Bunga Rampai Majlis Sastra Madura baru-baru ini menerbitkan sebuah buku antologi puisi dan cerpen dengan judul Dialog Taneyang Lanjang. Buku dengan penerbit Majlis Sastra Madura dengan No ISBN: 9786029649482 memuat tiga judul karya Salman Yoga. Ketiga puisi itu berjudul, Pada Lingkaran Tari Guel, Seudati Sunyi dan Ijab Qabul.
Puisi Ijab Qabul ini khusus dipersembahkan untuk sutaradara Iqmal Gopi yang akan menikahi Eva pada tanggal 28 Maret ini , ujar Salman kepada Lintas Gayo, di Banda Aceh, belum lama ini.
Sementara itu, salah seorang kurator buku itu, Yan Zavin Aundjand mengatakan, Buku setebal 360 halaman ini direncanakan akan launching di beberapa lembaga pendidikan di Madura.
“Buku ini akan lounching dibeberapa lembaga pendidikan diantaranya, pondok pasanteren, perguruan tinggi serta pendidikan umum lainnya”, kata Yan sapaan akrabnya sambil menitipkan nomor 0856 4310 2951 untuk pemesanan buku tersebut .
Dilanjutkan, para penulis yang berkontribusi pada buku ini diantarannya Abu Ma’mur Mf, Alex R. Nainggolan, Alif Raung Firdaus, Andika Sahara, Arther Panther Olii, Dino Umahuk, Eddie MNS Soemanto, Fe Sutan Kayo, Fitria Pratnasari, Galih Pnadu Adi, Han Gagas, Hasan Al Banna, Husen Arifin, Jusuf AN, Kiki Sulistyo, Lina Kelana, M. Raudah Jambak, Muhammad Aswar, Niken Kinanti, Pungkit Wijaya, Salman Yoga S., Seruni, Sunlie Thomas Alexander, Syarif Hidayatullah, Thoni Mukharrom, dan Toni Lesmana serte sejumlah penulis lainnya dari berbagai kota di Indonesia.
Dalam biografi penulis buku tersebut, Salman Yoga menyebutkan diri sebagai petani kopi, pencinta dan mantan joki pacuan kuda tradisional Gayo, selain mengajar disejumlah perguruan tinggi di Aceh.
Berikut salah satu naskah puisi karya Salman Yoga S, yang dimuat dalam buku “Dialog Taneyan Lajang”. Puisi karya penyair Gayo ini dimuat pada Bab khusus karya “sastrawan tamu”.
Pada Lingkaran Tari Guel
Masih pada teriakan yang sama ketika kain ulen-ulen itu menjadi cahaya
mengibaskan debu di tanah dan udara
gerak selingkar alam mengulum rimba
“maaf langit yang kujunjung, permisi bumi yang kujejak”
Tapi siapa yang telah mendurhakai telapak kaki dan ubun-ubun kepala
hingga setiap tarian kunikmati takberdaya
hingga hentakan bahu melenggangkan tak menggemulaikan rasa
hingga tari Guel kian tak bernyawa
kaku dan bisu di tanahnya yang kaya
Belantarakah genderang
sampai kerontang tak merindukan hujan
gersangkah seruling dan tepukan mantra
sampai hantupun tak lagi menggila jiwa
Pada lingkaran tari Guel kusaksikan muncratnya kegundahan
seperti relief kain ulen-ulen yang tak lagi mengandung filsafat
lekuk dan sulaman kian pekat pada sembarang
sia-sia
Pada lingkaran tari Guel kusaksikan putus asanya Malem Dewa
yang mengagungkan awal tetapi menangisi akhir :
selendang Putri Bungsu lusuh dalam lipatan
Takengon, 2005-2010
Catatan :
Tari Guel : Tarian mistis Gayo diangkat dari sejarah perjalan Gajah Putih
menuju Kuta Raja untuk dipersembahkan pada Sultan Aceh .
Ulen-Ulen : Kain panjang khas yang dipenuhi sulaman kerawang Gayo. (Zuhra Ruhmi/red.03 )
No comments:
Post a Comment