Sunday, 9 November 2008

Mari Membangun Jiwa¹ Siswa Melalui Pembelajaran Puisi

Mari Membangun Jiwa¹ Siswa Melalui Pembelajaran Puisi
Oleh : Saripuddin Lubis

Pengantar
Beberapa tahun sejak ditetapkannya standar kelulusan minimal bagi siswa kelas tiga (belakangan kelas XII) dalam menentukan kelulusan, tidak dapat dihindari kalau guru-guru bahasa Indonesia akhirnya hanya berperan untuk menciptakan siswa menjadi penembak-penembak jitu soal-soal pilihan ganda pada ujian nasional. Guru menyiapkan siswa yang harus menjawab soal-soal ujian nasional secara tepat sasaran, sebab kalau meleset akan berakibat fatal dalam menentukan kelulusan siswa.
Pro dan kontra pelaksanaan ujian nasional setiap tahun terus berkembang. Berbagai pihak mengacungkan bermacam argumentasi dan sibuk mencari pembenaran terhadap argumentasi yang mereka ajukan. Dalam sebuah proses, hal tersebut tentu saja sesuatu yang lumrah terjadi. Tetapi kalau dibiarkan terlalu berkembang akan memberi warna yang negatif bagi perkembangan pendidikan di tanah air.
Salah satu imbasnya adalah, tugas pokok guru (terutama guru kelas tiga/ XII) telah banyak yang melenceng dari hal utama yang termaktub dalam kurikulum.Yang salah tentu saja bukan kurikulumnya. Banyak indikator yang menyebabkan kesalahtafsiran dalam menghadapi ujian nasional. Dan guru sebagai laskar terdepan harus selalu siap sedia mengangkat senjata menerima instruksi sang atasan dalam menghadapi arena ujian nasioal tadi.Guru pun harus siap menjadi tumbal mortir yang ia tembakkan sendiri.
Sementara itu sejak awal di dalam kurikulum telah diamanatkan pembelajaran bahasa Indonesia yang (untuk sementara) sebenarnya sudah cukup baik dalam mengakomodir pembelajaran sastra. Jika kita buat pemetaan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas (khususnya pembelajaran puisi), maka keadaannya kira-kira seperti berikut.
------------------------------------------------------------------------
¹) Mengutip istilah yang digunakan Habiburrahman el Shirazy dalam novel Ayat-Ayat Cinta

Halaman 1 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.



No Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1 X (sepuluh) 1. Memahami siaran atau
cerita yang disampaikan
secara langsung/ tidak
langsung

2. Membahas cerita pendek
melalui kegiatan diskusi




3. Memahami wacana sastra
melalui kegiatan membaca
puisi dan cerpen



4. Mengungkapkan pikiran,
dan perasaan melalui
kegiatan menulis puisi


5. Memahami cerita rakyat
yang dituturkan







6.Mengungkapkan pendapat
terhadap puisi melalui
diskusi





7. Memahami sastra Melayu
klasik



8. Mengungkapkan pengalaman
diri sendiri dan orang lain ke
dalam cerpen Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/melalui rekaman


1. Mengemukakan hal-hal yang menarik
atau mengesankan dari cerita pendek
melalui kegiatan diskusi
2. Menemukan nilai-nilai melalui kegiatan
diskusi

1. Membacakan puisi dengan lafal, nada,
tekanan, dan intonasi yang tepat
2. Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik
suatu cerpen dengan kehidupan sehari-
hari

1. Menulis puisi lama dengan memper-
hatikan bait, irama, dan rima
2. Menulis puisi baru dengan memper-
hatikan bait, irama, dan rima

1. Menemukan hal-hal yang menarik ten-
tang tokoh cerita rakyat yang disampai
kan secara langsung dan atau melalui
rekaman
2. Menjelaskan hal-hal yang menarik
tentang latar cerita rakyat yang
disampaikan secara langsung dan atau
melalui rekaman

1. Membahas isi puisi berkenaan dengan
gambaran penginderaan, perasaan,
pikiran, dan imajinasi melalui diskusi
2. Menghubungkan isi puisi dengan
realitas alam, sosial budaya, dan
masyarakat melalui dskusi

1. Mengidentifikasi karakteristik dan
strukur unsur intrinsik sastra Melayu
klasik
2. Menemujkan nilai-nilai yang terkandung
di dalam sastra Melayu klasik

1. Menulis karangan berdasarkan kehidupan
diri sendiri dalam cerpen (pelaku,
peristiwa, latar)
2. Menulis karangan berdasarkan
pengalaman orang lain dalam cerpen
(pelaku, peristiwa, latar)


Halaman 2 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.
.


No Kelas

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1
XI (sebelas)
1.Memahami pementasan
drama





2. Memerankan tokoh
dalampementasan drama




3. Memahami berbagai hikayat,
novel Indonesia/ novel
terjemahan


4. Memahami pembacaan
cerpen



5. Mengungkapkan wacana
sastra dalambentuk
pementasan drama




6. Memahami buku biografi,
novel, dan hikayat



7. Menulis naskah drama
1. Mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan
perwatakannya, dialog, dan konflik pada
pementasan drama
2. Menganalisis pementasan drama
berdasarkan teknik pementasan


1. Menampaikan dialog disertai gerak-gerik
dan mimik, sesuai dengan watak tokoh
2. Mengekspresikan perilaku dan dialog
tokoh protogonis dan antagonis


1. Menemukan unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik hikayat
2. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan

1. Mengidentifikasi alur, penokohan, dan
latar dalam cerpen yang dibacakan
2. Menemukan nilai-nilai dalam cerpen
yang dibacakan

1. Mengekspresikan dialog para tokoh
dalam pementasan drama
2. Menggunakan gerak-gerik, mimik, dan
intonasi, sesuai dengan watak tokoh
dalam pementasan drama


Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan dengan hikayat


1. Mendeskripsikan perilaku manusia
melalui dialog naskah drama
2. Menarasikan pengalaman manusia
dalambentuk adegan dan latar pada
naskah drama



Halaman 3 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.


No Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1 XII
(dua belas) 1. Memahami pembacaan novel





2. Mengungkapkan pendapat
tentang pembacaan puisi





3. Memahami wacana sastra
puisi dan cerpen




4. Mengungkapkan pendapat,
informasi, dan pengalaman
dalam bentuk resensi dan
cerpen

5. Memahami pembacaan teks
drama



6. Mengungkapkan tang-
gapan terhadap
pembacaan puisi lama


7. Memahami buku
kumpulan puisi
kontemporer dan karya
sastra yang dianggap
penting pada tiap priode



8. Mengungkapkan pendapat
dalam bentuk kritik dan esai 1. Menanggapi penmbacaan penggalan
novel dari segi vokal, intonasi, dan
penghayatan
2. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari
pembacaan novel

1. Menanggapi pembacaan puisi lama
tentang lafal, intonasi, dan ekspresi
yang tepat
2. Mengomentari pembacaan puisi baru
tentang lafal, intonasi, dan ekspresi
yang tepat.

1. Membacakan puisi karya sendiri
dengan lafal, intonasi, penghayatan,
dan ekspresi yang sesuai
2. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik
cerpen

1. Menulis resensi buku kumpulan cerpen
berdasarkan ursur-unsur resensi
2. Menulis cerpen berdasarkan kehidupan
orang lain (pelaku, peristiwa, dan latar)

1. Menemukan unsur-unsur intrinsik teks
drama yang didengar melalui pembacaan
2. Menyimpulkan isi drama melalui
pembacaan teks drama

1. Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang
terkandung dalam gurindam
2. Menjelaskan keterkaitan gurindam
dengan kehidupan sehari-hari

1. Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri
puisi kontemporer melalui kegiatan
membaca buku kumpulan puisi
kontemporer
2. Menemukan perbedaan karakteristik
angkatan melalui membaca karya sastra
yang dianggap penting setiap priode

1. Memahami prinsip-prinsip penulisan
kritik dan esai
2. Menerapkan prinsip-prinsip penulisan
kritik dan esai untuk mengomentari karya
sastra.
Sumber: Permen 22, 23 tahun 2006 ²
-------------------------------------------------------------------------------------------
²) Kurikulum Bahasa Indonesia SMA

Halaman 4 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.

Agaknya pada pembelajaran sastra di sekolah-sekolah, kedua hal tersebut di atas selalu yang menjadi alasan mengapa pembelajaran sastra selalu diabaikan. Pertama, ujian nasional selalu dianggap sebagai monster yang sangat menakutkan. Kedua materi sastra dan ketersediaan alokasi waktu yang tidak memadai.
Padahal kalau melihat realitas pembelajaran yang ada, kedua alasan tersebut sungguh sangat tidak realistis. Logikanya, kalau semua yang diamanatkan pada kurikulum yang terdiri dari kompetensi membaca, menulis,mendengar, dan berbicara benar-benar diajarkan dengan maksimal, maka secara tidak langsung penembak-penembak jitu soal ujian nasional tersebut sebenarnya sudah siap tempur. Mengapa demikian? Bukankah sebenarnya materi soal ujian nasional tersebut adalah pengejewantahan dari kompetensi membaca, menulis, mendengar, dan berbicara tadi?
Kedua, kalau materi sastra dan alokasi waktu yang menjadi alasan, maka itu juga tidak realistis. Lihatlah materi sastra yang tersedia pada pada kurikulum sekolah menengah pada tabel di atas. Untuk kapasitas seorang siswa sekolah menengah, materi sastra di atas sudah cukup kaya. Lalu tentang alokasi waktu? Bukankah pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru benar-benar sudah harus mampu memanej sendiri pembelajarannya? Artinya, guru sudah harus mampu mengelola sendiri alokasi waktu sesuai dengan materi yang tersedia. Cheng dalam Abu-Duhou (2003: 127) menyatakan anggota pengelola sekolah (termasuk guru) memiliki otonomi dan tanggung jawab lebih besar atas penggunaan sumberdaya dalam memecahkan persoalan dan kegiatan pendidikan yang efektif ³
Memang, masih banya persoalan yang acap kali muncul di permukaan yang kalau dicermati cukup sensitif juga dalam memengaruhi pembelajaran misalnya persoalan seputar sarana pembelajaran. Namun bagi seorang guru yang profesional, kiranya hal-hal semacam itu akan dapat diatasi secara baik. Benar memang kalau didukung sarana sekolah yang lebih lengkap, maka pembelajaran sastra akan dapat berlangsung lebih baik. Tetapi untuk pembelajaran sastra sebenarnya cukup memberi peluang yang sangat besar dalam menggunakan berbagai sarana/ media alternatif.
--------------------------------------------------------------------
³) Ibtisam Abu-Duhou, School-Based Management, (Jakarta, 2003), hlm. 127. Lihat juga Zamroni dalam Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jakarta, 2003), hlm. 26: Sebagai pekerja profesional dan orang yang paling tahu keadaan peserta didik dan lingkungannya, guru harus diberikan kebebasan penuh dalam menjalankan tugas. Instruksi, pengarahan , dan petunjuk dari atas perlu direduksir semaksimal mungkin.

