Thursday, 27 September 2012

DAFTAR NAMA PESERTA LOMBA BACA PUISI KEPAHLAWANAN KOMUNITAS HOME POETRY No. Nama Alamat Tempat/Tanggal Lahir No. Hp E-mail Alamat. Fb Keterangan 1. Siti Chairani T. Merawa bebycantykcelalu@facebook.com 2. Abdul Rahman (KAKTUS UISU) Gg. UISU K. Tanjung, 8 Januari 1992 085275352347 Once2rahman@yahoo.com Abdul_kacang@yahoo.com 3. Arsatma Bangun (KOMPAK) Jl. Doro Wangi, Gg. Wangso 5 A Batu Karang, 6 Juli 1989 087768377825 Arsatmab@yahoo.com Arsatmabangun 4. Milta Febriansi Sembiring (KOMBAS Nomensen) Jl. Cendana No 2 Kabanjahe, 22 Februari 1993 085765168128 Milta_Febriansi@yahoo.com Febriansim@yahoo.co.id 5. Ceria Kristi Br Tarigan Jl. Timor No. 32 A Sialang, 6 Mei 1993 087868429367 ceriakristitarigan@roketmail.com ceriakristi@yahoo.com 6. Oktorido Heri Trisno Situmorang (KOMBAS Nomensen) Jl. Selup Gg. Damar No. 1 E Galang, 5 Oktober 1991 087869317164 oktoridhoheri@rocketmail.com 7. Gud Slamat (KOMBAS Nomensen) Jl. Bhayangkara Gg. Setia Jadi 1A Ambartala, 7 November 1992 085361813573 8. Paiman Pandiangan (KOMBAS Nomensen) Jl. Sejari Kampung Durian Sei Dua, 13 November 1992 081269380293 paizhapandiangan@yahoo.co.id paizhapandiangan@yahoo.co.id 9. Wiwik Simanjuntak Jl. Rela No. 112 Pancing P. Siborna, 8 September 1991 085760955542 wiwiksimanjuntak@gmail.com wiwik.simanjuntak@yahoo.co.id 10. Gresna R. Putri Simanjuntak Jl. Rela No. 112 Pancing P. Siborna, 31 Agustus 1993 085275139152 Geznaputrie@yahoo.com 11. Rizky Endang Sugiharti Jl. Medan - Tj. Merawa Km. 12 Gg. Benteng No. 122 Medan, 21 Juni 1989 081260659021 res_endank21@roketmail.com Rizky Endang Sugiharti 12. Tri harun Syafii Jl. Garu III Medan Medan, 16 Januari 1993 087748546646 13. Azizah Nur Fitriana Jl. Bunga Cempaka No. 64 E Padang Bulan Medan, 12 Juni 1993 085763970512 fitriana.azizahnur@yahoo.com 14 Rika Pebriyanti Jl. Veteran Psr 7 Gg. Puskesmas No. 55 A Medan Medan, 20 Februari 1994 083194362320 Veby_shita@yahoo.com Veby_shita@yahoo.com 15. Winda prihartini Jl. Paku Gg. Siku tanah 600 Marelan Medan, 28 September 1992 083197992118 winda.prihartini@roketmail.com windaprihartini@roketmail.com 16. Ade Sya Putra Jl. Setia Luhur Gg. Budi No. 174 a Medan, 1 Agustus 1992 085767657451 ade.syaputra26@yahoo.co.id ade.syaputra26@yahoo.co.id 17. Dewi Kartika Putri Hulu Perumnas Simalingkar A Cengkeh II Gunung Sitoli, 17 Maret 1995 082369993199 cute.iekha13@yahoo.co.id cute.iekha13@yahoo.co.id 18. Muklis Al-Anshor Gg. M. Yasin Dsn. XII B. Khalippah B. Kalippah, 11 Juni 1991 08576014415 muan_anshor@yahoo.co.id muan_anshor@yahoo.co.id 19. Dewi Agus Fernita Ginting Jl. Siang No. 118 Kabanjahe, 25 Agustus 1991 085830326272 dewiagusfernitaginshu@yahoo.com Deazt Brechet Ginshu 20. Robby Subrata Jl. Pelaksanaan 1 Dsn. IV Gg. Famili VI Medan, 24 Oktober 1991 085658100018 robby.sketsa24@gmail.com robby.sketsa10@gmail.com 21. Annisa Tri Sari Jl. DC Barito Komp. PPKS No. 7B Bandar Kuala, 22 Mei 2012 087868092122 annisatrisari@roketmail.com nisa_saosin@yahoo.com 22. Dessy Annisa Putri Jl. Pancing. Komp. Medan Estate No. 9/Meranti Medan, 8 Desember 1988 085372776339- 087766140991 dcy_cute_821@yahoo.com 23. Isnayanti Lubis Jl. Bringin Psr. VII Tembung Medan, 31 Januari 1991 087869233856 isna.yanti31@gmail.com na.muqerjy@gmail.com 24. Julaiha S Jl. Selar No. 4 D Medan Medan, 11 Juni 1993 083194444199 Julaihasembiring93@gmail.com Julaiha aiha 25. Nurwidasari Lubis Jl. Letda Sujono Medan, 26 Oktober 1991 082369424397 nur.wida357@gmail.com Nurwidasari Lubis 26. Rizka Walidain Harahap Jl. Sekata 99 Nusa Indah Medan, 16 Desember 1997 081269850047 Rizqawalidain@yahoo.co.id 27. Sri Wulandari Jl. Medan-Binjai Km. 12,5 Gg. Damai P. Siantar, 7 Juni 1995 085361625385 wulan.sweety96@yahoo.com Wulan claluw 28. Marsela Arfina Jl. Medan-Binjai Km. 13 Konggo Aceh, 10 September 1995 082364959209 ela_cop@yahoo.co.id Marsela Arfina 29. Siti Nurlailli Jl. Sederhana Desa Sambirejo Timur PSR XI Tembung medan/15 Mei 1996 083194390029 sitimurlailli@ymail.com Nurlailisiti76@yahoo.com 30. Nazmul Asri Jl. AR. Hakim Gg. Langgar No. 3 Medan, 10 Juli 1995 087867523371 Nazmul.Asri@yahoo.com Nazmul Asri 32. Aisyah Haura Dika Alsa Jl. Perjuangan Gg. Sedar No. 7 Medan Medan, 4 September 1995 085763254002 alla_haura@yahoo.co.id 33. Rispandi Adha Jl. Sutomo Ujung Komp. T. Wakaf Medan, 10 Mei 1995 085262464698 34. M. Chairin Nazlan Jl. Jati No. 60 Medan, 29 Juli 1994 085261263244 g-jail@yahoo.com 35. Bayu Pamungkas Galang Kab. Deli Serdang Petumbak, 10 Oktober 1996 082369011752 36. Diah Afifah Sriekandi Jl. Thamrin No. 45 L. Pakam Medan, 10 Maret 1992 087868683320 sriekandiafifah@yahoo.co.id afifah.arrahman@gmail.com 37. Rabiah Jl. Rawacangkung I Gg. Masjid No. 10 Medan, 31 Mei 1993 087869363548 Rae-biachunique@yahoo.co.id Biah Sixfemmesrevsie 38. Neni May Aida Lubis Jl. Denai Gg. Sepakat No. 7 Medan Denai Medan, 27 Mei 1997 085261301307 bintangserious@yahoo.com Neni Aida Lbizz 39. Tri Utami Raudani Jl. Pelajar Timur Gg. Kasih. Perumahan Puri Firdaus No. 04 C Ajamu, 25 April 1994 085763032376 trimie_tami@yahoo.com Tri Utami Raudani 40. Liza Zahrina Jl. Pukat III No. 55 Mandala By Pass Medan Medan, 6 November 1994 082364265804 zha_lizazahrina@yahoo.com Zahrini Zha Lizha 41. Ayu Syafitri Wulan Sari Jl. Thamrin Lubuk Pakam Deli Serdang, 19 Februari 1995 081370064496

