Friday, 4 April 2008

केपदमु अफ्रिओं

DI JALAN INI KITA CURI BUTIR-BUTIR NASI

Di jalan ini
Pasir menyisir pagi
Menyemai gigil kerikil
Ah, betapa angin mengganggu pintu-pintu
Tak berdaun dalam bangunan pikiranku
Pada sudut rumah daun-daun berguguran
Bunga-bunga telahpun membangkai

Di jalan ini
Spanduk menusuk-tusuk jantung
Kemarau menjaring galau
Entahlah, yel-yel ngilu semakin membatu
Gerah menjarah sepanjang aliran darah
Pada sudut hati keyakinan berceceran
Nurani pun perlahan-lahan mati

Di jalan ini
Kitapun membagi benci
Mencuri setiap butir-butir nasi

Medan, 08

Bisik Kelebat Badai Membebaskan Monumen Duka

Baru saja angin membisikkan sekelebat badai
Pada gendang telinga, dedaunan menari lunglai
Tepat atas kepala, mungkin untuk kita
Pada malam wajah pepohonan mengintip dari
Bilik kelam mencuri cerita deru pengendara
Amboi, betapa waktu terasa begitu renta menjejakkan
Tapak-tapak serapuh purba, entah seperti kita
Lalu perlahan kau sandarkan lembaran-lembaran
Kisah yang sudah lama purna

Baru saja peluh mengaliri di sepanjang bantaran dahi
Menyusuri lubuk pori-pori yang memalung, menenung
Di gemuruhnya dada, di antara kita
Pada temaram taman hatimu menghembuskan
Aroma lelah melintasi rimbunan semak-semak basah
Alahai, kepak tik tak terbang melesap di sekujur isak
Meneteskan lara yang selalu kembara, ataukah kita
Lalu perlahan kau bebaskan kata-kata
yang sempat terpenjara selama monumen duka

ah, bisik kelebat badai membebaskan monumen duka
memang kita, ternyata

Medan, 08

Tentang Hujan, Daun dan Kau

Sekeras deru nyanyian hujan kau tetap bertahan
Baris-baris debu menyembur mantra beraroma dupa
Karam di kornea mata, menghapus jejak perjalanan
Di setiap titik peron-peron lengang

Baris-baris takdir menghadirkan bau amis
Meranting sepanjang jalanan bercabang
Dan daun-daun yang melayang, rebah

Sekelam bayang-bayang malam kau hadirkan geram
Langkah-langkah kata pun perlahan terhenti
Menderas sepenuh tangis, memeluk risau

Sekeras deru nyanyian hujan kau tetap bertahan
Dan daun-daun yang melayang berpeluh
Membebaskan jejak-jejak perjalanan

Medan, 08

1 comment:

Eddy Siswanto said...

RUANG TUNGGU

Ya Allah...Telah Kau bangun
sebuah ruang tunggu dalam dadaku
tempat bersedekap saat letih menyergap
saat rasa kuat menjerat
tempat kudekap segala Cahaya mengerjap
segala gelap tersingkap