Halaman 5 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara15 Novemberi 2008.
Pembelajaran Puisi, Pembelajaran Penuh Warna Membangun Jiwa
Adalah suatu anugerah bagi seorang guru yang ditawari untuk memberikan pembelajaran puisi kepada siswa melalui kurikulum bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran puisi tersebut sungguh akan dapat memberi warna bagi perkembangan mental siswa ke arah yang lebih positif. Bahwa sebuah keniscayaan kalau materi pembelajaran bahasa Indonesia (terutama pembelajaran sastra) tentulah memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan materi mata pelajaran lain di sekolah. Materi pembelajaran sastra (puisi) harus hadir sebagai pembelajaran yang tidak saja sebagai ladang ilmu pengetahuan, namun lebih dari itu harus hadir untuk dinikmati bersama-sama oleh guru dan siswa. Siswa harus ditempatkan sebagai subjek pembelajaran. Hal tersebut sangat dimungkinkan dengan sistem school based management 4 Artinya, guru hasrus benar-benar mampu menerjemahkan tujuan utama yang diharapkan oleh kurikulum.Guru lah aktor utama di dalam kelas.
Pembelajaran puisi bukan sekadar pembelajaran yang diselaraskan dengan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan matematis yang diajukan guru. Pembelajaran puisi (juga) adalah sebuah sebuah proses pematangan diri siswa yang hasil akan diperoleh dalam sebuah proses yang panjang. Proses ketika siswa melakoni kehidupannya yang akan banyak memiliki hubungan simetris dengan peristiwa-peristiwa yang dihadirkan dalam (pembelajaran) puisi. dan bukan sekadar pembelajaran. Karena itu juga guru harus mamp menghadirkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Ini tentu saja sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-undang Repuplik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seperti yang termaktub pada Pasal 40 ayat 2 yang menyatakan bahwa seorang pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis 5
Pembelajaran puisi juga harus diselelaraskan antara pembelajaran yang menghasilkan kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep dasar puisi dengan kompetensi komunikatif siswa secara praktis tentang puisi. Bahkan kalau ditarik benang merah, maka porsi untuk kemampuan praktis siswa harus menjadi prioritas. Kurikulum bahasa Indonesia tentu saja juga lebih mengamanatkan kemampuan praktis tersebut dibandingkan kemampuan teoretis belaka. Kalau kemampuan teoretis tersebut yang diutamakan, maka tujuan utama
---------------------------------------------------------------------
4) Zamroni, Manuju Masyarakat Belajar (Jakarta, 2003), hlm.20 yang artinya manajemen berbasis sekolah.

5) Depdiknas. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (Jakarta, 2003), hlm.37.
Halaman 6 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.
pembelajaran puisi tidak akan tercapai selain sekadar menciptakan siswa menjadi penembak-penembak jitu seperti pembicaraan awal tulisan ini.
Agar pembelajaran puisi dapat hadir seperti yang diharapkan, yaitu sebuah proses pematangan diri siswa dan mampu mengapresiasi puisi serta hubungannya dengan nilai-nilai kehidupan di sekitar siswa, maka tentu saja harus diciptakan sebuah proses pembelajaran seperti yang dimanatkan oleh undang-undang di atas. Zamroni mengatakan kalau dalam mengajar guru tidak boleh terpancang pada materi dalam kurikulum semata, melainkan guru harus aktif untuk mengaitkan kurikulum dengan lingkungan yang dihadapi siswa, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial 7. Berikut ini akan ditawarkan beberapa teknik dalam melakukan pembelajaran puisi di kelas. Sebagian mungkin saja pernah dilakukan oleh para guru. Namun jika belum, maka teknik-teknik yang seluruhnya sudah pernah dicobakan ini akan mampu membawa ke sebuah proses pembelajaran yang benar-benar mengasyikkan siswa (juga guru).

1. Menulis Puisi Ala Pak Taufik Ismail
Materi ini diajarkan pada kelas X dengan standar kompetensi, Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah,1. Menulis puisi lama dengan memperhatikan bait, irama, dan rima, dan 2. Menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima. Menulis puisi ala Pak Taufik Ismail ini dapat dipraktikkan dengan sangan menarik di kelas.

2. Publikasi Puisi dalam terbitan Antologi Puisi Sederhana, Mading, Koran, dan Majalah
Setelah siswa menulis puisi, maka sebaiknya beberapa karya mereka diterbitkan secara priodik dalam antologi puisi yang sederhana. Penerbitan dalam bentuk antologi puisi tersebut akan menambah rasa percaya diri siswa dalam menulis puisi. Penerbitan antologi puisi ini langsung di bawah bimbingan guru. Selain itu, publikasi pusi siswa dapat pula dilakukan pada majalah dinding, koran, dan majalah.