Nihilisme Sampai Sampan Zulaiha

Damiri mahmud. Ketika membicarakan "Sampan Zulaiha" dalam tulisan yang lalu, saya tidak berpretensi sebagai guru dan Hasan Albana sebagai murid. Kalau dalam tanggapannya Mihar Harahap (MH) menyebut posisi kami seperti itu, itu tentulah asumsi MH saja. Dalam pembicaraan kali ini saya pun lebih memfokuskan diri kepada teks mungkin untuk melengkapi tesis saya terdahulu atau sekali gus sebagai respons terhadap Supri Harahap dan MH. Protagonis Tiurmaida adalah tokoh yag melankolik. Sebagaimana orang yang bersifat melankolik dia pendiam, berusaha mengisolasi diri, pemurung, sayu dan tidak nyambung dibawa bermusyawarah. Dia bukanlah prototipe perempuan di suatu daerah atau etnis tertentu. Dia bisa ditemui di mana saja tentu dengan mengubah nama dan aksesori yang melekat pada latar. Demikianlah serupa halnya dengan tokoh ibu dalam "Parompa Sadun…", Ompu Gabe dalam "Ceracau Ompu Gabe", Sarma dan Saipe dalam "Horja", Wak Bandi dalam "15 Hari Bulan", bapak Zulaiha dan Zulaiha dalam "Sampan Zulaiha". Mak Odah dalam "Hanya Angin…", Rabiah dalam "Rabiah", (Bukankah MH telah menemukan "Rabiah" di Mesir?) bahkan mungkin Risda dalam "Rumah Amang Boru" lebih jauh adalah seorang melankolia! Apa yang dapat dimainkan pengarang dengan prototipe seragam seperti ini? Melihat alur, gerak dan terutama narasi dengan gaya berlebih-lebihan dapat kita simpulkan bahwa buku ini berisi cerpen-cerpen melodrama. Demikianlah kita lihat semua kisah berakhir dengan kesialan, kesedihan dan kematian. Kisah-kisah melodrama yang dengan begitu pengarang selalu berusaha mengharu-birukan pembaca terasa berlebih-lebihan dan tidak wajar. Mengapa Ompu Gabe harus mati sungguhan saat berlakon di tiang gantungan? Bukankah dia telah membesarkan anak-anaknya selama 22 tahun menarik beca. Tentu hal itu telah menjadikannya matang sebagai manusia yang mempunyai sikap sebagaimana yang dikatakannya bahwa Teresia adalah pengkhianat? Jadi kalau dia harus mati di tali gantungan karena kecewa tak melihat bekas istrinya itu bukankah ini suatu yang cengeng? Tiurmaida yang dikutuk, kematian anak dan suami yang terpasung lalu bekerja sebagai pemecah batu. Tak cukup kesedihan itu dideritanya dia mati tertimbun tanah longsor. Tokoh Ibu dalam "Parompa Sadun…" mengapa harus mati "hanya" tak mendapat cucu lelaki? Dalam "Horja" tokoh Saipe akhirnya mau dijodohkan dengan Tunggul, membuat Saima, ibunya bukan main girangnya. Pesta besar-besaran pun disiapkan. Di hari H-nya, Saipe lari kawin dengan Gindo tak lupa "menilap" uang persiapan pesta. Tamu-tamu berdatangan, bukannya melihat penganten sebagai niat semula, tapi melayat Saima yang terkapar mati. Haji Sodung orang kaya, telah empat kali naik haji lalu kematian isteri. Niat hati mau "ganti tikar" tapi dihalang-halangi oleh Risda yang bermanis-manis, tapi habis-habisan mengerjai mertua. Bukannya Haji Sodung mendapat "kawan tidur’ di hari tua, harta pun amblas awak tinggal di rumah jompo! Mak Odah tak diberi kesempatan untuk hidup senang atau hanya sederhana. Suaminya mati, anak lelakinya hilang di perantauan, anak perempuannya pula tak pulang-pulang hidup berumah tangga di Jerman. Celah Mak Odah untuk hidup wajar akhir tertutup. Dia menampik pinangan seorang duda kaya dan hiduplah dia kesepian dan merana. Wak Bandi? Nasip pensiunan itu lebih tragis lagi. Niat sucinya untuk naik haji kandas karena tambak yang diusahakannya musnah ditelan banjir dan dia mati tenggelam. Cerita tragis ini mencapai puncaknya dalam "Sampan Zulaiha". Seorang anak dara yang cacat disiksa ayahnya sedemikian rupa tanpa ada yang memperhatikan, menggubris dan menolongnya seolah mereka hidup hanya berdua. Akhirnya matilah dia tenggelam di laut. Inilah kisah-kisah melodrama yang "memilukan dan menyayat hati" (dalam tanda petik). Kisah yang direkayasa pengarang seperti yang disebut oleh SH hampir semua cerpen dalam SZ berkisah kemurungan yang dinarasikan dengan panjang berjela-jela. Atau kata MH bahwa HB memasung para tokohnya, sehingga konflik tidak berkembang wajar menjadikan logika rendah. Pada sisi lain, cerpen-cerpen melodrama selalu menghadapi resiko. Oleh karena perhatian pengarang teristimewa menitikberatkan kepada alur dan narasi yang berlebih-lebihan sisi lemahnya adalah penokohan jadi terabaikan. Dalam semua cerpen SZ protagonis dan dramatis personae adalah mesin atau robot yang digerakkan oleh pengarang. Sebagai pembaca kita tidak ikut bersedih hati ketika Tiurmaida dirundung malang, tidak sempat terpana dengan nasib Ompu Gabe yang lehernya terjerat benaran di tali gantungan. Bahkan tak merasakan nasib malang Wak Bandi dan sadism yang dialami Zulaiha. Kita keenakan dan keasyikan oleh kesibukan pengarang dengan gayanya memukau sehingga hampir tak sadar akan nasib yang menimpa sang protagonis. Mestinya pada cerita dengan penokohan (characterization) yang berhasil kita harus ikut merasakan pahit-manisnya keadaan tokoh. Atau bersimpati kepada seseorang protagonis dan berantipati terhadap lawannya. Lebih jauh bahkan kita selalu cenderung mengidentifikasikan diri terhadapnya. Seperti disebut SupriHarahap (SH), cerpen-cerpen itu cenderung diam tak bergerak. Jika Hasan tidak lihai bermain dengan bahasa, maka pembaca menemui kelelahan dan kejenuhan, katanya. Saya setuju. Bahkan kepiawaian Hasan bermain dengan bahasa sampai pada tingkat riskan. Dari satu tokoh ke tokoh yang lain dari masing-masing ceritanya Hasan seperti menikmati permainan bahasanya. Dia seperti tersihir mengolah kata demi kata yang indah di saat protagonisnya mengalami nestapa! "Uwak Bandi kehabisan tenaga, kehilangan doa. Tubuhnya dilumpuhkan air pasang. Kepalanya terdongak ke langit. Ei, mengapa dalam gontai-kuyup pandangan, dia menyaksikan Haji Sazali melayang ke pekarangan langit, menuju bulan? Haji Sazali tersenyum sambil melambaikan tangan, semacam kibasan ajakan. Uwak Bandi ingin menyahut lambaian itu. Bentang tangannya tengah berjuang menjadi benteng. Air enyandera Uwak Bandi. Bahkan, memerosokkan tubuhnya ke nganga lubang. Tenaga Uwak Bandi tinggal ampas. Tubuhnya timbul tenggelam, dihisap dihembuskan air pasang. Ah, adakah yang mampu mendengar gelepar tangisnya di perut air? "Haji Sazali, tega nian kau meninggalkanku…" (SZ hal. 101-102) Tingkat permainan bahasa lengkap dengan berbagai partikel dan klise yang menggelikan menurut hemat saya sudah di atas ambang keprihatian terhadap tokoh yang dihadapinya dalam keadaan sekarat. Apakah ini sebuah gejala nihilisme? Mengingat dengan permainan kata seperti itu nilai-nilai kemanusiaan dan kesusilaan kita sebagai pembaca merasa terusik. Nihilisme yang menggalakkan kehidupan pesimisme, kematian dan bunuh diri serta senda gurau yang berlebihan sebagai ciri-cirinya. Semua cerpen Hasan dalam buku ini tokoh-tokohnya mengalami kehidupan yang buram, kematian dan bunuh diri yang dinarasikan dengan gaya yang indah dan kocak. Lagi pula nihilisme selalu menyalahi dalam berkehidupan sosial dan berkeluarga. Kita lihat dalam cerpen "15 hari Bulan" Uwak Bandi adalah seorang yang sudah sepuh, pensiunan. Mengapa untuk ambisinya naik haji dia dibiarkan seorang sendiri membanting tulang membuka tambak lagi yang memang punya resiko tinggi? Tak ada yang mencegahnya. Seolah dia hidup seorang diri padahal dia punya keluarga. Biasanya dalam sebuah cerpen realisme protagonis selalu dijaga oleh penulis untuk memenangkan misi atau moral cerita. Dalam cerpen Chairul Harun "Budi" adalah seorang pensiunan letkol yang miskin bernama Marzuki berkunjung ke Jakarta. Dalam bus kota dia dihimpit para pencopet, sehingga pingsan. Seorang penumpang menolongnya. Menurunkannya dan membawanya dengan taksi ke rumahnya. Dia dirawat dengan seksama. Setelah sembuh, si penolong menerangkan mengapa dia menolongnya. Ternyata Letkol Marzuki semasa PRRI pernah menjadi komandan yang sempat menyelamatkan nyawa si penolong. Letkol pensiunan itu bersimpati. Ketika akan pulang ke kediamannya dia diam-diam berjanji dalam hati untuk mengambilnya menjadi menantu. Tapi sebaik letkol Marzuki pulang, lelaki itu buru-buru pindah rumah. Dia takut jantung Marzuki akan copot kalau mengetahui bahwa penolongnya itu raja copet di Jakarta. Kalau kita telisik dalam cerpen "15 Hari Bulan" tokoh Uwak Bandi adalah orang baik-baik saja. Bahkan cita-citanya setelah pensiun pun sangat baik pula. Naik haji. Mengapa pengarang meruntuhkan keingingan protagonis dengan menghadapkannya bermuka-muka dengan alam sebagai tokoh durjana atau antagonis? Inilah keabsurdan cerita ini. Cerita-cerita absurd yang banyak dibuat oleh Sartre, Camus, Kafka sebagai pemuka sastra nihilisme. Di Indonesia kita kenal Budi Darma, Afrizal Malna, Nirwan Dewanto, Joko Pinurbo dan para sastrawan postmodernisme umumnya ikut menyuarakan nihilisme dalam karya-karyanya. Nihilisme yang mengoyak tatakrama dan tata kehidupan sosial diperjelas dalam cerita "Sampan Zulaiha". Di sini ironi permainan kata-kata pengarang dengan kesadisan antagonis mencapai puncaknya. Pengarang seperti keasyikan atau maniak keindahan. Setelah bapaknya menikamkan runcing cuban, pisau penyirat jala, ke kening Zulaiha yang bersimbah darah, muncul kutipan ini: "Angin berontak. Ombak berderak. Dermaga usang berguncang. Zulaiha sejak lampau, tak pernah menabung, takut. Langit pekat. Cuaca sekarat. Udara bertumbangan. Aroma garam bercampur anyir darah bertebar di atas kepala Zulaiha. Bunyi petir macam suara nenek sihir. Menakutkan. Zulaiha tak kecut. Dia tegak menghadap laut. Kilat melesatkan cahaya, seperti cambuk api yang melecut tengkuk laut. Angin mendaki menghempas. Rambut Zulaiha mengibas, seperti melambai apa, atau menyahut siapa? Laut meninggi ribuan senti. Tempiasnya mencipta hujan air garam, menguyupkan tubuh Zulaiha yang timpang. Dia tadahkan lekuk tangan ke laut. Aha, Zulaiha hendak mendekap siapa? Tidak mendekap siapa-siapa. Malam itu, bukan dendam kesumat yang Zulaiha tunaikan, melainkan cita-cita: melaut sendiri, sendiri! O, tengoklah, sampan Zulaiha adalah tubuh Zulaiha sendiri." (SZ hal. 69-70). Bukankah gaya dalam narasi itu malah memberi sugesti terhadap perbuatan bunuh diri. Apalagi kalau kita kaji bahwa cerpen ini telah mengoyak tatakrama kehidupan, kekerabatan dan kekeluargaan. Ayah, si tokoh durjana , begitu bebas melakukan penyiksaannya. Tak ada sistem yang bisa menghambatnya. Baik keluarga, padahal dia menyiksa di hadapan ibu dan anak-anaknya, ataupun kerabat dan masyarakat, yang ikut menyaksikannya membantai si anak di hadapan mereka.

...... Akhirnya, kita sepakat membangun rumah Sesudah lelah memimpikannya dalam sajak Dalam benak berlumut: rumah dengan dua pintu Ke dalam dan ke luar, rumah dengan dua kamar Dan sepasang lubang kunci, kau dan aku Kemudian kita jadi terlebih memahami rumah Rumah ternyata menyimpan begitu banyak lubang Begitu banyak kamar, kita pun tak paham kapan Kita bisa sampai di sana untuk sekadar rebah mati, atau Lewat lorong dan pintu yang mana sebaiknya masuk Sebab rumah adalah labirin, laut, dan pada setiap kelok Pojoknya menganga palung-palung bahasa .........

Wednesday, 6 June 2012

PUISI KEMERDEKAAN, KEBANGSAAN DAN KEPAHLAWANAN

M. Raudah Jambak, lahir di Medan-5 Januari 1972. Kegiatan terakhir mengikuti Temu Sastrawan III di Tanjung Pinang. Cukup banyak kegiatan yang digeluti sejak SD yang berkaitan dengan seni, sastra dan budaya. Lokal, nasional, maupun Asia Tenggara. Secara nasional dimulai pada event PEKSIMINAS di Jakarta (Teater, 1995), LMCP_LMKS di Bogor (sampai 2008), MMAS Guru-guru se-Indonesia di Bogor (200&), work shop cerpen MASTERA, di Bogor (2003), Festival Teater Alternatif GKJ Awards, di Jakarta (2003) dan workshop teater alternatif, di TIM Jakarta 2003), Pameran dan Pergelaran Seni Se-Sumatera, di Taman Budaya Banda Aceh-Monolog (2004). Menyutradarai monolog "Indonesia Undercover" dalam seleksi Monolog 2005, di Taman Budaya Sumatera dalam rangka monolog nasional di Graha Bakti, Taman Ismail Marzuki. Ikut membidani Cublis di Lampung (2009). Membacakan Puisi di Gedung Idrus Tintin Riau (2010),dll. Karyanya dimuat di berbagai surat kabar/maja lah Indonesia-malaysia. Saat ini bertugas sebagai guru sastra dan dosen filsafat Panca Budi Medan. Asyik membidani Komunitas Home Poetry. Alamat kontak-Taman Budaya Sumatera Utara, Jl.Perintis Kemerdekaan No.33Medan.HP.085830805157.E-Mail: mraudahjambak@yahoo.com. Selain itu beberapa buku yang memuat karyanya juga sudahterbit,misalanya:MUARATIGA (antologi cerpen-puisi/Indonesia-Malay sia), KECAMUK (antologi pusi bersama SyahrilOK), TENGOK (antologi pui si penyair Medan), Antologi Puisi MEDITASI (Sastra religius, 1999), Antologi Puisi Seratus Untai Biji Tasbih (Sastra religius, 2000), Antologi esay PARADE TEATER SEKOLAH (Aster, 2003), Antolgi Esay 25 Tahun Omong-Omong Sastra (2004), Antologi Puisi 50 Botol Infus (Teater LKK UNIMED:2002) , Antologi Puisi Amuk Gelombang (Star Indonesia Production :2005), Antologi Puisi Ragam Jejak Sunyi Tsunami (Balai Bahasa Medan:2005), Antologi Puisi Jogja 5,9 Skala Richter (Ben tang:2006), Antologi Puisi Medan Puisi (2007), Antologi Puisi TSI 1 Tanah Pilih (Disbudpar Jambi:2008), Antologi Pusi Penyair Muda Malaysia-Indonesia (PENA Malaysia:2009), Antologi Puisi, Cerpen, dan Naskah Drama Medan Sastra (TSS-TSSU:2007), Antologi Puisi Medan Internatio nal Poetry Gathering (2008), Antologi Puisi dan Cerpen Merantau ke Atap Langit (Teater LKK UNIMED:2008), Antologi Cerpen 30 Terbaik Lomba Cerpen Tingkat Nasional Fes tival Kreativitas Pemuda 2007: LOKTONG (CWI:2007), Antologi Cer pen Tembang Bukit Kapur (ESCAEVA Jakarta:2007), Antologi Puisi FLP Indone sia (2008), Penyair Urban Antologi Puisi Laboratarium Sastra (2008), Antologi Cerpen RANESI – RADIO NEDERLAND SIARAN IN DONESIA (GRASINDO: 2009), Antologi Cerpen Denting (DKM:2006), Antologi Cerpen Jalan Menikung ke Bukit Timah (Disbudpar Pangkalpinang:2009), Antologi Cerpen Dari Pemburu Sam pai Ke Teraupetik Majelis Sastrawan Asia Tenggara (Pusat Bahasa: 2003), Novel Putri Run duk (Pusat Bahasa Jakarta, 2008), Antologi Cerpen LMCP Guru (2007-2008-2010), Antologi Cerpen TSI 2 Jalan Menikung ke Bukit Timah (Disbudpar Pangkal Pinang-BABEL,2009), Antologi Cerpen TSI 3 UJUNG LAUT PULAU MARWAH (Disbud par Tanjung Pinang : 2010),Antologi Puisi Narasi Tembuni- KSI Award, The Rocker (mengenang Murtidjono), dll, Unggulan I Tarung Penyair se-Asia Tenggara di Tanjung Pinang. Alamat Rumah : Jl. Murai Batu Kompleks Rajawali Indah E. 10 – sei Sikambing B – Sunggal – Medan – SUMUT – Indonesia 20122.

Sajak-sajak M. Raudah Jambak

INDONESIA, MERAH-PUTIHKU

Indonesia, Indonesia
di negeri ini aku dilahirkan
di negeri ini aku dibesarkan
di negeri ini aku menggapai
segala impian
segala harapan
segala cita
dan cinta


Indonesia, Indonesia
engkau adalah taman terindah
ibu yang paling ramah, penuh
kasih dan sayang
dalam suka
maupun duka

Indonesia, Indonesia
adalah do’a-do’a hikmat sebelum tidur,
adalah gula dalam setiap makanan maupun manisan
adalah cahaya penerang segala terang maupun yang kabur
adalah puncak segala warna dalam lukisan dan racik tenunan

Indonesia, Indonesia
laksana obat penghilang perih luka-luka
tilam paling nyaman setiap ketentraman berdiam
danau tempat membasuh tumpukan-tumpukan duka
dan senyuman dalam mata paling nyalang atau sebenam pejam

Indonesia, Indonesia
barisan semangat sepanjang carnaval
anak-anak yang berlari riang sepanjang jermal
kekasih segala pujaan, membenam segala gombal

Indonesia, Indonesia
merah darahku
putih tulangku
di tubuhku
kita menyatu
padu

medan, 10-12

MENJAGA INDONESIA

Mungkin tak pernah terpikirkan
entah berapa helai daun yang gugur di halaman rumah kita
dan membusuk, atau hangus begitu saja di gunungan sampah
yang berhari-hari kita biarkan. Pun, ketika ia terseret di arus banjir
dan terdampar di kehilangan pandangan kita

Adakah terbaca setumpukan debu
yang menebal di datar kaca jendela, bersebab
kemarau dan bising lalulalang jalan raya. Padahal
tanpa sadar ia selalu menari di hadapan kita, ketika kita
berpatut-patut diri sebelum berangkat kerja

Lalu sempatkah terhitung
berapa usia ruang depan rumah kita yang membiarkan
tetamu datang dan pergi, serta gelas yang terjatuh dikarenakan
keriangan anak-anak berkejaran di seputar meja. Termasuk perempuan
yang kemudian dikatakan istri, dikatakan ibu, berebut kisah laksana setrika, selalu berpindah
dari kasur, dapur dan sumur. Juga lelaki yang tercatat sebagai suami, tercatat sebagai bapak
memungut kisah dari rumah sampai rumah

begitulah Indonesia
ia menyediakan diri sebagai apa saja
dan mungkin tak pernah terpikirkan, terbaca, atau terhitung
tentang daun-daun, debu atau justru sebagai rumah, tempat orang-orang
memungut istrirah

Indonesia adalah rumah kita
yang penuh dengan sesak sampah
yang penuh dengan riuh debu-debu
yang penuh dengan tamu-tamu
datang dan pergi

Indonesia adalah rumah kita
yang berpagar, yang berubah-ubah warna dindingnya
yang bagian-bagiannya dihancurkan kemudian
dibangun kembali

Indonesia adalah rumah kita
yang menyimpan begitu banyak cerita
dan sepatutnyalah kita
jaga

medan, mei 2012

MASIH MERDEKAKAH KAU INDONESIA?

Masih merdekakah kau Indonesia
setelah kau rajut usia dari debu-debu jalan raya
dalam kaleng rombeng
recehan angka milik pengemis belia
yang mendendangkan kidung lara
bersama hembusan dupa dari opelet tua

masih merdekakah kau Indonesia
ketika musyawarah berubah dari mufakat
menjadi siasat
ketika wakil rakyat lebih mewakili penjahat
ketika gedung dewan lebih mirip kandang hewan
dan ketika pejabat negara tega menjadi pengkhianat bangsa

Masih merdekakah kau Indonesia
dalam kemerdekaan yang kau sendiri tak paham maknanya
karena matamu telah dibutakan
dan mulutmu disekat rapat-rapat
serta telinga cuma sekedar bunga tanpa rupa

Masih merdekakah kau Indonesia
padahal telah banyak disumbangkan darah dan air mata
dan berjuta nyawa yang akhirnya cuma sekedar wana luka

Masih merdekakah kau Indonesia?

Komunitas HP, 2002

INDONESIA BERKACA

telah lama indonesia terjebak dalam buramnya
kotak kaca, mulai dari wajah yang berdebu, sampai
tiga dimensi yang kaku, parabola tak lagi berguna
dikalahkan kecanggihan batok kelapa-
kejahatan, penipuan, kemunafikan-berlomba menjadi
pelaku utama-sementara kejujuran, keikhlasan,dan
kesabaran-cukup puas sebagai figuran biasa

telah lama indonesia terjebak dalam kumuhnya
media masa, mulai dari wajah yang penuh darah,
sampai bibir merah penuh gairah, headline kemanusiaan tak lagi berguna, politik haus kekuasaan di atas
segalanya-korupsi, prostitusi, anti ideologi-menjadi berita terkini-sementara harkat, martabat, dan
nurani-hanya penghias demi investasi

telah lama indonesia terjebak di atas panggung sandiwara, yang selalu kehilangan penonton setia
mulai dari fans tiba-tiba, sampai kelas utama
tiket pertunjukan tidak lagi berguna, sebab
undangan gagal membawa marwah cerita-pemain, penata, dan sutradara-saling curiga dengan honor
yang diterima-sementara proyek, eksebisi, dan
pertunjukan dalam rangka-menjadi penentu final
dalam berkarya

lihatlah aceh, ambon dan papua
lihatlah korupsi, prostitusi dan manipulasi negri
lihatlah segala amoral dan asusila
anak-anak bangsa

apa khabar munir yang menunggang garuda
apa khabar harry roesli dengan drs. arief-nya
apa khabar peter white dan sepakbola indonesia
apa khabar sby bersama seratus harinya
apa khabar hamid jabbar yang selalu menzikirkan puisinya, selalu tertawa gembira-walau dalam tangis indonesia
apa khabar tsunami yang selalu meneteskan
air mata

do'a takjim buat saudara-saudaraku,
yang mengawang di bukit lawang, menanam pusara badan di kuningan, menyerah di bandara adi sumarmo yang
gelisah, ambruk mengurusi nyamuk-nyamuk, menggigil digetarnya gempa tsunami
dan yang tiba-tiba pergi ke negeri entah
(tuhan mengarahkan langkah kalian menuju taman
di dalamnya mengalir sungai susu, tumbuh bunga-bunga indah, dan ranumnya beragam buah)

telah lama indonesia terjebak dalam lusuhnya cermin kaca, tapi yakinlah kami masih mampu
membaca makna-membersihkan wajah indonesia
indonesia bercermin
indonesia berkaca
dalam derita
kami akan terus berjuang untukmu
dalam bahagia
kami akan senantiasa mengharumkan
namamu,
indonesia berkaca-anak-anak bangsa berusaha
terangkai do'a, senantiasa

Medan, 2001

SEBAB PAHLAWAN NAMAKU

Di dalam negeri yang penuh rahasia, aku terlahir
Dari seorang ibu yang tak henti mengumpulkan
Segala tetes air mata di pualam pipinya
Tumbuh besar sampai sekarang menjaga usia
Setua misteri yang beralis segala teka teki
Dan memberi namaku Pahlawan

Bukan aku yang meminta nama segagah itu
Bukan aku yang memaksa untuk ditabalkan
Bukan aku yang terpaksa atau bahkan rela
Merengek-rengek agar semua orang tahu
Tidak ada Pahlawan selain aku

Aku tidak harus mati dulu
Apalagi mengumpulkan kartu tanda penduduk
Atau mengumpulkan kartu keluarga sekian ribu
Bahkan harus PEMILU agar ibu menuliskan
Kata Pahlawan di keningku

Ooi, Aku bangun jiwa raga ini
Aku bangun cita-cita ini
Aku bangun negeri ini
Dengan nurani
sebab pahlawan namaku

Ooi, Tak harus kutempuh cara yang sama
Tak harus kutempuh jalan membabi buta
Tak harus kutempuh menikung suka-suka
Tapi kususuri cara yang sesederhana jiwa
sebab pahlawan namaku

Ooi, Sebab aku terlahir
di dalam negeri penuh rahasia dari seorang ibu
yang tak henti mengumpulkan segala tetes air mata
di pualam pipinya,

Maka pahlawan namaku

Bogor, 2008

AKULAH WAKTU, KAULAH MASA, KITA CATAT SEJARAH

/1/
Akulah waktu menggaungkan takbir bersama titik embun
yang jatuh dari ujung daun-daun dan angin yang gagal menangkapnya
serta seekor ayam jantan di bubungan yang lepas satu bulunya
sesungging senyum Tongging

Akulah Waktu yang kehilangan makna beban
Sebab ia adalah jalan menuju Tuhan
Sebab ia adalah cermin buat berdandan

Akulah waktu penguasa segala musim basah maupun kering
panas dan juga dingin. Gemuruh maupun sunyi. Tapi tetap sujudku
tapi tetap zikirku tak hilang dari sajadah sepanjang sejarah.

Akulah waktu yang menyimpan lengking tangisan pertama
sampai pada halaman-halaman kehidupan yang tenggelam
sepanjang aliran sungai darah dan degup detak jantung berderak

/2/
Akulah waktu, maka kaulah masa dari puncak gunung tertinggi.
perlahan menurun, perlahan mendaki lalu memutar memungut lara.
mengitari perjalanan batu dan pepohonan alip ba ta segala cinta!

Dengarlah angin yang berhembus! Dengarlah! Siulannya meninabobokkan
Elusannya begitu melenakan menyulam mimpi sewarna udara
bertawaflah! Ber-Sa'ilah! mencari jiwamu yang terus menari
di seputar wajah danau toba

Akulah waktu, maka kaulah masa laksana Musa yang membelah laut.
Seperti Musa yang berjumpa Tuhan di bukit Tursina. Seperti Musa
yang berburu zikir bersama Khaidir
lalu Batu, lalu waktu, lalu lara, lalu masa!
Lalu adam, lalu Ibrahim, lalu Muhammad!
Laa ilaa hailallah, Muhammadurasulullah!

/3/
Akulah waktu, kaulah masa kita catat sejarah
Kerikil-kerikil tajam tafsiran-tafsiran kelam
yang tercatat di baris-baris halaman kitab keabadian.
di aliran waktu
di aliran rindu
di aliran cemburu
sederas sipiso-piso
sedingin sidompak

Komunitas Home Poetry, 2008-2010

Tuesday, 17 April 2012

FENOMENA SASTRA INDONESIA MUTAKHIR : KOMUNITAS DAN MEDIA

Seminar Nasional Sastra Indonesia Mutakhir

Sastra sebagai Sumber Inspirasi dan Pemberdayaan Masyarakat di Era Global

Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KKSI) II akan digelar di Wisma Argamulya Depdikbud, Cisarua, Puncak, Bogor, pada 23-25 Maret 2012. Selain pemilihan ketua KSI periode 2012-2015 sebagai agenda utama, Kongres juga akan ditandai dengan Seminar Nasional Sastra Indonesia Mutakhir dengan tema, Sastra sebagai Sumber Inspirasi dan Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Diharapkan, Kongres akan dibuka oleh Mendikbud Prof. Dr. Muhammad Nuh, yang akan sekaligus akan menyampaikan orasi sastra.

Menurut ketua panitia Kongres, H. Bambang Widiatmoko, sejumlah sastrawan dan akademisi sastra terkemuka akan tampil sebagai pembicara, antara lain Prof. Dr. Abdul Hadi WM, Dr. Nursamad Kamba, Dr. Sudaryono (Dimas Arika Miharja), Dr. Wahyu Wibowo, Eka Budianta, dan Dr. Mujizah. Sedangkan sebagai moderator adalah Iwan Gunadi dan Micky Hidayat.

Kongres juga akan ditandai dengan pentas sastra, dan pergelaran “api unggun sastra”. Pentas sastra akan diisi pertunjukan baca puisi oleh sejumlah penyair ternama, dan musikalisasi puisi bersama Sanggar Sesaji pimpinan Rudi Karno dari Banjarmasin, Hasta Indrayana dari Yogyakarta, dan Sarang Matahari Penggiat Sastra pimpinan H. Shobir Pur dari Tangerang Selatan.

Para penyair nasional yang dijadwalkan akan tampil membacakan sajak-sajak mereka, antara lain Habiburrahman el Shirazy, Nana Rishki Susanti, Mustafa Ismail, Iman Budi Santosa, Mustowa W. Hasyim, Evi Idawati, Rukmi Wisnu Wardani, Anwar Putra Bayu, Fakhrunnas MA Jabbar, Chavcay Syaefullah, Micky Hidayat, Jumari HS, Toto St. Radik, Husnul Khuluqi, dan Sihar Ramses Simatupang. Sedangkan ”api unggun sastra” akan menampilkan semua peserta untuk membacakan sajak-sajak mereka dengan latar belakang api unggun.

Kongres yang diadakan bertepatan dengan usia 15 tahun KSI ini juga ditandai dengan Sayembara Penulisan Puisi KSI Awards 2012 yang pengumpulan naskahnya sudah dimulai sejak Maret 2011. Dewan juri KSI Awards, yang terdiri dari Ahmadun Yosi Herfanda, Bambang Widiatmoko, Diah Hadaning, Endo Senggono, dan Mujizah, telah memilih satu puisi terbaik penerima KSI Awards 2012, empat puisi unggulan yang akan menerima penghargaan khusus, dan 95 puisi pilihan untuk dibukukan bersama sajak-sajak pemenang. Penyerahan penghargaan dan peluncuran antologipuisi KSI Awards 2012 akan dilakukan pada malam pembukaan Kongres. Kegiatan ini diselenggarakan dengan dukungan dari Bakti Budaya Djarum Foundation, Denny JA, dan Badan Bahasa Depdikbud RI.

Menurut ketua umum KSI Pusat periode 2008-2011, Ahmadun Yosi Herfanda, sayembara tersebut merupakan pelaksanaan KSI Awards yang kelima. Untuk pertama kalinya KSI Awards diberikan pada tahun 2000 kepada Toto St. Radik dengan manuskrip puisi berjudul Indonesia Setengah Tiang, KSI Awards kedua (2001) diraih oleh Agus Hernawan dengan puisi berjudul “Narasi di Tiga Hari”, KSI Awards ketiga (2002) diraih oleh Zakh Syairum Majid Surono dengan cerpen mini berjudul “Elegi Gerimis Pagi”, dan KSI Awards keempat (2003) diraih oleh Heru Mugiarso dengan manuskrip buku kumpulan puisi berjudul Perjalanan Ziarah. Saat itu, Rukmi Wisnu Wardani, meraih posisi sebagai runner-up dengan buku manuskrip puisi berjudul Banyak Orang Bilang Aku Sudah Gila.

Dalam perkembangan sastra Indonesia mutakhir, peran komunitas sastra, termasuk KSI, sangat penting. Komunitas sastra tidak hanya menjadi wadah pembinaan calon penulis dan pengembangan apresiasi sastra masyarakat, tapi juga ikut memberi arah perkembangan corak estetika dan tematika kesastraan Indonesia mutakhir. Bahkan, secara ideologis, komunitas-komunitas sastra juga ikut mempengaruhi orientasi penciptaan para sastrawan Indonesia mutakhir.***

Jakarta, 28 Februari 2012
PANITIA KONGRES KSI II 2012
Bambang Widiatmoko
(Ketua Panitia Kongres)
Ahmadun Yosi Herfanda
(Ketua Umum KSI Pusat)

KKSI-II, Hangat dan Menyehatkan

Hidayat Banjar.

Suasana Cisarua, Puncak, Bogor yang sejuk tak membuat peserta Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) II jadi adem ayem saja. Dengan tema "Sastra sebagai Sumber Inspirasi dan Pemberdayaan Masyarakat di Era Global" Kongres KSI yang digelar di Wisma Argamulya Depdikbud, 23-25 Maret 2012, berjalan hangat serta menyehatkan.
Mengapa tidak, selain kongres yang memilih Ketua Umum, Sekjen, Bendahara Umum dan "kabinet" KSI periode 2012-2015, berjalan demoratis. Peserta juga mendapat asupan ‘gizi’ bagi jiwa dan raga. Asupan jiwa didapat dari seminar. Asupan raga didapat dari sajian makanan dan udara yang penuh oksigen. Sayang, kongres yang diharapkan dibuka oleh Mendikbud Prof Dr Muhammad Nuh sekaligus orasi sastra -karena sesuatu hal- tidak terlaksana.

Asupan gizi berikutnya didapat dari pentas sastra dan pergelaran "api unggun sastra". Pentas sastra diisi pertunjukan baca puisi oleh sejumlah penyair ternama dan musikalisasi puisi bersama Sanggar Sesaji pimpinan Rudi Karno dari Banjarmasin serta Sarang Matahari Penggiat Sastra pimpinan H. Shobir Pur dari Tangerang Selatan.

Para penyair nasional yang tampil membacakan sajak-sajaknya, antara lain Thomas Budi Santoso, Habiburrahman el Shirazy, Nana Rishki Susanti, Mustafa Ismail, Iman Budi Santosa, Mustowa W Hasyim, Evi Idawati, Rukmi Wisnu Wardani, Anwar Putra Bayu, Fakhrunnas MA Jabbar dan lainnya.

Tidak kurang 133 orang menghadiri acara kongres yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Peserta dari Medan hadir pada kegiatan yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dan Badan Bahasa Depdikbud RI ini antara lain: Idris Pasaribu, Juhenri Chaniago, Selwa Kumar dan saya sendiri (Hidayat Banjar).

15 Tahun KSI

Kongres yang bertepatan dengan usia 15 tahun KSI, juga diisi dengan Sayembara Penulisan Puisi KSI Awards 2012. Pengumpulan naskahnya dimulai sejak Maret 2011. Dewan juri diambil dari berbagai lapisan yang sangat independen. Dalam sayembara itu dipilih satu puisi terbaik penerima KSI Awards 2012, empat puisi unggulan yang menerima penghargaan khusus dan puluhan puisi pilihan, dibukukan bersama sajak-sajak pemenang.

Penyerahan penghargaan dan peluncuran antologi puisi KSI Awards 2012 dilakukan pada malam pembukaan kongres. Puisi penyair Medan yang ada dalam kumpulan bertajuk "Narasi Tembuni" itu antara lain Maulana Satria Sinaga, Tina Aprida Marpaung, Damiri Mahmud, Idris Siregar dan M Raudah Jambak.

Kami sampai di tempat acara tepat hari pertama (Jumat, 23 Maret 2012) malam. Padahal kami berangkat dari Medan pukul 11.50. Sampai di Cengkareng, kami menuju stasiun Branangsiang dengan Damri. Dari Branangsiang, kami naik angkot menuju Ciawi. Tersendatnya perjalanan dari Ciawi menuju Cisarua yang menyebabkan kami tak sempat istirahat.

Begitu sampai, registrasi, makan malam dan terus menuju Auditorium Wisma Arga Mulya, tempat acara diselenggarakan. Pukul 19.30 WIB acara dibuka oleh Nurhayati. Kata-kata sumbutan pun meluncurlah dari: Ketua Panitia, Ketua Umum KSI, Ketua Yayasan KSI dan doa pembuka dipimpin oleh K.H. Arsyad Indradi.

Orasi Sastra

Pukul 20.00-20.30 WIB yang seharusnya diisi orasi sastra oleh Mendikbud RI Mohammad Nuh, sekaligus membuka Kongres, ditiadakan. Orasi kebudayaan diisi oleh Prof Dr Abdul Hadi WM dengan judul Krisis Kebudayaan.

Selanjutnya musikalisasi puisi dari Sanggar Sesaji KSI Banjarmasin. Kemudian peluncuran Buku Puisi KSI Awards yang berjudul Narasi Tambuni diambil dari puisi berjudul Ziarah Tembuni karya Iman Budhi Santosa. Tercatat 2.335 judul puisi dari 447 penyair yang masuk ke pantia dan terpilih hanya 73 puisi. Beruntunglah Medan (Sumut) terwakili oleh 5 puisi.

Acara berikutnya, pengumuman pemenang lomba oleh dewan juri. Dilanjutkan dengan penyerahan kenang-kenangan sebagai tanda ucapan terima kasih kepada: Djarum, Denny JA., Badan Bahasa, Efeo, KITLV, Kepala Dinas Parbud DKI, PDS HB Jassin dan Diah Hadaning (diwakilkan).

Pada hari kedua (Sabtu, 24 Maret 2012) seusai sarapan pagi diselenggarakan Seminar Sastra Indonesia Mutakhir. Sesi pertama dengan tema Meningkatkan Manfaat Sastra sebagai Sumber Inspirasi dan Pencerahan bagi Masyarakat menampilkan Dr Nursamad Kamba, Dr. Sudaryono dan Mu’jizah dengan moderator Micky Hidayat.

Pendorong

Seminar Sesi Kedua dengan tema Meningkatkan Peran Karya Sastra sebagai Pendorong Proses Perubahan Sosial. Tampil sebagai pembicara: Prof Dr Abdul Hadi WM. Prof Dr. Eka Budianta dan Dr Wahyu Wibowo dengan moderator Iwan Gunadi.

Usai istrahat diselenggrakan diskusi tentang KSI semua daerah bersama Idris Pasaribu KSI Medan (Ketua Sidang), Lukman Asya, Ali Syamsudin Arsyi, Gito Waluyo, Jumari HS, Syaefuddin Gani, Anwar Putra Bayu, Mustofa W Hasyim, Micky Hidayat, Dr Muhammad Abdullah, Budi Setyawan, Toto ST. Radik dengan moderator Wowok Hesti Prabowo.

Setelah istrahat diselenggarakan Kongres Komunitas Sastra Indonesia II, mendengarkan Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum KSI Pusat. Selanjutnya Sidang Komisi. Komisi I: AD/ART dengan pemimpin sidang Wowok Hesti Prabowo/Idris Pasaribu. Notulen: Shobir Poerwanto. Komisi 2: Program KSI, Pemimpin Sidang: Ahmadun Yosi Herfanda/Bambang W dengan notulen: Fatin Hamama.

Komisi 3: Rekomendasi dengan pemimpin sidang: Iwan Gunadi/Sosiawan Leak. Notulen: Ayid Suyitno.

Kemudian sidang pleno 2 dengan acara pemilihan Ketua Umum KSI Pusat 2012-1015 dan Pengurus Baru. Pemimpin Sidang: Wowok Hesti Prabowo (Ketua Yayasan KSI)/Sekretaris Idris Pasaribu (Ketua KSI Medan).

Medy Loekito Terpilih

Akhirnya kongres menetapkan Medy Loekito sebagai Ketua Umum KSI periode 2012-2015 dengan sekretaris Bambang Widiatmoko dan bendahara Iwan Gunadi. Perempuan pendiri KSI ini terpilih melalui pemungutan suara, dilakukan oleh 11 orang formatur terdiri dari 6 formatur yang mewakili perwakilan KSI di seluruh Indonesia dan 5 orang formatur dari Dewan Pendiri KSI.

"Medy terpilih mengantongi 6 suara dan 11 suara yang diperebutkan," ungkap Idris Pasaribu mewakili formatur saat membacakan hasil akhir. Formatur bersidang sangat alot, memakan waktu berjam-jam. Saat-saat menegangkan sebelum terpilihnya formatur, kehadikran Medan memang sangat diperhitungkan. Kepiawaian Medan dalam kongkres ini membuat suasana menjadi hangat. Satu suara menentukan, benar-benar KSI penuh rasa persaudaraan dan menang tipis itu, membuat semua bertepuk riuh. Hasilnya, Medy Loekito menjadi Ketua Umum, Bambang Widiyanto menjadi Sekjend dan Iwan Gunadi menjadi Bendahara Umum.

Setelah ketiganya terpilih oleh formatur, mereka meneruskan sidang untuk menetapkan para wakil ketua, wakil sekretaris dan wakil bendahara. Setelah terpilihnya para wakil dan beberapa koordinator, sidang ditunda selama seminggu untuk menetapkan komisi-komisi, oleh pengurus harian yang sudah terbentuk dalam kongres. Menurut desas-desus, Medan dalam Kongres KSI ini dalam bisik-bisik mendapat p;orsi sebagai salah Seorang Ketua yakni wakil Ketua Umum. Seorang lagi mendapat posisi sebagai koordinator KSI untuk wilayah Sumatera.

Pada Penutupan Kongres sebelum acara Malam Api Unggun dimulai di halaman Wisma Arga Mulya, diselenggarakan Peresmian Cabang-Cabang Baru KSI se-Indonesia dan luar negeri. Kini, seluruhnya KSI sudah memiliki 34 buah cabang dan setiap cabang memiliki sub cabang.

Selanjutnya musikalisasi puisi oleh Hasta Indriyana. Usai itu, peserta kongres menghadiri acara api ungun yang dirangkaikan dengan peluncuran buku antalogi puisi Bima Membara. Doa Penutup dipimpin oleh H Shobir Poerwanto.

Hari ketiga Minggu (25 Maret 2012) setelah senam pagi bersama dan sarapan, peserta diajak jalan-jalan menikmati panorama perkebunan teh Gunung Mas, Berkuda, Paralayang dan lainnya. Ya, Kongres KSI II ini benar-benar hangat serta menyehatkan.

Nanang Suryadi

Komunitas Sastra

Meneropong sastra Indonesia mutakhir, tidak cukup hanya berbicara perkembangan satu dua tahun terakhir. Walaupun mungkin selama setahun dua tahun terakhir ada suatu perkembangan hebat yang terjadi. Fenomena komunitas sastra, misalnya, sebenarnya bukan merupakan hal yang baru di jagad sastra Indonesia. Lebih dari sepuluh tahun lalu Komunitas Sastra Indonesia sudah mengidentifikasi berbagai komunitas sastra (seni dan budaya) yang ada di tanah air. Komunitas Sastra Indonesia memberikan definisi komunitas sastra sebagai:

“kelompok-kelompok yang secara sukarela didirikan oleh penggiat dan pengayom sastra atas inisiatif sendiri, yang ditujukan bukan terutama untuk mencari untung (nirlaba), melainkan untuk tujuan-tujuan lain yang sesuai dengan minat dan perhatian kelompok atau untuk kepentingan umum.” (Iwan Gunadi, 2006)

Dengan melihat definisi tersebut, jika kita tengok dari perjalanan sastra Indonesia baik yang tercatat maupun yang tidak sebenarnya komunitas-komunitas sastra ini sudah berkembang sejak dahulu, walupun mungkin tidak secara resmi menggunakan kata-kata “komunitas.” Menurut saya Pujangga Baru merupakan sebuah komunitas, walaupun nama Pujangga Baru adalah nama sebuah majalah sastra. Namun di situ antara redaksi, penulis dan pembacanya ada suatu keterikatan emosional, sehingga muncullah sebuttan angkatan “Pujangga Baru”. Pada tahun 1940-an Chairil Anwar dkk berinteraksi dalam Gelanggang Seniman Merdeka, yang melahirkan Surat Kepercayaan Gelanggang. Pada 1950-1960-an, kita juga bisa menemui Lekra, Lesbumi, yang walaupun berpatron pada partai atau ormas, bisa kita sebut sebagai komunitas juga. Kelompok diskusi Wiratmo Soekito yang diikuti oleh Goenawan Mohamad dkk merupakan sebuah komunitas, yang pada akhirnya melahirkan Manifesto Kebudayaan. Dari beberapa contoh yang kebetulan tercatat dalam sejarah sastra Indonesia itu, dapat dikatakan bahwa komunitas sastra apapun namanya sudah berkembang sejak dahulu.

Sebuah komunitas sastra, menurut saya, tidak harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Saya memandang bahwa jika ada lebih dari satu orang melakukan aktivitas rutin bersama dengan minat yang sama yaitu “sastra” maka dapat dikatakan itulah komunitas sastra. Walaupun Afrizal Malna pernah juga mendirikan komunitas yang anggotanya dia sendiri, yaitu “Komunitas Sepatu Biru.”

Aktivitas menulis karya sastra merupakan hal yang sangat individual. Pengakuan atas karya sastra pada umumnya merupakan pengakuan terhadap karya individu penulis. Sebuah cerpen, puisi atau novel jarang sekali dibuat oleh lebih dari satu orang (jarang, bukan berarti tidak ada). Maka dimana peran atau pengaruh komunitas dalam penulisan karya sastra, jika menulis adalah aktivitas individu?
Pergesekan pemikiran dalam komunitas memberikan wawasan bagi para penulis yang terlibat di dalamnya. Kecakapan-kecakapan menulis dapat ditularkan dengan saling belajar pada rekan satu komunitas. Inilah peran dari adanya sebuah komunitas, saling belajar dan saling berbagi.

Komunitas-komunitas sastra yang ada memiliki ciri yang hampir sama, yaitu: komunitas itu akan terus hidup jika ada individu yang sukarela menggerakkan komunitasnya. Paling tidak ada satu sampai tiga orang yang memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas komunitas, maka komunitas itu akan berjalan.
Sekarang kita lihat fenomena apa yang membedakan komunitas sastra pada beberapa tahun terakhir dengan komunitas-komunitas sastra di tahun 90-an dan sebelumnya. Teknologi informasi membawa dampak perubahan terhadap pola interaksi di masyarakat. Pada akhir 90-an teknologi informasi berupa internet memberikan peluang kepada masayarakat luas untuk dapat berkumpul dalam suatu komunitas tanpa harus hadir secara fisik. Melalui jaringan internet, para peminat sastra membentuk komunitas yang melintasi batas geografis. Komunitas komunitas sastra di dunia maya mulai muncul sejak akhir tahun 90an melalui mailing list. Contoh komunitas sastra melalui mailing list yang berdiri di akhir 90an adalah: penyair@yahoogroups.com, puisikita@yahoogroups.com, gedongpuisi@yahoogroups.com, bungamatahari@yahoogroups.com, bumimanusia@yahoogroups.com musyawarah_burung@yahoogroups.com, dan banyak mailing list lain yang menyusul di tahun 2000an, seperti sastra_pembebasan@yahoogroups.com dan apresiasi_sastra@yahoogroups.com.

Media Sastra Mutakhir
Gerakan Sastra Internet yang diusung pada akhir 90-an oleh cybersastra.net (Yayasan Multimedia Sastra) merupakan tonggak sejarah yang turut mewarnai perkembangan sastra di Indonesia. Banyak penulis sastra Indonesia saat ini merupakan penggiat sastra di internet, khususnya penulis-penulis yang pernah berinteraksi dengan cybersastra.net dan beberapa mailing list komuntas maya di atas.
Perkembangan sastra di internet saaat sangat luar biasa. Setelah cybersastra.net tidak aktif pada tahun 2005, banyak situs-situs sastra baru bermunculan seperti: fordisastra.com, kemudian.com, duniasastra.com, sastra-indonesia.com, mediasastra.com, jendelasastra.com,dan masih banyak lagi yang lain. Selain itu fasilitas gratis yang disediakan provider Twitter.com, Facebook.com, Multiply.com, Blogspot.com, WordPress.com menjadi media yang diminati beberapa tahun terakhir. Penulis sastra, baik yang terkenal maupun tidak, banyak menggunakan media-media tersebut.
Dari sekian banyak situs jaringan sosial, yang saya amati dan sekaligus menjalani adalah situs Facebook.com dan Twitter.com. Sepanjang pengamatan dan pengalaman saya dengan adanya kedua situs tersebut mendorong seseorang untuk kembali menulis, sebebas-bebasnya semau penulis. Saya akan berikan gambaran keduanya. Facebook memberikan ruang untuk membuat catatan yang lebih besar, selain sekedar membuat status yang 240 karakter. Twitter hanya memberikan ruang 140 karakter. Terlalu sering mengupdate status di facebook bisa dimarahi para friends. Sedangkan di twitter semakin sering update semakin disuka. Menulis karya di Facebook bisa panjang lebar. Jika di twitter harus dipotong-potong kalau karya puisi atau cerpennya panjang. Friends di facebook terbatas, sedangkan di Twitter bisa sebanyak-banyaknya. Di twitter ada mentions, di facebook ada tag. Sama-sama menarik perhatian rekan untuk membacanya. Mana yang lebih disukai? Bagi yang suka online terus menerus Twitter mungkin lebih disuka. Berkicau sepuasnya. Membaca Time line terus menerus. Bagi yang suka memajang foto, membuat catatan panjang, facebook mungkin lebih disukainya. Mengomentari catatan rekan dan tentu saja chat.Bagi seorang penulis yang akan memasarkan bukunya, mana yang lebih cocok? Twitter atau Facebook? Selama ini saya belum pernah menemukan iklan di twitter seperti di facebook. Kecuali dari teman yang kita follow, sesekali. Di facebook, seseorang bisa memasang foto produk yang akan dia jual. Kadang-kadang memaksa friends untuk melihatnya dengan men-tag. Di twitter tidak bisa memasang foto dan tulisan panjang. Maka follower diarahkan ke url di situs lain



Karya-karya yang muncul di Twitter, Facebook, blog, milist sangat mungkin muncul kembali di Koran, majalah dan buku. Kecenderungan itu sudah banyak. Misalnya:12 tahun lalu, milist bumimanusia yang diasuh Eka Kurniawan dan Linda Christanti telah menerbitkan beberapa buku. Pada masa yang sama, rekan-rekan di milist penyair, puisikita, gedongpuisi yang tergabung dalam cybersastra -YMS membuat antologi puisi. Buku serial antologi puisi “Dian Sastro for Presiden” (3 jilid) juga merupakan hasil interaksi dari berbagai mailing list. Buku untuk munir, peringatan gempa di Yogyakarta dan Padang, tsunami Aceh merupakan hasil interaksi dari para penulis di internet. Buku-buku yang lain, sangat mungkin merupakan hasil dari karya-karya yang muncul di fesbuk, twitter, milist dan blog.

Draft awal tulisan ini dibuat langsung di facebook.com dan twitter.com. Mungkin hal yang sama pernah dilakukan oleh banyak penggiat facebook dan twitter. Mereka langsung menulis dan pada beberapa menit berikutnya dipublish. Kecenderungan yang sama dapat dilihat pada sekitar sepuluh tahun lalu pada saat mailing-mailing list marak dan ramai digunakan, para anggota mailing list langsung menulis di emailnya masing-masing untuk saling menanggapi tulisan rekan-rekannya, bisa berupa opini atau karya puisi. Berbalas puisi di mailing list sudah terjadi sepuluh tahun lalu. Berbalas puisi dan menuangkan opini di kolom komentar facebook dan blog merupakan kecenderungan terbaru. Contoh komentar dari seorang penggiat sastra di facebook (yang saya amati sangat produktif menulis di facebook.com), yaitu Dimas Arika Miharadja:


“Komunitas semacam facebook, jika tak berhati-hati bisa bikin mabuk. Kenapa? Setiap mempublish puisi, esai, atau apapun juga terkesan dihadapi (diresepsi, diapresiasi) secara meriah dengan aneka puja-puji, minimal mengacungkan jempol tanpa kata-kata. Komunitas facebook harus dicermati antara ada dan tiada. Adanya komunitas itu baru berguna bila ada keseriusan dalam melakoni hidup dan kehidupan berkarya. Tiadanya komunitas di ruang maya ini bisa jadi disebabkan lantaran orang-orang yang berkerumun di situ tidak ada tali pengikatnya yang jelas (suka datang dan pergi tak kembali, suka-suka hati).

Apakah ruang maya ini menambah produktivitas, intensitas, dan kualitas karya? Sabar, nanti dulu mas, masak terburu-buru. Soal produktivitas, intensitas, dan kualitas karya tentu saja bergantung siapa personilnya. Ada lumayan banyak yang serius berkarya, menjaga produktivitas, memupuk intensitasnya, serta meningkatkan karyanya. Tetapi jika dikaitkan dengan ketersediaan data, mungkin sebatas 10% saja. Selebihnya, lebih banyak bermain-main keriangan penuh keisengan di ruang maya ini.

Melalui media maya ini juga mulai dapat diidentifikasi beberapa person yang bisaa memanfaatkan media ini sebagai sosialisasi-komunikasi-interaksi karya yang digubahnya. Lantaran karya sastra itu peronal atau individual sifatnya, aneka respon terhadap karya yang dipublish haruslah diiringi sikap berhati-hati. Puja-puji bisa memandegkan kreativitas, mabuk pujian, dn lepas kontrol. Sebaliknya, penyampaian kecaman atau asal kritik tanpa argumentasi yang jelas bisa jadi akan menghentikan produktivitas bagi yang tidk siap dan tidak tahan banting.

Intinya, Komunitas dan Media maya, keduanya sama-sama semu. Semua bergantung pada individu pelakunya”

Inilah salah satu contoh, bagaimana interaksi di dunia maya dapat berlangsung cepat. Opini bisa dibalas opini dalam waktu singkat. Sedangkan media konvensional seperti koran cetak, majalah cetak, jurnal cetak (segala yanmg harus dicetak) membutuhkan waktu yang cukup lama, paling tidak sehari. Komentar dari Dimas Arika Mihardja ini hanya sekitar 5-10 menit sejak artikel saya publikasikan di facebook.
Usulan Pengembangan Komunitas dan Media

Sebagai penutup tulisan ini, saya mengusulkan beberapa hal untuk pengembangan komunitas dan media saat ini dan di masa mendatang. Tanpa menafikan keberadaan koran, majalah dan buku sebagai media sastra, saya mencoba mengusulkan pengembangan sastra melalui komunitas sastra di internet. Teknologi internet yang semakin terjangkau oleh semua kalangan memberikan peluang yang besar untuk semakin menggairahkan para penulis sastra untuk menulis. Penulis sastra dari generasi yang lahir tahun 70-an dan 90-an merupakan generasi-generasi yang sangat melek internet. Mereka bisa online internet sepanjang hari menggunakan handphonenya.

