Arsip untuk teater kategori
Tata Cahaya
Posted in teater on September 8, 2008 by endonesa
TATA CAHAYA
Fungsi Tata Cahaya
Secara umum, tata cahaya berfungsi untuk membentuk situasi, menyinari gerak pelaku, dan mempertajam ekspresi demi penciptaan karakter pelaku. Dengan demikian, imajinasi publik ke situasi tertentu, yang tragis, yang sublim, yang lepas dari dunia keseharian atau spesifik iluminasi.
Secara khusus, tata cahaya dapat berfungsi untuk
1. mengadakan pilihan bagi segala hal yang diperlihatkan
Hal yang sangat penting bagi cahaya lampu adalah dapat berperan di atas panggung untuk membiarkan penonton dapat melihat dengan enak dan jelas. Apa yang terlihat akan bergantung pada sejumlah penerangan, ukuran objek yang tersorot cahaya, sejumlah cahaya pantulan objek, kontrasnya dengan latar belakang, dan jarak objek dan pengamatnya.
1. mengungkapkan bentuk
Jika sebuah pementasan lakon disoroti dengan cahaya lampu biasa, maka para pemeran, dan peralatan (properti), dan semua bagian dari skeneri akan nampak datar atau flat, tidak menarik. Di sini tidak nampak sinar tajam (high-light), tidak ada bayangan, dan monoton. Agar objek yang terkena cahaya nampak dengan bentuk yang wajar, maka penyebaran sinar harus memiliki tinggi-rendah derajat pencahayaan yang memberikan keanekaragaman hasil perbedaan tinggi-rendahnya derajat pencahayaan itu.
Pengungkapan bentuk pada hakikatnya disempurnakan oleh pencahayaan. Sudut datang cahaya dan arah cahaya lampu khusus, harus diramu bersama dengan hati-hati sehingga menghasilkan pencahayaan yang seimbang hingga ada pembeda antara keremangan dan bayangan. Kontras dan keanekaragaman warna juga merupakan bagian-bagian yang harus dapat dibedakan sehingga dapat memikiat perhatian penonton.
1. membuat gambar wajar
Di dalam fungsi ini, juga termasuk cahaya lampu tiruan yang menciptakan gambaran cahaya wajar yang memberi petunjuk terhadap waktu sehari-hari, waktu setempat, dan musim.
1. membuat komposisi
Membuat komposisi dengan cahaya adalah sama dengan menggunakan cahaya sebagai elemen rancangan. Hal ini terkait dengan kebutuhan skeneri, objek mana yang harus disorot dengan intensitas yang rendah/tinggi hingga berkomposisi bagus, pola-pola bayangan juga harus diperhatikan.
1. menciptakan suasana (hati/jiwa)
Dengan pengaturan cahaya diharapkan dapat menciptakan suasana termasuk adanya perasaan atau efek kejiwaan yang diciptakan oleh pemeran dengan didukung oleh cahaya.
Macam-macam Lampu
Lampu tidak dapat berdiri sendiri dalam tata cahaya, melainkan wajib hukumnya untuk berpadu dengan listrik, kabel sebagai penghantar listrik, holder sebagai rumah lampu, dan dimmer sebagai pengontrol lampu.
Secara umum, terdapat tiga macam lampu, yaitu
1. lampu cahaya umum: jenis-jenis lampu biasa, lampu kerja, dan lampu “flood”
2. lampu cahaya khusus: jenis-jenis lampu spot, seperti “ellipsoidal”, “lekolites”, “spherical”, dan “mirror”
3. lampu cahaya campuran: jenis-jenis lampu strip, seperti lampi border, lampu kaki, lampu “backing”, lampu siklorama
Tiga macam lampu itu memiliki sifatnya masing-masing. Lampu cahaya memiliki sifat cahaya yang memencar, disebabkan oleh cahaya yang keluar dari lampu hanya dipantulkan melalui reflektor menembus cahaya pada kaca lampu. Sedangkan pada jenis lampu khusus, cahaya yang keluar dari lampu setelah dipantulkan melalui reflektor kemudian dibiaskan melalui lensa. Pembiasan melalui lensa tersebut menyebabkan sorotan cahayanya terpadu dan keluar dengan tajam. Pada lampu campuran sifatnya seperti lampu umum, hanya setelah cahaya terpantul melalui reflektor kemudian dibiaskan melalui kaca lampu yang berwarna-warni, satu lampu satu warna, biasanya merah, hijau, putih atau amber.
Beberapa jenis-jenis lampu secara khusus dijelaskan di bawah ini.
1. lampu cahaya umum
2. lampu cahaya campuran (strip)
3. lampu cahaya khusus(fresnellites)
4. lampu cahaya khusus (lekolites) (lihat lampiran 1)
Tipe-tipe lampu menurut petunjuk ukurannya, terapat tiga tipoe lensa yang berbeda.
a. lampu spot lensa konveks
1. lensa 20 cm 1000-2000 watt
2. lensa 9 cm 500-1000 watt
3. lensa 7,5 cm 250-400 watt
b. lampu spot lensa step (fresnell)
1. lensa 21/24 cm 5000 watt
2. lensa 12,5/18 cm 2000 watt
3. lensa 12 cm 1000-2000 watt
4. lensa 9 cm 250-750 watt
5. 4,5 cm 100 watt
c. 1. 18 cm 300-5000 watt 10-120 beam
2. 12 cm 1000-2000 watt 20-240 beam
3. 12 cm 250-750 watt 15-180 beam
4. 18 cm 250-750 watt 26-340 beam
5. 18 cm 300-5000 watt 10-450 beam (lihat lampiran)
Sarana Pengendali Lampu
Sarana pengendali lampu pada dasarnya terdapat empat hal penting, yaitu
1. intensitas
Untuk mengendalikan cahaya lampu dari terang ke gelap atau gelap ke terang biasanya dipergunakan alat yang disebut dimmer. Dengan alat ini, masing-masing satuan lampu yang diapsang di atas pentas dapat dikendalikan mulai dari pencahayaan penuh, perlahan-lahan surut, sampai mati sama sekali, dan sebaliknya. Yang menentukan intensitas cahaya lampu pentas selain dimmmer juga kekuatan lampunya (watt-nya) dan dimensi dari perumahan lampu itu.
Seorang penata cahaya dapat mengatur intensitas paling tinggi yang diperlukan bagi masing-masing daerah panggung yang dikehendaki pencahayaannya. Tiap-tipa saluran dimmer dapat digunakan untuk memberi keseimbangan intensitas cahay tersebut dari setiap sumbernya. Secara ideal diharapkan bahwa skeneri (suasana gerak-gerik di atas pentas) setiap adegan dapat dihasilkan dari pencahayaan masing-masing sumbernya. Adegan berikutnya mungkin akan terdiri dari hasil pencahayaan yang berbeda susunan intensitasnya meskipun sering dipergunakan dalam asluran dimmer yang sama.
2. warna
Warna juga penting peranannya sebagai alat pengendali intensitas cahaya. Di negara teklnologi maju yang telah lama menggunakan intensitas cahaya listrik sebagai alat utama cahaya panggung, pada abad XV tidak saja membedakan intensitas cahaya lampu antara komedi dan tragedi, akan tetapi juga membedakan tata wana cahayanya. Warna-warna hangat dipergunakan untuk cahaya komdei, sedangkan warna dingin dipergunakan untuk cahaya tragedi. Konsepsi warna demikian itu masih secara umum dan masih banyak dipergunakan hingga pada saat ini, namun juga banyak sekali kejutan-kejutan warna cahaya yang diciptakan secara cerdik yang menjadi tantangan.
Penggunaan warna cahaya di panggung sangat menarik oleh karena sifat-sifatnya yang unik. Di satu pihak ia memiliki sifat objektif oleh karena takarannya sudah pasti, misalnya, sumber cahayanya, kekuatan lampunya, perumahan lampunya, media atau filter (saringan) warnanya, semuanya sudah pasti. Namun, sorotan warna cahaya lampu itu ketika memantul dari benda atau pemeran yang kena sorot, pantulan warnanya yang sampai mata penonton bisa berubah.
Di lain pihak, warna memiliki sifat subjektif atau memiliki faktor psikologis karena kemauan sang sutradara yang lebih tertarik kepada pantulan warna-warna para pemeran di mata penonton. Dengan demikian, diperlukan kemahiran tersendiri bagi seorang penata cahaya untuk mengolah faktor-faktor objketif dan subjektif. Tidak saja diperlukan pengetahuan yang mendalam, akan tetapi juga pengalaman yang matang untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
3. distribusi
Distribusi adalah kepekatan, penyebaran, dan arah cahaya lampu. Hal ini akan berhubungan pula dengan banyak sedikitnya jumlah lampu, banyak sedikitnya jummla tipe-tipe peralatan lampu, dan penempatan kedudukan lampu itu. Kualitas distribusi cahaya lampu teristimewa diberikan oleh masing-masing tipe peralatannya (lampu cahaya khusus atau lampu cahaya umum), besar kecilnya cahaya ditentukan oleh penggunaan dimmer, tajam atau lembutnya garis cahaya tergantung dari sudut datangnya cahaya ke sasaran, dan lain sebagainya. Masing-masing peralatan bergantung dari tipenya membentuk berbagai efek pencahayaan. Tempat kedudukan lampu-lampu itu terarah menurut kemamuan penata cahaya berdasarkan atas plot cahaya (light plot). Cahaya cerah diarahkan ke sana, cahaya redup di arahkan kemari, dan seterusnya yang semuanya diarahkan dan disusun menuju sasaran platis dan komposisi yang berefek visual.
Ada tiga perangkat pengendali distribusi cahaya lampu yang saling berhubungan, yaitu
1. perangkat pengendali lampu umum yang menghasilkan cahaya yang memencar
2. perangkat pengendali lampu khusus yang memiliki cahaya mengempal, dan
3. perangkat pengendali yang berada pada berbagai warna cahaya yang tersorot ke permukaan objek yang sama.