3. Musikalisasi Puisi
Materi ini terdapat pada kelas X dengan standar kompetensi, mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi. Kompetensi dasar yang ditawarkan adalah, 1. Membahas isi puisi
--------------------------------------------------------------------------------------------
7) Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Jakarta, 2003), hlm. 31.
Halaman 7 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara15 Novemberi 2008.
berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi, dan 2. Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi
Langkah-langkah pembelajaran:
1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari lebih kurang empat atau
lima orang.
2. Kepada masing-masing kelompok diberikan sebuah puisi yang berisi realitas alam, sosial
budaya, dan masyarakat untuk diaransemen.
3. Puisi yang telah diaransemen kemudian dilatihkan untuk tampilan musikalisasi puisi.
4. Masing-masing kelompok menampilkan hasil musikalisasi puisinya di kelas.
5. Kelompok yang lain memberikan taggapan terhadap penampilan dan isi puisi kelompok
lain dalam format diskusi yang dipandu guru.

4. Diskusi Bersama Sastrawan/ Penyair
Megundang sastrawan ke hadapan siswa secara langsung akan membawa pencerahan batin siswa. Dengan bertemu langsung dengan pencipta puisi yang mereka baca ketika sedang belajar di kelas akan menambah cakrawala berpikir positif siswa. Motivasi yang kuat untuk mampu menulis diharapkan muncul dari siswa. Para sastrawan pun akan dengan senang hati akan bersedia hadir ke kelas tanpa harus dibayar mahal. Hal ini dimungkinkan sebab mereka juga menginginkan sosialisasi lebih luas tentang dunia sastrawan/ penyair, terutama terhadap para siswa sebagai generasi masa depan.

5. Pembacaan Puisi dengan Teknik Balainang (Baca, Nilai,dan Menentukan Pemenang)
Teknik ini digunakan pada kelas XII dengan standar kompetensi, mengungkapkan
pendapat tentang pembacaan puisi. Kompetensi dasarnya adalah, menanggapi pembacaan
puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat, dan 2. Mengomentari pembacaan puisi baru tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Teknik Balainang ini dilakukan langsung oleh siswa melalui panduan guru. Dengan membaca, menilai, dan menentukan pemenang pembacaan puisi akan membuat siswa memiliki perhatian penuh terhadap pembelajaran puisi yang sedang berlangsung.

Halaman 8 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.
.


Penutup
Sesungguhnya untuk mengembangkan apresiasi siswa terhadap puisi dan penciptanya sangat dimungkinkan dimulai dari sebuah pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Kurikulum telah memberi sebuah ruang dan waktu yang cukup terbuka bagi pengembangan sastra tersebut. Hal mendasar sesungguhnya yang harus dibangkitkan justru motivasi seorang guru bahasa Indonesia untuk mulai membuka cakrawala baru pembelajaran sastra (puisi) di kelas. Mereka memiliki wewenang kearifan yang sangat tinggi untuk mengembangkan sastra di sekolah. Pengembangan sastra di sekolah harus didasari untuk membentuk pencerahan batin dan kehalusan budi siswa. Dengan didasari hal tersebut, maka tujuan yang diharapkan kurikulum pun akan tercapai dengan sendirinya. Jadi sekali lagi, akar pembelajaran sastra itu akan berkembang di sekolah terletak pada pundak seorang guru. Mulailah mencintai sastra. Guru lah kata kuncinya!



Sumber Rujukan

Abu-Duhou, Abu-Duhou. 2003. School-Based Managemen. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

El Shirazy, Habiburrahman, 2004. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.

Ismail, Taufik. 2005. Metode Penulisan Puisi. Makalah. Jakarta: Depdiknas.

Zamroni. 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Jakarta: Depdiknas






Halaman 9 ---------------------------------- Disampaikan pada seminar yang diadakan Dinas Pariiwisata, Urban
Art Asociates, dan Komunitas Home Poetry, Taman Budaya
Sumatera Utara, 15 Novemberi 2008.

No comments: