Thursday, 24 May 2018

TUGU SASTRA GELAR TEMU PENYAIR NUSANTARA 2018


Sabtu, 12-14 April 2018 sejarah baru dalam dunia sastra Indonesia terukir. Tepat pada hari tersebut terlaksana acara Temu Penyair Nusantara 2018 dengan tajuk Puisi Meretas Keberagaman dan Menolak Intoleransi.
Acara ini diinisiasi oleh dua orang penyair asal Pematangsiantar, yakni Itov Sakha dan Ubai Dillah Al Anshori dengan dibantu oleh adik-adik dari SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 5 Pematangsiantar, yang tergabung dalam komunitas Tugu Sastra Siantar.
Susunan acara dirancang sangat menarik dari hari pertama hingga selesai. Ditambah dengan kehadiran sastrawan nasional, Saut Situmorang menambah antusiasme para peserta semakin tinggi.
Para penyair yang hadir berasal dari berbagai daerah, antara lain Medan, yaitu M. Raudah Jambak, Yulhasni, Julaiha Sembiring, Yulia Tasnim, Fitria Panjang, Annisa Tri Sari, Titan Sadewo, Siti Maulidina, dan Dina Mariana; ada pula dari Takengon yaitu Zuliana Ibrahim; Karawang yaitu Rizki Andika; Cianjur yaitu Ihsan Subhan; Padangsidempuan yaitu Sunaryo JW; Pekanbaru/Riau yaitu Kunni Masrohanti dan Asqalani Nst.; Pasaman, Sumatera Barat yaitu Arbi Tanjung; Padang Panjang yaitu Sulaiman Juned; dan dari Pematangsiantar sendiri seperti Thomson Hs. dan lain-lain. Para penyair bermalam dan menginap di Pusat Koperasi Bekatigade.
Jalannya Acara
Hari pertama sekaligus pembukaan oleh Walikota Siantar, yang diwakili oleh Staf Ahli, berlangsung di Balai Kota, Aula Bappeda. Acara yang digelar adalah seminar mengenai proses kreatif penyair dalam menciptakan karyanya (dalam hal ini puisi). Pembicara seminar dibawakan oleh M. Raudah Jambak dan Kunni Masrohanti. Peserta yang hadir selain rekan-rekan penyair, adalah guru-guru dan siswa dari sekolah menengah atas kota Pematangsiantar.
Ubai Dillah Al Anshori, selaku ketua panitia mengatakan bahwa tujuan dari acara ini bukan hanya sekadar silaturahmi para penyair dari berbagai kota di Pematangsiantar, melainkan juga untuk menghidupkan kesusatraan di kota itu sendiri. “Kita mengundang siswa-siswa SMA dari berbagai sekolah untuk turut serta menjadi peserta karena kita ingin sumber daya manusia di kota Pematangsiantar itu melek terhadap sastra, khususnya puisi. Langkah yang bisa kita mulai adalah dengan kegiatan ini,” ujarnya.
Selesai seminar, rangkaian acara dilanjutkan dengan wisata sejarah kota Pematangsiantar. Tempat yang dituju adalah Makam Raja Sang Naualuh Damanik dan Vihara Avalokitesvara.
Kemudian sekitar pukul empat sore rombongan penyair mengarah ke Kedai Kopi Kok Tong sembari bersantai menikmati kopi dan berbagi cerita seputar puisi.
Malam hari acara panggung apresiasi di Tugu Becak, yaitu ikon kota Pematangsiantar. Para penyair masing-masing membacakan puisinya. Panggung apresiasi ini juga diisi oleh seniman lokal kota Pematangsiantar seperti tarian, stand up comedy, dan musik etnik.
Hari kedua acara Orasi Budaya dengan pembicara Saut Situmorang dan Erizal Ginting digelar di Hotel Sapadia membahas eksistensi sastra Indonesia saat ini. Para peserta yang hadir tampak semakin banyak. Diskusi yang aktif menandakan geliat sastra di kota Pematangsiantar terpancing.  Acara yang berlangsung selama tiga jam itu diselingi oleh pembacaan puisi dari para penyair maupun dari para siswa. Acara diakhiri dengan peluncuran Antologi Puisi Anggrainim, Tugu dan Rindu.
Pertemuan dengan bapak Erizal Ginting tidak sebatas itu, malam harinya para penyair diundang untuk mengunjungi rumah beliau untuk melihat-lihat koleksi sepeda motor antiknya. Ia menamakan tempat itu adalah musem motor, sekretariat Bom’s (komunitas pecinta BSA).
Hari ketiga yang menjadi penutup rangkaian acara yaitu para penyair berangkat ke Parapat, Danau Toba. Tiba di Parapat, para penyair disambut oleh pengurus Geopark Danau Toba, Corry Paroma Panjaitan. Sedikit banyak beliau menjelaskan asal usul terbentuknya Danau Toba dan peran Geopark dalam menjaga dan melestarikan Danau Toba.
Selanjutnya para penyair menuju tepi Danau Toba untuk kembali membacakan puisinya. Memang seperti itulah darah penyair, selalu ingin meneriakkan kata-kata, mengekspresikan rasa syukur melalui puisi. Tepat di bawah Pesanggrahan Bung Karno, para penyair bergantian membaca puisi.
Tidak sah rasanya jika belum menyatukan tubuh dengan dingin air Danau Toba. Setelah membaca puisi sebagian penyair menyerahkan tubuhnya ke hamparan danau indah yang berair hijau itu.
Acara ditutup ditandai dengan pengabadian momen, dengan doa-doa dan dengan harapan semoga tali rindu terus tersambung, ruang kenangan selalu ada mengisi batin agar langkah selalu mengarah pada pertemuan-pertemuan berikutnya.

ALDA MUHSI

No comments: