Thursday, 1 June 2017
PUISI UNTUK LOMBA BACA PUISI 10 JUNI 2017 DI TAMAN BUDAYA SUMATERA UTARA SEKALIGUS BUKA PUASA BERSAMA
Puisi Acep Zamzam Noor
DI MASJID SALMAN
Buat Anne Rufaidah
Pertemuan tercipta dari kata
Malam putih berlantai sabda
Di rumah Tuhan yang sunyi, sukma kita
Berbenih: berjabatan dalam sanubari
Terbukalah malam yang bisu
Dinding-dinding beku
Sejenak kita pun tanpa derita, belia
Hanyut oleh ayat-ayat bening dari rongga masjid
Ayat-ayat Tuhan yang basah oleh cinta
Pertemuan terlahir dari doa yang papa
Mengetuk gerbang rahasia: pintu jiwa abadi
O, alangkah dinginnya rumah suci ini
Dan kita bertahan, di sini, membasuh luka dunia
Sejenak kita pun mengukir pesona semesta
Dalam pesta cahaya: bulan dan bintang dan sasmita
Bertabur di setiap jiwa daif, jiwa yang terbuka
Malam putih banjir sungai kasih: muara hati
Ayat-ayat keabadian berdenting sunyi
Puisi Emha Ainun Najib
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
1987
Puisi W.S. Rendra
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960
Puisi Ahmadun Yosi Herfanda
DOA RINAI HUJAN
Rintik hujan itulah
yang senantiasa menyampaikan
kasihmu padaku, dan ika-ikan
selalu mendoakan keselamatanku
jika kau tanya makna goyangku
goyangku zikir tersempurna
di antara para kekasih jiwa
angin mengusap bening air telaga
mengazaniku sujud ke pangkuannya
burung-burung itulah
yang selalu menyampaikan
salamku padamu, ketika angin senja
mengusap suntuk zikirku
jika kau tanya agamaku
agamaku agama keselamatan
jika kau tanya makna imanku
imanku iman kepasrahan
hidupku mengakar di jantung tuhan
sukma menyala menyibak kegelapan
pandanglah putik bungaku
nur muhammad mekar sepenuh jiwa
pandanglah daun-daunku
jari-jari tahiyat terucap
tiap akhir persembahan
zikirku zikir kemanunggalan
diri lebur ke dalam tuhan
Jakarta, 1998/2003.
Puisi M.Raudah Jambak
PADA RUKUK AKU TERBUNGKUK PADA SUJUD AKU MAUJUD
Malam ini, sajadah telah dialiri sungai air mata, do’a-do’a
Berembun diujung lidah yang jatuh dari daun-daun tasbih
Sementara angin khusuk memeluk degap rindu yang hampir
Membeku. Entahlah, rapal kaji tak juga sampai ke hati atau
Cinta yang bertuba di jelaga
Pada setiap baris ayat, kabar pun telah disampaikan. Jiwa yang
Kosong hanyalah gudang tua yang kehilangan cahaya dan tempat
Bersemayamnya para pendosa. Tetapi butir-butir wudhu’ yang bergulir
Adalah kerjap cahaya yang siap berpijar pada taman yang telah lama
Tak bertuan
Dan malam ini, gelap hanya mengantar subuh yang selalu membasuh
Dahaga para pemburu nasuha, yang melentikkan setiap jentik zikir
Di setiap iring-iringan takbir. Harap hanya sebatas kerinduan yang
Mengawan, rindu adalah harap yang mengerjap dalam degap, sebab
Pada rukuk aku terbungkuk pada sujud aku maujud
Medan,2007
Malam putih berlantai sabda
Di rumah Tuhan yang sunyi, sukma kita
Berbenih: berjabatan dalam sanubari
Terbukalah malam yang bisu
Dinding-dinding beku
Sejenak kita pun tanpa derita, belia
Hanyut oleh ayat-ayat bening dari rongga masjid
Ayat-ayat Tuhan yang basah oleh cinta
Pertemuan terlahir dari doa yang papa
Mengetuk gerbang rahasia: pintu jiwa abadi
O, alangkah dinginnya rumah suci ini
Dan kita bertahan, di sini, membasuh luka dunia
Sejenak kita pun mengukir pesona semesta
Dalam pesta cahaya: bulan dan bintang dan sasmita
Bertabur di setiap jiwa daif, jiwa yang terbuka
Malam putih banjir sungai kasih: muara hati
Ayat-ayat keabadian berdenting sunyi
Puisi Emha Ainun Najib
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
1987
Puisi W.S. Rendra
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960
Puisi Ahmadun Yosi Herfanda
DOA RINAI HUJAN
Rintik hujan itulah
yang senantiasa menyampaikan
kasihmu padaku, dan ika-ikan
selalu mendoakan keselamatanku
jika kau tanya makna goyangku
goyangku zikir tersempurna
di antara para kekasih jiwa
angin mengusap bening air telaga
mengazaniku sujud ke pangkuannya
burung-burung itulah
yang selalu menyampaikan
salamku padamu, ketika angin senja
mengusap suntuk zikirku
jika kau tanya agamaku
agamaku agama keselamatan
jika kau tanya makna imanku
imanku iman kepasrahan
hidupku mengakar di jantung tuhan
sukma menyala menyibak kegelapan
pandanglah putik bungaku
nur muhammad mekar sepenuh jiwa
pandanglah daun-daunku
jari-jari tahiyat terucap
tiap akhir persembahan
zikirku zikir kemanunggalan
diri lebur ke dalam tuhan
Jakarta, 1998/2003.
Puisi M.Raudah Jambak
PADA RUKUK AKU TERBUNGKUK PADA SUJUD AKU MAUJUD
Malam ini, sajadah telah dialiri sungai air mata, do’a-do’a
Berembun diujung lidah yang jatuh dari daun-daun tasbih
Sementara angin khusuk memeluk degap rindu yang hampir
Membeku. Entahlah, rapal kaji tak juga sampai ke hati atau
Cinta yang bertuba di jelaga
Pada setiap baris ayat, kabar pun telah disampaikan. Jiwa yang
Kosong hanyalah gudang tua yang kehilangan cahaya dan tempat
Bersemayamnya para pendosa. Tetapi butir-butir wudhu’ yang bergulir
Adalah kerjap cahaya yang siap berpijar pada taman yang telah lama
Tak bertuan
Dan malam ini, gelap hanya mengantar subuh yang selalu membasuh
Dahaga para pemburu nasuha, yang melentikkan setiap jentik zikir
Di setiap iring-iringan takbir. Harap hanya sebatas kerinduan yang
Mengawan, rindu adalah harap yang mengerjap dalam degap, sebab
Pada rukuk aku terbungkuk pada sujud aku maujud
Medan,2007
Subscribe to:
Posts (Atom)