tak ada tuhan di dalam kepalsuan
cuma angin, cuma dusta
sekedar tahta ingin merdeka?
menjelang bayang dibunuh renta
mengapa masih duduk depan tv
sementara tubuhmu tak muda lagi
tanganmu kian tua dari sajak-sajak
apa kau dapat hiburan
apa kau ingin teguran
apa tuhan tiba-tiba tersenyum
mengintip gambar penyair
di kaosmu itu:ha ha.
kau jadi mayat
tak bergerak
tapi kau tersenyum seperti tuhan
menjelang aku purna
tertusuk bulan sakit. tak merdeka
(indonesia)
INDAHNYA PENGABDIANMU GURU*
Karya : Adih Mulyadi | Dibaca : 1557 Kali
Dalam dinginnya pagi yang menciptakan butir-butir embun
Kau berjalan menyusuri terjalnya pegunungan
Ditemani desiran bayu yang menyejukkan badan
Kau lewati sungai-sungai licin bebatuan
Demi melaksanakan kewajibanmu sebagai seorang guru
Kau lalui ribuan mil jalan-jalan liku berbatu
Tak peduli jutaan kalori terbuang dari tubuhmu
Kau tetap melangkah bersama api semangatmu
Dengan senyuman yang selalu mekar di garis bibirmu
Kau tak pernah lelah mengajari murid-muridmu
Bahkan di sekolah kau bekerja tak hanya sebagai seorang guru
Tapi kau pun merangkap menjadi Kepala sekolah dan staf TU
Ya...Itulah yang terjadi di sekolahku di desa
Dimana hanya dia yang ada sebagai cahaya
Dimana hanya dia yang memberikan kasih dan cinta
Dimana hanya dia yang mengenalkan kami tentang dunia
Sungguh ironis, tapi ini benar-benar nyata terjadi
Hanya dialah satu-satunya orang yang mau mengajari kami
Tak peduli betapa kecil balasan baginya yang tak mencukupi
Namun dia tetap rela menjalani dengan semangat yang tinggi
Guruku, sungguh mulia pengorbananmu bagi kami
Dari kelas satu sampai kelas enam kau tiada henti mengajari kami
Guruku, sungguh indah pengorbananmu untuk kami
Tiada yang bisa sepertimu di dunia ini
Dengan melihat perjuanganmu yang tiada henti
Kami selalu berdo'a agar kau tetap disini
Dan kami berjanji suatu saat nanti
Cita-cita kami akan mejadi guru sama seperti yang engkau jalani
Puisi ini terinspirasi dari kisah nyata seorang guru di Desa Kabupaten Sukabumi. Dimana setiap hari Guru tersebut mengajar di sebuah SD di desa terpencil. Dari kelas 1 sampai kelas 6 dia ajari seorang diri. Dia juga bertindak sebagai Kepala sekolah dan staf TU. Sungguh mulia Guru tersebut...
MUTIARA BAGI DUNIA PENDIDIKAN
Karya : Adih Mulyadi | Dibaca : 688 Kali
Dalam sejuknya embun di pagi hari
Kau datang membawa ilmu dari dalam hati
Dimana dia akan hidup kekal abadi
Pada diri setiap insan yang kau ajari
Waktu telah berkata pada semesta
Tentang apa yang kau berikan pada dunia
Yang mungkin orang lain tak kan bisa
Melakukan seperti yang kau punya
Guru, detik demi detik kau gunakan waktumu untuk menuntut ilmu
Lalu kau berikan ilmumu itu kepadaku dengan cara yang baru
Guru, kata demi kata kau terangkan dalam setiap pelajaranmu
Hingga tak ada satu pun kata yang terlewat saat kau mengajariku
Dengan sayap keikhlasanmu, kau taburkan berjuta pengetahuan
Hingga aku pun tahu berbagai hal yang ada dalam kehidupan
Dengan jari-jari lentikmu, kau torehkan pena perakmu pada sebuah papan
Hingga aku pun mampu menjadi apa yang aku inginkan
Banyak dari diriku yang telah sukses berkat dirimu
Namun aku tak kan mampu untuk membalas semua itu
Berapa pun emas dan perak yang aku berikan kepadamu
Tak kan bisa menandingi besarnya jasa-jasamu
Guru, kau bagai mutiara yang bercahaya bagi dunia pendidikan
Kemuliaanmu sanggup menyinari diri dari kegelapan
Guru, kau bagai mutiara yang bersinar dalam kehidupan
