Bedah antologi cerpen Tikar, Sabtu, 06 Desember 2014 kerjasama Fakutas Ilmu Budaya dengan Departemen Sastra Inggris FIB USU berlangsung sukses di Gedung Serba Guna FI. Antologi cerpen Tikar ini merupakan kumpulan cerpen yang ditulis 34 cerpenis Sumut dan diterbitkan oleh penerbit Laboratorium Sastra (Labsas), 2014. Beberapa penulisnya antara lain, Raudah Jambak, Afrion, Alda Muhsi, Azizah, Annisa dsb.
Adapun komentator yang hadir antara lain Dr Siti Norma Nasution MHum, Drs Parlindungan Purba, MHum Can Dr, dan Dr Martha Pardede, Ms. Mereka sendiri merupakan dosen-dosen besar di Universitas Sumatera Utara (USU). Sebenarnya antologi cerpen Tikar merupakan proyek dari komunitas Omong Omong Sastra. Jadi sudah dipastikan beberapa anggota OOS juga hadir di acara ini. Seperti Mihar Harahap. Begitu pula dengan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) yang juga hadir sebagai undangan. Ada Idris Pasaribu, Juhendri Chaniago, Ria Sitorus, Rayona, Anggrek, Eva Riyanty Lubis, dan Desi Merry Christy Sihite.
Salah seorang komentator Dr Siti Norma Nasution MHum pun membedah 3 cerpen yakni yang berjudul judul Darah, Ketika Danau Toba Menjadi Saksi dan Mak.
Beliau berpendapat kalau Darah merupakan cerpen yang bagus. Hanya saja diending ceritanya terlalu menjadi heroik. Sebab si tokoh utama yang seorang penjahit bendera merah putih, dan waktu itu dia telah kehabisan stok bendera merah, dia pun membuat warna merah dari darahnya sendiri. Sedangkan Ketika Danau Toba Menjadi Saksi, baginya pembaca mengharapkan adanya warna lokal (local colour) yang berhubungan dengan etnis Toba, bahasa Toba, adat dan kebiasaan, tradisi budaya, dsb. Dan itu tidak didapatkan di dalam cerpen ini. Sehingga judulnya tidak begitu cocok dengan isi.Cerpen Mak sendiri baginya merupakan cerpen yang bagus. Hanya saja memiliki kelemahan dimana tokoh Mak ini terlalu sering muncul dan tahu banyak hal.
Semua pihak yang hadir dalam bedah antologi tersebut berhahap semoga kelak penulis-penulis Sumut semakin berkembang dan menciptakan banyak karya khususnya yang bertema lokal. (eva Riyanty Lubis/ Zakiyah Rizki Sihombing)
Salah seorang komentator Dr Siti Norma Nasution MHum pun membedah 3 cerpen yakni yang berjudul judul Darah, Ketika Danau Toba Menjadi Saksi dan Mak.
Beliau berpendapat kalau Darah merupakan cerpen yang bagus. Hanya saja diending ceritanya terlalu menjadi heroik. Sebab si tokoh utama yang seorang penjahit bendera merah putih, dan waktu itu dia telah kehabisan stok bendera merah, dia pun membuat warna merah dari darahnya sendiri. Sedangkan Ketika Danau Toba Menjadi Saksi, baginya pembaca mengharapkan adanya warna lokal (local colour) yang berhubungan dengan etnis Toba, bahasa Toba, adat dan kebiasaan, tradisi budaya, dsb. Dan itu tidak didapatkan di dalam cerpen ini. Sehingga judulnya tidak begitu cocok dengan isi.Cerpen Mak sendiri baginya merupakan cerpen yang bagus. Hanya saja memiliki kelemahan dimana tokoh Mak ini terlalu sering muncul dan tahu banyak hal.
Semua pihak yang hadir dalam bedah antologi tersebut berhahap semoga kelak penulis-penulis Sumut semakin berkembang dan menciptakan banyak karya khususnya yang bertema lokal. (eva Riyanty Lubis/ Zakiyah Rizki Sihombing)
No comments:
Post a Comment