Fakta membuktikan bahwa skeneri, kostum, peralatan, dan bahkan tata rias para pemeran memiliki berbagai kemampuan menyerap danm memantulkan cahaya lampu yang perlu dipertimbangkan. Hal ini sangat penting untuk diperhitungkan dalam distribusi cahaya dalam sebuah peemntasan. Bahkan seorang pemeran yang bergerak di atas pentas dapat merubahj distribusi cahaya apabila tidak diperhitungkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh segenap tubuh, kostum, dan peralatan yang dibawanya aadalah pemantul cahaya seperti halnya bagian set yang lain.
4. gerakan
Sarana pengendali lampu yang terakhir adalah gerakan, yaitu perubahan satu atau lebih kualitas cahaya. Gerakan cahaya lampu ini bisa terjadi oleh karena beberapa hal. Gerakan cahaya lampu ini bisa terjadi oleh karena beberapa hal. Gerakan cahaya lampu yang sengaja digerakkan oleh awak panggung (manual) untuk mengikuti gerakan pemeran (biasanya disebut follow spot). Kemudian ada gerakan cahaya lampu yang diatur secara mekanis (banyak digunakan lampu disko). Di samping itu, ada pula gerakan cahaya lampu meremang (dim turun) dan emnerang (dim naik), yaitu kecenderungan pengaturan gerakan cahaya lampu melalui alat dimmer yang penanganannya hanya dapat dimungkinkan melalui induk mekanis atau alat elektris. Hanya dengan alat elektronis modern, hal ini bisa dilaksanakan dengan baik. Satu orang operator pengendali lampu (manual) dapat menangani tidak lebih dari tiga atau empat bilah tahanan (resistensi) atau autotransformer yang terdapat pada tangan-tangan (handle) dimmer dan itupun terletak dalam kelompok yang berdekatan. Gerakan cahaya pada saat pertunjukan sedang berjalan harus dikerjakan dengan cermat. Apabila tidak, dikhawatirkan akan menyesatkan dan luput dari nilai-nilai dramatik yang akan dicapai.
Selain itu, ruang operator lampu dengan orang yang mengendalikan lampu harus memiliki pandnagan penuh ke atas panggung. Dengan demikia, ia dapat mengoordinasikan gerakan-gerakan cahaya atau perubahan cahaya dengan gerak-geriknya. Gerakan cahaya lampu akan memberikan kualitas dinamis cahaya berbagai lakon apabila ia mengikuti pola-pola komposisi yang bagus yang dibuat berdasarkan nilai rasa puisi, musik, visual, serta kadar pertunjukkan (rasa teater).
Langkah-langkah Pemasangan Lampu
1. Sebelum memasang lampu, harus memahami dulu skenario dari drama yang akan dipentaskan. Setelah paham, maka akan diperoleh gerakan-gerakan panggung. Dengan demikian dapat diketahui daerah-daerah yang dipakai dalam pementasan tersebut.
2. Buatlah sketsa pergerakan para aktor dari skenario yang akan dipentaskan!
3. Tentukan plot cahaya dari fokus daerah-daerah yang dipakai.
4. Pilihlah warna-warna dari lampu sesuai dengan kebutuhan skenario.
5. Setelah itu, buatlah desain tata letak lampu berikut aliran listrik melalui kabel, termasuk paralel atau serinya.
6. Cek lampu yang akan digunakan berikut holder dan kabelnya. Pastikan semuanya dalam kondisi yang bagus. Jangan mengecek lampu dalam keadaan terpasang di atas panggung. Sebaiknya cek di bawah panggung.
7. Setelah semuanya dalam kondisi yang pasti, naikkan lampu dan fokuskan.
8. Perhitungkan juga skenerinya sehingga dalam penajaman atau peremangan cahaya dapat menghasilkan sesuai dengan kondisi dramatis yang diinginkan sutradara.
9. Cobalah dengan bayangan para pemeran berikut propertinya sehingga dapat diketahui suasana dramatisnya sesuai dengan arahan sutradara.
10. Lakukan gladi sebelum pementasan dimulai. Evaluasi dan perbaikilah. Selamat mencoba! (Lihat lampiran)
Contoh-contoh Tata Cahaya dalam beberapa Pementasan
DAFTAR RUJUKAN
(didownload dari http://theater.harvard.edu/jobs/ld pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)
(didownload dari www.artangela.com/ images/photo/ pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)
(gambar didownload dari http://www.dekalb.k12.ga.us/~druidhills/uhry/uhrytheater.html pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)
(gambar didownload dari http://www.theyrecoming.com/leigh/portfolio/lighting/ParadoxGuardsCell.shtml pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)
(gambar didownload www.unclejeff.org/ Quills.html dari pada 21 Agustus 2005 pada pukul 01.00 WIB)
Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka
Supriyanto, Henri. 1986. Pengantar Studi Teater. Surabaya: KOPMA IKIP Surabaya
No comments:
Post a Comment