Berdasar pengalaman berinteraksi di berbagai jaringan komunitas sastra di internet selama ini saya menemukan banyak penulis pemula yang ingin belajar menulis di internet. Para pemula ini mencari guru yang mau mengajari mereka menulis. Tapi para penulis “mapan” di dunia nyata susah untuk diminta ilmunya (pengalaman 10 tahun lalu, dan mungkin sekarang). Mungkin kesibukan para penulis “mapan” yang menyebabkan mereka susah untuk ditanya ini itu hal hal teknis tentang penulisan. Pengalaman waktu di cybersastra, ada suatu forum akhirnya para pemula ini saling membantai karya teman-temannya (tanpa guru!). Saya melihat pembantaian karya antar teman itu bisa menjadi gesekan kreatif yang mendorong menjadi lebih baik. Beberapa alumni forum cybersastra karya-karyanya sudah banyak tampil di pentas sastra Indonesia. Mungkin kalau saling membantai karya menjadi suatu yang mengerikan, bisa dicari format lain.
Tuntutan para sastrawan “mapan” 12 tahun lalu terhadap sastra di internet menurut saya terlalu cerewet. Mereka meminta karya sastra yang berbeda dengan karya sastra media koran, majalah dan buku. Mereka meminta untuk karya-karya yang selektif yang hadir di internet. Seperti karya yang muncul di koran dan majalah. Tapi tantangan itu harus diterima! Ada upaya rekan-rekan penggiat sastra di internet untuk memaksimalkan media yang ada, misalnya dengan mengotak atik HTML, script dll. tapi masih belum menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Perkawinan berbagai media seperti video, audio, teks bisa menjadi arah pengembangan ke depan. Selain itu satu hal yang penting, yang mungkin jarang kita perhatikan, ketersediaan bahan bacaan dalam teks digital dari beberapa terbitan cetak sastra Indonesia masih sedikit ditemui. Saya mengimpikan suatu ketika kita memiliki perpustakaan maya (semacam PDS HB Jassin di dunia nyata) , juga database biografi dan karya-karya para penulis sastra di Indonesia, yang dapat diakses hanya menggunakan jaringan internet melalui handphone. Saya percaya, itu akan terjadi!

Malang, 2010

@ Musismail

Salah satu bagian acara dalam Kongres Komunitas Sastra Indonesia di Cisarua, Puncak, Jawa Barat, 23-25 ​​Maret 2012 adalah penyerahan penghargaan KSI Award. Pemenang penghargaan itu adalah Iman Budhi Santosa dengan puisi berjudul Ziarah Tembuni.

Sementara empat karya yang masuk "puisi unggulan" adalah Ritus Pisau (Anwar Putra Bayu, Palembang), Dari Utsmani ke Tsunami (Dimas Arika Miharja, Jambi), Aku, Kembarbatu, dan telago Rajo (Jumardi Putra, Jambi), dan "Di Tepi Benteng Somba Opu "(Hasta Indrayana, Yogyakarta).
Puisi-puisi itu dibukukan dalam antologi "Narasi Tembuni" bersama 95 puisi pilihan lainnya. Menurut panitia, puisi-puisi pemenang, unggulan dan pilihan yang masuk antologi itu disaring oleh tim juri dari 2.335 judul karya 447 penyair dari berbagai daerah di Indonesia. Tim jurinya adalah Ahmadun Yosi Herfanda, Endo Senggono, Bambang Widiatmoko, Diah Hadaning, dan Mujizah.

Pemenangnya, menurut dewan juri dalam catatannya di buku antologi, berasal dari berbagai usia dan generasi yang berbeda, datang dari berbagai komunitas di berbagai penjuru nusantara. "Dengan demikian antologi puisi Narasi Tembuni ini cukup representatif sebagai cermin atau gambaran perkembanan perpuisian Indonesia terakhir," tulis dewan juri.

Memang, melihat biodata mereka di bagian akhir buku ini, akan terlihat betapa beragamnya peserta lomba puisi KSI Award ini. Di sana kita akan menemukan nama-nama seperti Damiri Mahmud (penyair Sumatea Utara kelahiran 1945), Iman Budhi Santoso (penyair Yogyakarta kelahiran 1948), Mustofa W. Hasyim (Yogyakarta, 1954), juga Dinullah Rayes (penyair Sumbawa kelahiran 1939).

Penyair termuda adalah Hakimah Rahmah Sari dari Sumatera Barat. Hakimah lahir di Saning Bakar pada 11 Januari 1994.

Berikut adalah nama-nama penyair yang puisinya masuk dalam antologi Narasi Tembuni:

1. A. Musabbih (Muara Sebuah Kota)
2. A. Ganjar Sudibyo (Tugu Seratus Ribu Tahun)
3. Ayat Khalili (Narasi Pulau)
4. Achmad Faqih Manfudz (Prambanan)
5. Ahmad Kekal Hamdani (kolofon)
6. Alizar Tanjung (Malin Kundang di Pantai Air Manis)
7. Anwar Putra Bayu (Ritus Pesisir & Ritus Pisau)
8. Arif Fitra Kurniawan (Hikayat Sebungkus Tahu Gimbal)
9. Arif Hidayat (Yang Mengalir dalam Sungai Perahu)
10. Badrul Munir Chair (Selat Madura)
11. Beni Setia (Petaha)
12. Budhi Setyawan (Tua Tua Ibu Kota)
13. Budi Saputra (Rumah Gadang 1928)
14. Cahyadi Willy (majalaya)
15. Cho Chro Tri Laksono (Wiji)
16. Damiri Mahmud (Aku Berlari-lari Mencari Serumpun Serai & halakah Panggang)
17. Delvy Yendra (Bercakap-cakap dengan Sungai)
18. Dimas Arika Mihardja (Dari Ustmani ke Tsunami)
19. Dinullah Rayes (Sumbawa)
20. Dwi S. Wibowo (Kampung Nujuman)
21. Endang Supriyadi (Bogor)
22. Evi Idawati (Perempuan-perempuan Gerabah Kasongan &
Jejak di Nol Kilometer)
23. Evi Sefiani (Eyang Sakarembong)
24. F Rizal Alief (Madura, Sajakku bergemuruh di Tubuhmu)
25. Faizal Syahreza (Montase Kota dari Doa)
26. Fakhrunnas MA Jabbar (Maka Berangkatlah Malam Lewat Bertabur Duri Rindu Ini & Legenda Riau)
27. Faridz Yusuf (Tamasya ke Rimba Melankolia)
28. Frans Ekodhanto Purba (Tiga Percakapan dari Danau Toba)
29. Hakimah Rahmah Sari (Solok-Padang & Goa Lawa)
30. Hasta Indrayana (Di Tepi Beneng Somba Opu)
31. Heri Maja Kelana (Menuju Cikapundung)
32. Hudan Nur (Kalideres Suatu Pagi)
33. Husen Arifin (Perahu Sigigir)
34. Idris Siregar (Berguru ke Patimpus)
35. Iman Budhi Santosa (Ziarah Tanah Jawa dan Ziarah Tembuni)
36. Irwan Sofwan (Negeri Senja)
37. Jaka Satria (Di Kota Tua)
38. Jumardi Putra (Aku, Kembar Batu, dan Telagorajo & Balada Buyung Empelu)
39. Kiki Sulistyo (Kampung Nelayan Pondok Perasi)
40. Lukman Asya (Gunung Arca)
41. M. Taufan Musonip (Gapura Kota Mandiri)
42. M. Raudah Jambak (Gurindam Sepi Ompung Parturi & Pantun Wan Abun)
43. Mahdi Idris (Acehku ya Aceh)
44. Maulana Satrya Sinaga (Kampung Paling Ujung)
45. Muhlis Al-firmany (Sumur Kuning)
46. Mustofa W. Hasyim (Stasion Kota & Menteng Raya-Cikini Raya)
47. Nurochman Sudibyo YS (Reposisi Hujan)
48. Phaosan Jehwae (Wajah-wajah Patani)
49. Pringadi Abdi Surya (Semacam Tersien kegalauan)
50. Rifat Khan (Berteduh di Sembalun)
51. Rikzam Mohammad (Fragmentasi Penciptaan)
52. Rini Febriani Hauri (limbung di Ujung Lambung)
53. Sofyan RH Zaid (Banquet III)
54. Sunaryo Broto (Kutukan Kudungga)
55. Supali Kasim (Surat untuk Tome Pires)
56. Tina Aprida Marpaung (Dari Toging ke Parapat)
57. Tjahjono Widijanto (Senja di Benteng pendem)
58. Ulfatin CH (Yang Pergi dan Kembali)
59. Viddy AD Daery (Perjalanan Malam Balikpapan-Banjarmasin)
60. Wahyu Arya (Sebelum Kembali)
61. Wisnu Muhamad (Lagu Pantai Lamalera)
62. Yogira Yogaswara (Ciwidey)
63. Yori Kayama (Sebuah Kota dengan Narasi yang Panjang)