Cahayamu mampu memberantas bumi dari kebodohan
Begitu banyak yang kau pahatkan di dunia ini guru
Tidak akan ada masa depan yang cerah tanpa jasamu
Pengabdianmu mencerminkan aku akan sesuatu
Bahwa...aku pun ingin menjadi bagian dari Mutiara itu
Cianjur, 22-23 / 12 / 2007
PERSEMBAHAN DARIKU UNTUK MURIDKU
Karya : RANGGA ADHIYASA | Dibaca : 564 Kali
Dalam kesunyian pagi di ujung jalan berkabut
Aku berjalan menyusuri lereng di antara bukit-bukit
Membawa setumpuk asa yang kini mulai bangkit
Dan cita-cita dengan penuh semangat
Sungai yang mengalir deras dari kaki-kaki gunung
Batu, kerikil dan jalan-jalan yang menikung
Serta tanah-tanah curam di antara dalamnya jurang
Tak kan mematikan api semangatku yang kian membendung
Tawa riang murid-murid telah menunggu di ruang waktuku
Berharap menanti kedatanganku dengan segudang ilmu
Api semangat yang selalu berkobar di mata mereka
Menggambarkan kesunguhan untuk mengejar cita-cita
Di antara kicauan burung yang bernyanyi di luar jendela
Aku mendamba asa dari setiap hati dan keinginan mereka
Impian dan cita-cita mereka harus ku bantu dan ku bina
Demi tercapainya harapan untuk masa depan mereka
Murid-muridku, gapailah segala cita-cita yang kalian inginkan
Wujudkan semua dengan tekad dan semangat yang kuat bagai intan
Agar masa depan kalian nanti bersinar bagaikan berlian
Dan suatu hari nanti akan ku kenang kesuksesan kalian
Murid-muridku, tiada yang ingin aku pinta dari kesuksesanmu
Bahkan banyak darimu yang lupa akan jasa-jasaku
Tapi aku sama sekali tak tersedu
Sebab inilah tugasku sebagai seorang guru...
Jakarta-Bandung-Cianjur, 30 November - 2 Desember
MEMORI TENTANG GURUKU
Karya : Rangga adhiyasa | Dibaca : 1270 Kali
(Tentang Waktu dan Hidup dalam Kata-kata Bijakmu)
"Hidup adalah putaran-putaran waktu.
Dan waktu merupakan detak detik hidup yang penuh liku.
Hidup manusia bagaikan tarian seekor kupu-kupu.
Terkadang ke atas dan terkadang ke bawah, teramat semu".
"Demikianlah pelangi hidup manusia di dunia.
Senantiasa ada kenikmatan dan duka.
Tak dapat dipungkiri, kita ada di dalamnya.
Semangat adalah jalan untuk menjalani hidup apa adanya".
Itulah kata-kata bijak yang diberikan oleh guruku
Dia merupakan inspirasi dalam menjalani hidup bagiku
Tanpanya aku pun tak kan bisa mengalahkan waktu
Sehingga aku mampu meraih cita-citaku
Guru, aku senantiasa teringat akan memori-memori itu
Dimana kau selalu jengkel saat mengajar di kelasku
Aku yang terkenal badung di masa lalu
Seringkali menjadi sasaran pertanyaanmu
Dulu, aku sangat membenci pelajaran darimu
Angka-angka itu seakan-akan tak mau masuk dalam benakku
Tapi, ada satu hal yang membuat pelajaranmu berdeda waktu itu
Di akhir pelajaran, kau selalu memberikan cerita bijakmu
Dari sanalah aku mulai menyukai pelajaranmu
Apalagi ceritamu itu selalu aku nantikan dulu
Kini aku mulai mengerti mengapa kau selalu memberi cerita bijakmu
Agar kami mengerti tentang hidup yang penuh dengan liku
Guru, terima kasih atas pelajaran yang kau berikan untukku
Terima kasih atas nilai-nilai tentang hidup darimu
Sungguh tak terbayar tetesan ilmumu padaku
Meski telah kau anggap lunas dan berlalu oleh waktu
Berkatmu, aku menjadi seorang dokter seperti keinginanku
Walaupun kini kau telah tua dimakan semunya waktu
Walaupun kau tak ingat lagi akan masa-masa itu
Tapi jasa-jasamu akan selalu ada dalam benakku
Dia akhir puisi ini, satu kalimat bijak yang takkan pernah aku lupakan darimu...
Wahai Guruku...
"Muridku, Cintailah jalan yang dibentangkan oleh alam
Membujuk kerikil dan bebatuan menjadi butir pualam
Bagi manusia dan juga bagi semesta kerinduan
Ikhlaskanlah diri dan hidup yang tak berlebihan
Galilah ilmu dan pelajaran pada setiap penempuhan".
Cianjur, 30 Desember 2007
MENGENANGMU GURU
Karya : Rangga Adhiyasa | Dibaca : 671 Kali
Mengenangmu Guru…
Sama seperti aku mengenang waktu itu
Masa-masa dimana aku bersekolah dulu
Dan kulihat setiap hari kau selalu menyapaku
Mengenangmu Guru…
Sama seperti aku mengenang saat kau mengajariku
Tentang pengetahuan yang kau sebut ilmu
Serta dunia yang kau rentangkan bersama waktu
Mengenangmu Guru…
Sama seperti aku mengenang jasa-jasamu
Dimana mata pelajaranmu selalu kurindu
Karena berkatmu, aku menjadi orang yang baru
Guru…tiada lagi dari dirimu yang mengajariku tentang arti kehidupan
Sebab jasadmu telah terkubur bersama ratusan batu nisan
Guru…maaf aku tak sempat mengucapkan terima kasih atas yang telah kau lakukan
Karenamu, aku berhasil meraih semua impian
Kini, bumi telah membawamu menuju keabadian
Tapi pengabdian dan jasa-jasamu akan selalu ada dalam kehidupan
Kehidupan yang akan selalu terkenang dalam ingatan
Disini, aku telah datang membawakanmu... sebuah kesuksesan
Cianjur, 21-22 Desember 2007
KILAUAN ILMU DALAM RAGAMU...GURU
Karya : Rangga Adhiyasa | Dibaca : 534 Kali
Ketika mentari mengintip dari balik senja di timur semesta
Kau kayuh sepedamu yang sudah dimakan usia
Dengan semangat membara kau lalui jalan-jalan raya
Tak peduli berjuta peluh membasahi tubuhmu yang renta
Dalam teriknya matahari yang membakar Ibu kota
Kau terus melangkah kesekolah dengan ceria
Canda tawamu yang selalu menghiasi suasana
Senantiasa membuat kelas semakin berwarna
Lalu ketika kau turun dari sepedamu yang tua
Kau terlihat sangat sederhana dan berwibawa
Di saat orang lain memamerkan kendaraaan mereka
Kau tetap bangga dengan apa yang kau punya
Guruku, walaupun usiamu tak lagi semuda dulu
Namun semangatmu tetap menyala dalam memberikan ilmu
Guruku, walaupun ragamu tak kuat lagi seperti batu
Namun caramu mengajar tetap lincah bagaikan kupu-kupu
Guruku, Engkaulah teladan bagi kita semua
Bagi murid, guru-guru lain, bahkan bagi bapak kepala
Bukan karena usiamu yang lebih tua dari kami
Tapi Engkaulah pemberi inspirasi bagi kami di sekolah kami
Ilmumu... cara mengajarmu...
Membuat sekolah kami menjadi lebih maju
Ide-idemu... inovasimu...
Membuat sekolah kami menjadi nomor satu
Meskipun sebentar lagi kau akan berhenti
Namun semangatmu selalu ada bersama kami
Dan jasa-jasamu akan kekal di sekolah ini
Guruku... jasa-jasamu sungguh tiada tara di hati kami
Bandung-Jakarta 15-18 Desember 2007
GURUKU, JASAMU TIADA TARA
Karya : Rangga Adhiyasa | Dibaca : 693 Kali
Ketika mentari mengintip dari balik senja di timur semesta
Kau kayuh sepedamu yang sudah dimakan usia
Dengan semangat membara kau lalui jalan-jalan raya
Tak peduli berjuta peluh membasahi tubuhmu yang renta
Dalam teriknya matahari yang membakar Ibu kota
Kau terus melangkah kesekolah dengan ceria
Canda tawamu yang selalu menghiasi suasana
Senantiasa membuat kelas semakin berwarna
Lalu ketika kau turun dari sepedamu yang tua
Kau terlihat sangat sederhana dan berwibawa
Di saat orang lain memamerkan kendaraaan mereka
Kau tetap bangga dengan apa yang kau punya
Guruku, walaupun usiamu tak lagi semuda dulu
Namun semangatmu tetap menyala dalam memberikan ilmu
Guruku, walaupun ragamu tak kuat lagi seperti batu
Namun caramu mengajar tetap lincah bagaikan kupu-kupu
Guruku, Engkaulah teladan bagi kita semua
Bagi murid, guru-guru lain, bahkan bagi bapak kepala
Bukan karena usiamu yang lebih tua dari kami
Tapi Engkaulah pemberi inspirasi bagi kami di sekolah kami
Ilmumu... cara mengajarmu...
Membuat sekolah kami menjadi lebih maju
Ide-idemu... inovasimu...
Membuat sekolah kami menjadi nomor satu
Meskipun sebentar lagi kau akan berhenti
Namun semangatmu selalu ada bersama kami
Dan jasa-jasamu akan kekal di sekolah ini
Guruku... jasa-jasamu sungguh tiada tara di hati kami
Bandung-Jakarta 15-18 Desember 2007
SEORANG ANAK BERTANYA PADA IBUNYA
Karya : Muhammad Raudah Jambak | Dibaca : 2993 Kali
"Apakah di luar sana ada perang, Bu?" seorang anak bertanya pada ibunya matanya berwarna suram terpaku pada Ibu yang baru saja kehilangan anak perawan dan suami tercinta
"Apakah suara yang memekak itu suara azan, Bu?" seorang anak bertanya pada ibunya wajahnya yang kelam ia sembunyikan pada ketiak ibu yang baru saja bertayamum dari dinding bungker, sebab wudhu'nya telah mengering
"Apakah Sharon dan Bush pernah tinggal kelas, Bu?" seorang anak bertanya pada ibunya lengan mungilnya meraih ujung baju sekolahnya menghapus lendir di hidung dan peluh dari panas yang menyepuh
"Apakah seterlah ini kita boleh makan, Bu?" seorang anak bertanya pada ibunya pandangannya meredup, samar-samar ia melihat ibunya bersujud di antara kabut Sampai terlelap tanyanya tak pernah terjawab
medan,06
Perempuan Itu Adalah Ibu
Karya : Muhammad Raudah Jambak | Dibaca : 2744 Kali
perempuan yang merintih sedih bersama derai tangis hujan itu adalah ibu, yang memberi susu, pada ku - pada kita
perempuan yang menderu-deru pada hidup yang memburu debu adalah ibu, yang mencetak kepribadian tidak hanya kita, tapi semua anak-anak bisa
medan, 06
Taman Sastra Raudah Jambakl
Karya : Muhammad Raudah Jambak | Dibaca : 1834 Kali
Nak! Biarkan malam mengurai kelam Atau bulan akan sampai ke pagi Melangkah pelan melewati bintang Demi bintang di antara senandung sepi Perzinahan telah pula menebarkan jaringnya Kemaksiatan mengembangkan jubahnya Dari kamar berukuran 3x3 meter, ruang-ruang Sidang-perkantoran, atau tempat-tempat tak Berjejak para pejabat atau istana para penjahat, selebihnya Para belia cukup bermain-main dengan kemaluannya Sambil menyaksikan film ulah para dewasa
Sudahlah, Nak! Masa depanmu masih panjang Dan kau harus bertahan Membendung godaan-godaan Kejahatan tidaklah merajalela Di kebuasan malam, diapun Menantang di terang garang Ada demonstrasi dari tuntutan Turun harga sampai tuntutan turun Tahta, berita kawin paksa atau cerai Tiba-tiba, listrik-listrik jadi bangkai, Aliran air tidak hanya kerontang Di persawahan, sementara iuran Tiap bulan wajib dibayarkan-tanpa Potongan, semua ingin jadi atasan Sambil mengusung proposal kemelaratan, Banjir, longsor, transportasi ambrol Ah, semua bencana jadi gombal
Jangan, Nak! Kau tidak usah ikut-ikutan Sebab, bukan untuk itu Kau dilahirkan Di antara pekatnya hitam pasti ada Setitik celah putih kau temukan , Walau waktu selalu bercanda dengan Tik tak tik tak jarum jam yang patah Dan Kau, Nak! melangkahlah dengan semangat kebenaran sebab, pada dirimu air susu ibu telah penuh tercurahkan, pada rahim ibu engkau telah pula dizikirkan, dengan keajaiban do'a-do'a, maka, restu ibu akan menguatkan hatimu menyongsong segala zaman
Mengabdi Pada Ibu
Karya : Muhammad Raudah Jambak | Dibaca : 2909 Kali
Ibu, begitu sarat luka yang berdarah pada telapak kakimu bersebab aku yang tak mengerti betapa jauh hati yang telah engkau langkahkan adakah yang lebih berat bagimu, selain menimang anakmu mendidiknya dan mungkin durhaka ketika dewasa? atau aku yang tak tahu malu, membiarkanmu terpasung menghanguskan kata?
Ibu, begitu tabahnya dirimu mengeram sabar pada hati bersebab aku yang selalu menghalalkan segala cara demi keinginan yang tak terduga, pada segala air matamu telah menenggelamkan angkuhku isakmu mengguncang dadaku, jiwaku amarahmu membakar segala aku mengerti,
Ibu sebuah pengabdian yang kuberikan belumlah cukup memulihkan air matamu, isakmu, amarahmu yang sempat membentur batu-batu mungkin hanya waktu yang mampu menyulam ragu menjadi rindu dalam mengayuh harapan, mencapai pulau impian doakanlah, Ibu semoga lembar waktu telah mengajarkan bagaimana cara membangun pagar cinta yang paling sederhana.
Medan, 05
Tentang Ibu yang Tercinta
Karya : Muhammad Raudah Jambak | Dibaca : 4375 Kali
Ibu sudah berapa angka kasih sayangmu Yang kau berikan kepadaku Hatimu seperti rembulan di malam hari Dan matamu bercahaya jika menatapku
Ibu ketika kau berbicara halus seperti angin Yang terbang meluas di ujung awan Ibu ketika kau memegangku dingin seperti Hujan yang turun dari langit Ibu ketika kau menciumku deras seperti Lautan yang terus berombak Semangatmu kuat sekali seperti peti,
Ibu Cinta dan kasih sayangmu sejuk seperti embun, Ibu Tatapan matamu begitu bercahaya, Ibu Setiap hari dengan sepeda motor yang dibawa ayah Kau mengantarkan aku dan adik ke sekolah Terkadang aku dan adik malas bangun karena masih mengantuk lalu kau dengan lembut membisikkan lagu kasih-sayangmu ke telinga kami Terkadang aku dan adik malas mandi karena takut Kedinginan,Tapi kau dengan mesra menyiram Air cinta ke tubuh kecil kami Terkadang aku dan adik malas pakai sepatu, Malas pakai baju, malas sisir rambut, malas Berbedak, dan malas semuanya kau beri kami hadiah Ciuman ke pipi kami sambil berbisik tentang cita-cita Kami yang selalu berubah-ubah itu, seperti jadi presiden Yang ingin memimpin negeri ini dengan bijaksana Jadi Dokter yang ingin mengobati orang-orang miskin Yang tidak punya uang Jadi hartawan yang ingin membangun sekolah untuk teman-teman
Tapi Ibu, aku heran ketika kami menolak bercita-cita Ingin jadi pejabat , engkau tertawa Kami katakan tak mau sebab sering masuk tivi karena Kasus korupsi, melarikan uang rakyat miskin, juga Meninggalkan hutang untuk kami Dengan bijaksana kau katakan tidak semua orang sama Ibu, kami bingung, lalu kami berdo'a Lebih baik kami bercita-cita agar kami Bisa seperti dirimu Terimakasih Ibu, Aku mengantuk mau bobok dulu Besok kalau terlambat sekolah Nanti dimarahi Bu guru Do'a kan agar aku dan adik menjadi anak Yang berbudi dan baik hati
Ibunda
Karya : Kurniawan | Dibaca : 1968 Kali
Ibunda Ku tempuh jalan yang suram Di dalam lubang yang juram Ku takkan nampak kegelapan malam Hancur hatiku bak lampuan suram Sangat sakit hatiku begitu rupa Dengan siksaan dicabik luka Karna tak tau dimana ibunda Ku bingung memikirkan dia Jasad yang berpisah dengan nyawa Perasaan rinduku pun, tak bisa dielak Membohongi diriku pun tak sanggub Dengan kerinduan di dalam sukma Keberadaan ibunda ku tercita
Ibunda.....oh ......ibunda Ku terus mencucurkan air mata Sampai merah berdarah Ku tak sangub menahan derita Yang sangat penuh luka
Voila Pourquoi J'Aimais Maman
Karya : Nurul Utami Putri | Dibaca : 641 Kali
Ibu adalah rasa secangkir cokelat hangat sebelum tidur,
Ia adalah gula dalam setiap kouign amann
Adalah buah ceri di puncak krim kue, atau kismis dari anggur
Adalah warna yang dijalinnya dalam benang rajut dan lukisan
Ibu adalah plester cantik di atas luka
kerlip lembut kunang-kunang di sungai malam
sapuan atas airmata duka
dan senyuman dalam mata yang secokelat buah hamlam
Ibu adalah bunga yang selalu mekar
: tanpa musim
Kenangan yang membungkusku lembar-demi lembar
: dalam rahim
Ibu adalah gula kapas dalam festival
Atau cat merah di tubuh kapal
Ibu adalah kekasih pujaan Ayah
Ibu adalah Madonna, Theresa dan Khadijah
Ibu, Ibu, Ibu,
Voila Pourquoi J'Aimais Maman...
IBUKU DI UJUNG PERSIMPANGAN
Karya : Alvin C. Koloway | Dibaca : 628 Kali
Ibu . . . .
Ibu . . . .
Cahya gilang mentari
Cahya gilang insani
Yang menyinari ngeri
Yang menyinari takhluk
Gela jadi gemerlap
Patah arang jadi girang
Oh, ibu . . . .
Oh, ibu . . . .
Ibuku . . . .
Rasa kasih dan sayang
Rahim perih dipegang
Hingga lahir aku sekarang
Oh, ibuku . . . .
Ini anakku
Memujimu hai bidadariku
Kala hari kelam dibalut kelabu
Engkau datang dengan peluk penuh
Ibuku . . . .
Kubalas cintamu hanya sepanjang galah
Namun kau susui aku sepanjang zaman
Oh, ibuku . . . .
Hiduplah selalu dengan berkah tuhanmu
Dan kubertekuk doa
Serta-Nya menaungimu
PELUKAN TERAKHIR
Karya : Kari lestari | Dibaca : 1896 Kali
Silahkan Lihat dan Kunjungi Karya Anda di BLOG SUKAINTERNET
Visit www.SUKAINTERNET.BLOGSPOT.com
Perlahan dengan rasa tak karuan
Kuputar memoriku pada suatu waktu tertentu
Menyentuh dinding kelam abu-abu
Sejujurnya kuasaku tak rela
Mengenang lara yang telah terkubur lama
Namun......aku ingin bernostalgia sekaligus menggali makna
Dua belas tahun silam
Kala dahaga cinta belum terluapkan
Dan ratap tangis belum mengalun sempurna
Ayah dijemput kembali ke tanahNYA
Aku kalap .... hancur, remuk dan kata tiada lagi ada
Mengisyaratkan getir....di sekujur raga juga jiwa
Sempat kain hitam membalut erat
Namun tak bergegas kusadari itu
Karena kelemahan diri dalam kubangan debu tak bertuan
Aku dan lekatan hitam itu ayah peluk mesra
Sebagai tanda akhir beradunya ikatan sanubari kita
Ternyata.... itulah pelukan terakhirku bersama ayah
Dan kini kurindui itu
Salahkah bila aku mohon pada Tuhan untuk dipertemukan
Dalam mimpi
Untuk sekedar berbincang dan memandang
Ampun Tuhan.... jika hasrati ini terdengar curam dan lantang
Sungguh tak bermaksud
Berat tuk terus bersenandung
Cukup disini kenang bertahtakan muram
Kan kusimpan dalam album biru perjalanan
Beserta sisa beberapa keindahan
Aku hanyalah setitik yang kehilangan
Masih ada titik-titik lain yang lebih nestapa
Kita hanya terpisah dimensi jarak
Tapi tetap dapat mendekat melalui tengadah tangan yang merapat
Walau kadang terselip rindu tak terperi
Kutepis jauh agar hujan tak membasahi
Ayah adalah kisah berbingkai pasrah
Dan semoga aku, ayah, dan bunda dapat bersua
Di keabadianNYA.....
I love U daddy
Karya : Sylvia De Laura | Dibaca : 728 Kali
Silahkan Lihat dan Kunjungi Karya Anda di BLOG SUKAINTERNET
Visit www.SUKAINTERNET.BLOGSPOT.com
barbie di tangan anak kecil
memanja taman firdaus
Daddy angkat tubuh mungil
remajakan hati yang haus
bejana di tangan sang penjunan
meremas bentuk-bentuk indah
princess cantik mengagumkan
tegas diremuk saat salah
Daddy menangis when I cried
Daddy's angry saat aku bebal
cintanya protect me
be friend...be parent
He knows
aku benci bila ia menarikku
tapi ia tak peduli rasaku
pikirnya hanya keselamatanku
tak melihat air mataku
ditariknya aku!!
Ia melihat bahaya di depanku
kadang daddy tak bisa dimengerti
Iwant to heat him
but I can't
because I know how big his love is
yang ingin kukatakan hanya...
I love U daddy
U're my idol
U're my best thing that I have
I love U daddy
I love U so much....
DAMAIKU BERSAMAMU AYAH
Karya : B.N Afandi | Dibaca : 434 Kali
Kala ku masih kecil,
Kau bopong tubuhku
Kau gendong aku
Bersama sebotol susu
Yang selalu melekat di mulutku.
Tak kulupakan dan masih terngiang dalam angan-angan
Ketika aku rewel,
Kau manja aku
Kau berikan apa yang kumau
Hingga jerit tangisku berhenti
Hingga tawaku bersinar lagi.
Dan ... kaupun bahagia ayah,
Kala buah hatimu tak bermuram durja
Ketika mainan sudah didapatnya
Tinggal kau temaninya
Hingga dia lelah
Lalu kau nina bobok'kan di pembaringan.
Ayah ...
Masih lekang dalam ingatanku
Bahwa damainya hari-hariku bersamamu
Bak anak mahkota kerajaan,
Kau layani aku dengan kasih sayang
Kau rawat aku dengan ketulusan
Hingga aku sekarang tumbuh dewasa
Hingga aku sekarang menjadi laki-laki penuh pesona
Dan sudah bisa mencari cinta
Juga menyukai wanita.
Oh ... damai bersamamu ayah
Itu yang kurasakan sampai sekarang ketika bersamamu,
Dari ngobrol bersama
Baca koran bersama
Dan ... hingga terbenamya mentari di ufuk barat
Satu kata yang ada yaitu " Aku damai bersamamu ayah ".
Kudus 2008
PELUKAN AYAH
Karya : Yustina pagho patty | Dibaca : 427 Kali
Dada ku terasa sesak
Hati lemah jatuh tergulai
Air mata tersumbat untuk mengalir
Ku sangat rindukan pelukan mu Ayah
Hidup ini berat
Bagaimana aku bisa memikulnya sendiri?
Dahulu walau seberat apa pun itu
Selalu ada pelukan mu
Dada mu yang kekar
Tempat ku bersandar dan berlindung
Dari Dunia yang kejam ini
Dari banyaknya tuntutan hidup
Ku hanya bisa rindukan mu Ayah
Karena kau sudah jauh pergi
Biar lah TUHAN yang akan gantikan
Pelukan Ayah...
No comments:
Post a Comment