Friday 13 May 2011

Perjalanan Waktu

Tauhid Ichyar

Waktu sesuatu yang paling berharga dalam hidup. Waktu tidak dapat ditukar oleh apapun. Merugilah orang yang telah menyia-nyiakan waktu. Kepergiannya tidak pernah kembali.

Petatah Arab mengatakan waktu adalah pedang. Sebagian besar waktu telah berlalu sia-sia dalam hidup ini, bagai pedang telah memenggal leher kita. Kebanyakan dari kita masih menghabiskan waktu tanpa rencana, menghabiskan waktu tanpa kesadaran, menghabiskan waktu tanpa merasa akan dituntut pertanggungjawaban.

Begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai Allah SWT bersumpah dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya, seperti firman Allah SWT : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS Al’Ashar (103) 1-3

Islam memandang waktu bukan hanya sekadar lebih berharga dari pada emas. Sebagaimana pepatah Inggris yang menyatakan time is money. Lebih dari itu, waktu dalam Islam adalah kehidupan, al-waqtu huwa al-hayah, demikian kata as-Syahid Hasan Al-Banna. Waktu tak pernah berhenti, waktu tak pernah kembali, waktu berjalan maju tak pernah mundur sesaatpun. Banyak waktu dihabiskan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi ummat sebaliknya banyak pula waktu terbuang tanpa manfaat berlalu sia-sia.

Memanfaatkan waktu

Hasil kajian terhadap orang yang tahu memanfaatkan waktu dengan amal yang bermanfaat lebih berbahagia hatinya ketimbang orang yang menyia-nyiakan waktu tanpa manfaat. Tidak sedikit kita temukan orang yang tidak mendapat kepuasan dalam menjalani kehidupan. Masalah itu disebabkan karena kebanyakan mereka tidak mengerti urgensi waktu untuk dihabiskan.

Waktu dihabiskan untuk sesuatu yang tiada manfaat. Sehingga menyebabkan tekanan jiwa berupa gangguan mental. Para ahli kejiwaan menilai gangguan mental tersebut disebabkan tidak siapnya jiwa menerima realitas hidup.

Sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Rasulullah SAW memegang pundakku, lalu bersabda, ‘Jadikanlah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” Lalu Ibnu `Umar radhiyallahu `anhu berkata, “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore, dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum engkau sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati.” (HR. Bukhari).

Hadist ini cukup jelas menerangkan bersegera melaksanakan perbuatan baik tanpa harus menunda. Sudah semestinya kita selalu menyadari dalam melewati waktu. Sesungguhnya waktu kita telah berjalan dengan meninggalkan sejarah. Sejarah apa yang telah kita ciptakan tahun lalu, bulan lalu, minggu lalu, bahkan sejarah apa yang telah kita catat hari ini. Catatan untuk sejarah kita, untuk istri, suami, orang tua, anak, kerabat, sahabat atau teman. Sejauh apa sejarah kebaikan telah kita torehkan.

Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya: “Manfaatkanlah (oleh kalian) lima hal, sebelum datang lima hal: masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang waktu fakirmu, waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu dan hidupmu sebelum datang kematianmu” (HR. Hakim. Sanadnya shahih dari Ibnu Abbas).

Karena itu, Rasulullah SAW ketika berbicara tentang urgensi waktu, beliau menggunakan sebuah kalimat yang menjadikan sebagai kesempatan paling penting dalam sejarah hidup seorang mu’min. Dimana digambarkan seorang akan berdiri dihadapan Allah SWT dan ditanyakan tentang waktu yang Allah telah berikan semasa hidupnya. Beliau mengaitkan antara memberdayakan waktu dengan sesuatu yang mendapat ridho Allah SWT. Karenanya mari kita manfaatkan waktu setiap detik waktu hidup kita dalam koridor pekerjaan yang diridio Allah SWT.

Membangun Sejarah

Sejarah hidup tak selamanya harus heroik, ta’jub serta mengagumkan yang membuat orang angkat topi, bisa saja sesuatu yang biasa saja serta bersahaja namun jadi kenangan yang baik untuk anak cucu kita. Sejarah hidup dalam rentangan waktu perlu dipikirkan diukir dalam kebaikan.

Dijelaskan oleh Nabi saw: “Tidak akan tergelincir dua kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut” (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).

Dalam hadist tersebut setelah Allah mempertanyakan umur, kemudian Allah SWT mempertanyakan waktu muda kemana dihabiskan. Islam memandang, masa muda adalah bagian dari umur. yang dianggap sebagai masa yang penuh dinamis, energik, cekatan dan kuat, karena merupakan power di antara dua kelemahan pada waktu anak-anak dan kelemahan waktu usia tua.

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Allah, Dia-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban…” (Qs. Ar-Rum [30]: 54).

Sungguh, kita tidak diajarkan untuk menjalani hidup apa adanya. Rasulullah SAW merancang hidupnya. Rasul merancang da’wahnya. Rasul merancang sejarahnya, begitu pula para sahabat, atau para uswah teladan. Hidup mereka tidak mengalir begitu saja, memikirkan apa yang akan mereka lakukan dan merancang peran apa yang harus dimainkan. Kita tidak bisa lagi membiarkan waktu berlalu tanpa peran dan jejak kita menciptakan sejarah.

Tentu catatan sejarah kecermerlangan yang diingat dan dibanggakan atas kebaikan-kebaikan hidup. Bukan sejarah dengan kenangan buruk dan menakutkan yang dicemooh anak cucu. Sebagaimana dinyatakan Abdullah bin Mas’ud, “Aku tidak pernah menyesal atas sesuatu melebihi penyesalanku atas hari ketika matahari tenggelam, maka ajalku semakin berkurang, sementara amalku tidak bertambah.”

Selayaknya bagi seorang muslim melakukan muhâsabah an-nafsi yakni intropeksi diri, yaitu mau menghitung-hitung dirinya atas tahun, bulan, minggu dan hari-hari yang telah dilalui. Apa yang telah ia perbuat dalam perjalanan waktu yang diamanahkan, menakar keuntungan apa yang diperoleh, serta menakar kerugian apa yang didapat.

Setiap kita hendaknya memendekan angan-angan, karena takut ajal bersegera datang. Ingatlah, ajal datang secara mendadak. Siapa yang mengabaikan ajalnya, patutlah Ia didatangi ajal ketika ia dalam keadaan terpedaya dan lengah. Karena sesungguhnya manusia sering terpedaya oleh angan-angan panjang akan kesenangan dunia.

No comments: