Thursday, 17 July 2008

BALAI BAHASA DAN PERANANNYA DI SEKOLAH

BALAI BAHASA DAN PERANANNYA DI SEKOLAH

“Woi, kek mananya kelen. Jadinya?” teriak Ucok.
“Tunggulah Buk Em Em itu pigi..!” balas Marudut
“Yah, yang lama kali pulaknya. Nanti kita ketauan sama Bapak Agama itu,” balas Ucok.
Ilustrasi di atas, sering kita jumpai di sekolah. Ironisnya terkadang dalam pembe -lajaran bahasa hal itu sering terjadi. Apakah ini faktor intelektual, sosial, bahkan emo -sional peserta didik, yang jelas Balai Bahasa punya peranan penting membantu guru-guru ataupun sekolah untuk mengatasi masalah ini.
Dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik, bahasa memiliki peran sentral dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Selain membantu peserta didik mengenal dirinya, pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan membantu peserta didik mengenal budayanya dan budaya orang lain. Juga mampu mengemukakan gagasan dan perasaan. Berpartisipasi dalam masyarakat, serta menemukan atau menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Berdasarkan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam diri peserta didik itulah, kita harus memperhatikan pembelajaran bahasa dan sastra sebagai mata pelajaran di sekolah. Sebagai sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
Pendekatan pembelajaran bahasa menekankan empat aspek keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa secara komunikatif, yaitu: menyimak, membaca, menulis dan berbicara,
Intinya adalah bagaimana peserta didik mampu berkomunikasi untuk berbagai keper-luan dan situasi pemakaian berdasarkan kontek dan situasi, bukan tertumpu pada sistem bahasa sebagai ilmu.
Pendekatan pembelajaran sastra sendiri lebih menekankan pendekatan apresiatif. Peserta didik dalam hal ini dapat diarahkan untuk membaca, menikmati, memahami serta memanfaatkannya. Pembelajaran ini akan lebih bermakna bila disesuaikan dengan minat dan bakat siswa berdasarkan kognitif, afektif dan psikomotornya (IMTAQ dan IPTEK).
Ditinjau dari sisi itu, maka guru dan pihak sekolah harus peka dan lebih berperan aktif menggali potensi yang beragam pada peserta didik. Adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pepmbelajaran dan penguasan pengetahuan, serta sekolah yang semata-mata lebih menekankan kelengkapan administratif dapat membawa pengaruh buruk dan menghambat kelancaran proses pepmbelajaran bahasa secara benar.
Ada guru yang hanya mengajarkan tatabahasa dengan porsi lebih dibandingkan, jika ia mengajarkan sastra. Padahal sebagai pendidik profesional, guru memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada tingkat pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (pasal 1 ayat 1 UU 14/2005 tentang guru dan dosen).
Sedangkan sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan hanya menekankan keleng-kapan administrasi pendidikan, tanpa berfikir bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan dalam proses pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif dan apresiatif. Termasuk juga meningkatkan kualitas guru dalam mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi, komunikasi dan informasi yang mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuan. Dan yang terpenting adalah pemberian perlindungan dan penghargaan terhadap guru, sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru. Jika hal itu sudah dilaksanakan, maka pengembangan etos kerja dan budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada pelanggan akan tercipta dengan sendirinya.
Ada pula guru yang cenderung mengajarkan sastra lebih banyak daripada bahasa. Lalu lebih mengembangkan sastra berdasarkan sejarah dan teori-teori saja. Persoalan bahasa yang tertumpu pada sistem kebahasaan dan sastra yang diaduk-aduk berlandaskan sejarah perkembangannya saja. Jika demikian yang terjadi, maka antusias peserta didik dalam proses pembelajaran saastra akan terasa hambar sekali.
Kurikulum yang selalu saja “berbenah” juga ikut andil dalam proses pembelajaran di sekolah. Bahasa daerah yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar, Peserta didik yang dijejali dengan hafalan, bukan penalaran yang komunikatif “menghidangkan” pembelajaran bahasa yang kaku dan membosankan.
Sejarah membuktikan bahwa hanya orang yang berpendidikan/para intelektual yang mampu memajukan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Demikian penting masalah pendidikan, maka seharusnya kita kembali bercermin sejauh mana kita memajukan pendidikan, seperti yang telah diteladani oleh para pemuda pejuang pergerakan Nasional seperti Dr. Wahidin.Dr Sutomo,Dr Cipto, Ir Sukarno ,DR Muhammad Hatta, WR Supratman, Raden Saleh dll.
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami masa eforia kebebasan berpolitik, mengemukakan pendapat, kebebasan ekonomi dan mengexplotasi kemampuan diri. Kebebasan yang dinikmati sejak Tahun 1998 tidak diiringi dengan memajukan sektor pendidikan secara signifikan. Akibatnya mutu pendidikan kita saat ini tidak mampu mengimbangi kualitas pendidikan di negara-negara tetangga kawasan Asean. Semua kita mengetahui sejarah kebangkitan Bangsa Jepang setelah kekalahan mereka pada Perang Dunia II. Ketika bangsa Jepang kalah dan menyerah kepada sekutu,semua Industri dan prasarana hancur, kaisar Hirohito bertanya kepada jendralnya, berapa orang guru yang masih hidup. Lalu dari jumlah guru yang ada , meraka bangkit membangun Jepang sehingga bangsa Jepang menjadi sebuah Negara Maju dan Modern seperti yang kita lihat pada saat ini. Bangsa Jepang adalah bangsa yang modern dan tetap mepertahankan nilai nilai tardisi baik, yang ada ditengah tengah masyarakatnya. Betapa harmonisnya kehidupan mereka, dimana kecanggihan tekhnologi tetap didampingi dengan adat dan tradisi kehidupan yang klasik dari nilai nilai tardisionil budaya bangsanya.
Membandingkannya dengan kehidupan bangsa Indonesia saat ini, kita harus cemas karena bangsa kita, terutama generasi mudanya tidak diwarisi dengan nilai nilai budaya yang klasik dan tradisionil baik, sementara kemajuan pendidikan generasi kita dibidang IPTEK terutama bidang Ilmu terapan seperti: Perdagangan Pertanian,Tehnik, Perikanan, Industri dan peternakan tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kecendrungan untuk menjadi birokrat dan pegawai menyebabkan sebagian besar generasi muda terdidik di Indonesia tidak tertarik untuk memperdalam pengetahuan bidang pertanian dan Industri. Rekrutmen menjadi birokrat selalu ditandai dengan KKN dan jumlah pelamar yang luar biasa banyaknya dibanding dengan jumlah pelamar yang akan diterima, dan ada kalanya diikuti dengan cara cara yang tidak bersih dan tidak fair.
Pendidikan adalah upaya manusia untuk merubah tingkah laku. Pendidikan harus dapat memberikan konsep kepada setiap manusia yang sedang belajar pada hari ini untuk dapat menghadapi kehidupannya dimasa yang akan datang. Guru sebagai agen perubahan mengemban tugas yang sangat problematik sebab ilmu guru diterima pada masa lalu diberikan pada hari ini dan akan dipergunakan untuk kehidupan anak didik dimasa depan. Karena keunikannya inilah maka setiap guru hendaknya mampu mengembangkan diri agar ilmu yang disampaikannya pada hari ini dapat bermanfaat dimasa depan. Problem lain yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah ketidak mampuan para guru dan orang tua memberikan motivasi kepada anak didik agar mereka mau belajar keras dan bekerja keras untuk menguasai ilmu dan teknologi, agar mereka dapat mengikuti persaingan global. Balai bahasa dalam hal ini tentunya ikut menyahuti ketidak mampuan guru tersebut, sebagai pendamping dalam setiap proses pembelajaran terutama pembelajaran dan penggunaan bahasa.
Balai Bahasa dalam hal ini diharapkan sebagai perpanjangan tangan dari semangat kebangkitan Budi Utomo dengan ikut melaksanakan program pendidikannya membentuk study fond. Hal ini memberikan pengajaran kepada kita bahwa tanpa dana yang mencukupi keberhasilan dibidang bahasa dan pendidikan adalah suatu keniscayaan. Oleh karenanya setiap individu, keluarga, angota masyarakat, bangsa dan negara sewajarnyalah untuk membuat study fond bagi anaknya, keluarganya, masyarakatnya, dan bangsanya. Kemerosotan dibidang pendidikan dan kekurangan berbahasa dewasa ini salah satu penyebabnya adalah ketiadaan dan ketidak mampuan orang tua masyarakat dan negara menyediakan dana pendidikan yang mencukupi. Anggaran negara dibidang pendidikan di negara kita sampai saat ini masih yang terendah dibanding dengan negara-negara tetangga, Asean.
Tujuan Balai Bahasa hanya dapat dicapai dengan memperkuat pilar pilar pendidikan nasional dengan membuat seluruh bangsa Indonesia mengenyam pendidikan yang baik agar kelak kita mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibarengi dengan rasa kebahasaan yang tinggi. Kita perkuat persatuan dan kesatuan, tingkatkan kemakmuran barulah kita mampu berdiri tegak sebagi bangsa yang bermartabat ditengah tengah pergaulan bangsa bangsa di dunia.
Akhirnya, belajar bahasa sebenarnya adalah bagaimana mengajarkan peserta didik berani mengaktualisasikan dirinya dengan diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan masyarakatnya. Aspek psikomotorik diharapkan lebih dominan hadir dengan dukungan kognitif dan afektifnya. Guru dalam hal ini juga harus mampu melahirkan karya, sebagai inovator dan kreator sekaligus. Sekolah mampu menjebatani secara seimbang untuk menyalurkan kesejahteraan pendidik dan potensi peserta didik berdasarkan visi dan misi sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Demikian.

No comments: