Tuesday, 2 March 2010

LOMBA BACA PUISI KOMUNITAS HOME POETRY DI TAMAN BUDAYA SUMATERA 24-25 April 2010

Di bidang sastra, tentu kita mengenal puisi. Bahasa adalah media yang dipergunakan keti- ka kita menulis maupun membaca puisi. Peristiwa ini juga tidak terlepas dari sumbangan bahasa melayu yang mudah diterapkan dalam penulisan dan pembacaan (baca nyaring).
Dalam hal ini saya akan lebih menyoroti peristiwa pembacaan puisi sebagai salah satu sumbangan bahasa Melayu di dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Peristiwa membaca yang dimaksudkan bukanlah peristiwa membaca dalam hati. Peristiwa yang dimaksudkan adalah peristiwa membaca nyaring. Peristiwa membaca puisi di depan khala- yak, di depan orang banyak, dan peristiwa membaca di atas panggung (podium).
Peristiwa membaca di depan umum ini, tentunya lebih kepada sebuah aksi pembacaan. Sebuah peristiwa pertunjukan. Proses yang berhubungan dengan puisi, penonton dan tempat pem-bacaan puisi.
Karena puisi telah dijelmakan sebagai sebuah pertunjukan, tentunya kita harus memper- siapkan sayarat sebuah peristiwa pertunjukan. Syarat pembacaan yang pantas disuguhkan dalam sebuah tontonan.
Penyampaian keseluruhan puisi itu harus dimulai dengan sebuah pemahaman tentang puisi yang akan dibaca. Apakah puisi itu puisi tentang kesedihan, kegembiraan, semangat juang atau puisi itu tidak lebih dari sebuah keakuan (kesombongan).
Puisi sebetulnya harus menjadi milik siapapun. Ia hadir sebagai bagian dari cabang kesenian yang juga harus diperlakukan sama. Jika setiap orang bisa bernyanyi tanpa ada beban baik di toilet sebagai tempat yang sangat privasi maupun di tempat-tempat umum, mengapa puisi tidak?
Hal ini sering juga berlaku untuk seni rupa yang tak hanya bermedia kertas atau kanvas. Di tembok-tembok, begitu banyak grafiti hilir mudik dari pandangan kita. Tarian malah sudah tak aneh lagi. Di tempat-tempat diskotek atau hiburan-hiburan malam, seni tari (dengan segala macam gaya ekspresi) berkembang luar biasa. Namun bagaimana dengan sastra? Lebih spresifik lagi puisi?
Mengapa orang-orang begitu takut untuk mengembangkan pemikiran dan daya kreatifnya dalam bentuk kata-kata dan bahasa tulis? Siapa yang bertanggungjawab ketika puisi hanya menjadi bagian kecil dari para penyair, dirayakan dengan sunyi dan eksklusif di koran-koran Minggu atau buku antologi yang tak jelas siapa pembelinya? Menjadi penyair bukanlah milik elit sastrawan. Ia harus juga berdaya di masyarakat umum, di masyarat jelata sekalipun.
Dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk membuat sebuah kegiatan lomba baca puisi komunitas home poetry untuk usia 15-20 tahun. Komunitas Home Poetry adalah sebuah komunitas non profit yang berorientasi membentuk dan mencerdaskan generasi baru melalui dunia literasi. Sebagai sebuah madrasah kebudayaan, Komunitas Home Poetry selalu menjalin kerja sama dengan siapapun selama memiliki visi dan misi yang senada.
Mereka harus memilih puisi kemudian dibacakan di tengah-tengah publik agar semua orang tahu bahwa pemikiran kritis yang terlahir dalam bentuk puisi juga bisa dilakukan oleh siapa saja.
Kegiatan ini sebetulnya program kerja 2009, mengingat begitu banyak kegiatan, maka pada tahun ini baru bisa terealiasasi.
Persyaratan peserta dalam kali adalah warga yang berdomisili di Sumatera Utara. Berusia 15-20 tahun. Dilaksanakan pada tanggal 24-25 April 2010, di Taman Budaya Sumatera Utara jalan perintis kemerdekaan no. 33 medan. Puisi yang akan dibacakan disediakan oleh panitia.
Sebagai upaya ikut membentuk karakteristik bangsa yang kreatif, mencintai keindahan dalam karsa, cipta, dan karya puisi, juga untuk melahirkan seniman (penyair) dengan talenta baru yang diharapkan dapat menjadi agent of change (agen perubahan), Komunitas Home Poetry.

Untuk keterangan selanjutnya hubungi:
Panitia Lomba Baca Puisi Komunitas Home Poetry
sek. Taman Budaya Sumatera Utara
Jalan perintis kemerdekaan no,33 Medan
Panitia :
Djamal
Arif SM
Ahmad badren Siregar

Penanggung jawab
M. Raudah jambak

No comments: